Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertermi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertermi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Informasi dokumen

Penulis

Ria Deselina Pardosi

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Keperawatan
Tempat Medan
Jenis dokumen Laporan Karya Tulis Ilmiah
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.00 MB
  • Asuhan Keperawatan
  • Gangguan Termoregulasi
  • Hipertermi

Ringkasan

I. Pirngadi Kota Medan

Karya tulis ilmiah ini meneliti kasus Asuhan Keperawatan pada pasien anak, An. N, di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, yang mengalami hipertermi (peningkatan suhu tubuh di atas normal) setelah operasi appendictomy akibat appendicititis. Studi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perawat tentang gangguan termoregulasi, khususnya hipertermi, dan perawatannya, serta sebagai alat bantu evaluasi peningkatan pelayanan pasien di RSUD Dr. Pirngadi. Penelitian ini didasarkan pada teori hierarki kebutuhan Maslow, di mana termoregulasi merupakan kebutuhan fisiologis dasar. Hipertermi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi dan paparan lingkungan panas. Jika tidak ditangani segera, hipertermi dapat berakibat fatal.

1. Latar Belakang Hipertermi pada Anak

Bagian latar belakang menjelaskan pemilihan topik penelitian tentang hipertermi pada anak. Studi ini berawal dari keprihatinan terhadap kasus hipertermi pasca-operasi, khususnya setelah appendictomy. Penulis menekankan pentingnya asuhan keperawatan yang tepat dalam mengelola hipertermi, mengingat kondisi ini dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik. Teori hierarki kebutuhan Maslow dirujuk, yang menempatkan termoregulasi sebagai kebutuhan fisiologis dasar manusia. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini, termasuk termoregulasi, dapat meningkatkan risiko kesehatan individu. Penjelasan mengenai hipertermi sebagai mekanisme pertahanan tubuh juga disertakan, di mana peningkatan suhu tubuh hingga 39°C dapat menstimulasi sistem imun dan menekan pertumbuhan bakteri. Namun, hipertermi yang berkepanjangan atau parah dapat menimbulkan komplikasi serius seperti kejang demam, dehidrasi, syok, dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Studi ini difokuskan pada kasus hipertermi pada An. N di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut tentang asuhan keperawatan gangguan termoregulasi. Penelitian ini juga menyinggung keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

2. Tujuan Penelitian Asuhan Keperawatan Hipertermi

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan perawat mengenai gangguan keseimbangan suhu tubuh, khususnya hipertermi, dan perawatan yang tepat untuk pasien. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis bagi perawat dalam mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan gangguan termoregulasi, khususnya hipertermi. Penelitian juga menekankan pada pentingnya memahami teori Maslow dalam memberikan perawatan, terutama dalam konteks pemenuhan kebutuhan fisiologis pasien. Tujuan spesifiknya adalah untuk menganalisis kasus hipertermi pada pasien anak (An. N) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, yang mengalami hipertermi setelah menjalani operasi appendictomy. Melalui studi kasus ini, diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab hipertermi dan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut dan mengembalikan suhu tubuh pasien ke kondisi normal. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya di bidang keperawatan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dan secara lebih luas bagi dunia keperawatan di Indonesia.

II.Konsep Hipertermi dan Pengkajian Pasien

Studi ini membahas definisi hipertermi, penyebabnya (infeksi, paparan panas), dan manifestasinya (suhu tubuh tinggi, keringat, kulit kemerahan). Pengkajian pasien An. N meliputi pemeriksaan fisik (suhu 38°C, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 94x/i, respirasi 24x/i), serta riwayat penyakit dan kebiasaan pasien (konsumsi makanan pedas, kurang serat). Diagnosa keperawatan meliputi hipertermi terkait dengan paparan lingkungan panas dan nyeri terkait dengan insisi bedah. Informasi penting mengenai pasien: An. N, 13 tahun, perempuan, dirawat di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada 18 Juni 2013.

1. Definisi dan Patofisiologi Hipertermi

Bagian ini mendefinisikan hipertermi sebagai peningkatan suhu tubuh di atas normal, yang merupakan respons tubuh terhadap berbagai faktor, termasuk infeksi dan paparan panas yang berlebihan. Dokumen menjelaskan bahwa hipertermi, atau demam, juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang penting. Peningkatan suhu tubuh ringan dapat meningkatkan sistem imun, menstimulasi produksi sel darah putih, dan menekan pertumbuhan bakteri dengan menurunkan konsentrasi zat besi dalam plasma. Namun, hipertermi yang berkepanjangan atau signifikan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti kejang demam, dehidrasi, syok, dan gangguan tumbuh kembang, terutama pada anak-anak. Dokumen juga menyebutkan berbagai tipe demam, termasuk demam septik dan demam remiten, serta demam yang disebabkan oleh faktor non-infeksi seperti kanker atau penyakit autoimun. Beberapa referensi, seperti Potter & Perry (2005) dan Sarasvati (2010), digunakan untuk mendukung penjelasan mengenai konsep hipertermi dan berbagai tipenya.

2. Pengkajian Pasien An. N di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Bagian ini menjabarkan pengkajian pasien An. N, seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang dirawat di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada 18 Juni 2013. Pengkajian meliputi pemeriksaan fisik yang menunjukkan hipertermi dengan suhu tubuh 38°C, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 94x/i, dan respirasi 24x/i. Pasien juga mengeluh nyeri pada area abdomen kanan bawah, tepatnya di daerah insisi pasca-operasi appendictomy. Skala nyeri yang dilaporkan pasien adalah 3. Hasil pengkajian juga mencakup kondisi umum pasien yang terlihat lemas dan berkeringat, serta riwayat penyakit dari keterangan ibu pasien. Ibu pasien mengindikasikan bahwa penyakit ini adalah yang pertama kali dialami pasien dan dikaitkan dengan kebiasaan makan makanan pedas dan kurang mengkonsumsi makanan berserat. Pengkajian tambahan mencakup pemeriksaan fungsi penglihatan, motorik, dan pola aktivitas sehari-hari pasien pasca-operasi. Informasi detail mengenai kondisi pasien, termasuk tanda-tanda vital dan riwayat penyakit, sangat penting dalam menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat.

III.Intervensi dan Implementasi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi terapi farmakologis (antibiotik) dan non-farmakologis (meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi, konduksi, konveksi, atau radiasi). Pengkajian suhu tubuh secara berkala dan pemantauan tanda vital sangat penting. Tujuan perawatan adalah mengembalikan suhu tubuh An. N ke rentang normal (36,6°C) dan stabilisasi tanda vital lainnya dalam waktu 3x24 jam. RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan berperan penting dalam menyediakan fasilitas dan sumber daya yang mendukung implementasi intervensi ini.

1. Perencanaan Intervensi Keperawatan untuk Hipertermi

Bagian ini membahas perencanaan intervensi keperawatan untuk mengatasi hipertermi pada pasien. Perencanaan tersebut difokuskan pada upaya mempertahankan normotermia dan mengurangi faktor risiko yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Hasil yang diharapkan ditetapkan untuk memantau kemajuan perawatan, misalnya kesamaan antara masukan dan haluaran cairan untuk mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Intervensi meliputi terapi farmakologis seperti pemberian antibiotik setelah pengambilan kultur spesimen (urine, darah, sputum, dan luka) untuk mengidentifikasi dan menghilangkan bakteri pirogen penyebab demam. Perawat berperan penting dalam memastikan pemberian antibiotik yang tepat dan mendidik pasien tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan. Selain itu, perencanaan juga mencakup intervensi non-farmakologis untuk meningkatkan pengeluaran panas, meskipun penelitian terbaru yang dikutip dari Potter & Perry (2005) meragukan efektivitas metode tradisional seperti mandi tepid sponge dan kompres es dibandingkan dengan medikasi antipiretik. Metode yang lebih efektif adalah penggunaan selimut pendingin yang mensirkulasi air.

2. Implementasi dan Evaluasi Intervensi Keperawatan

Bagian ini menjelaskan implementasi intervensi keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh pasien. Prosedur yang digunakan bergantung pada penyebab demam, efek sampingnya, kekuatan, intensitas, dan durasi demam. Selain terapi farmakologis, intervensi non-farmakologis diterapkan untuk meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Meskipun metode tradisional seperti mandi tepid sponge telah digunakan, penelitian terbaru yang dikutip dari Potter & Perry (2005) menunjukkan bahwa metode tersebut kurang efektif dibandingkan dengan medikasi antipiretik. Implementasi juga mencakup pengukuran suhu tubuh secara berkala selama setiap fase demam, serta pemantauan tanda vital lainnya seperti nadi dan respirasi. Evaluasi keberhasilan intervensi dilakukan dengan memeriksa apakah suhu tubuh kembali normal, tanda vital stabil, dan pasien merasa nyaman. Tujuan perawatan adalah menurunkan suhu tubuh ke rentang normal (36,6°C) dan menstabilkan tanda vital dalam waktu 3x24 jam. Dalam hal ini, perawat melakukan palpasi kulit, dan observasi tanda-tanda seperti keringat dan menggigil untuk evaluasi.

IV.Kesimpulan dan Saran

Studi ini menyimpulkan bahwa Asuhan Keperawatan yang komprehensif terhadap pasien anak dengan hipertermi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan sangat penting untuk mencapai kesembuhan yang optimal. Saran diberikan kepada rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan, termasuk penatalaksanaan hipertermi, melalui diagnosa yang tepat dan intervensi keperawatan yang efektif. Penulisan ini juga mereferensikan beberapa buku ajar keperawatan, termasuk Potter & Perry (2005) dan Iqbal Wahid Mubarak (2007).

1. Kesimpulan Studi Kasus Hipertermi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Kesimpulan penelitian ini menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, khususnya termoregulasi, untuk menjaga kesehatan. Studi kasus An. N, seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang dirawat di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan karena appendiksitis dan menjalani appendictomy, menunjukkan adanya hipertermi dengan suhu tubuh 38°C dan nyeri pasca operasi. Penggunaan intervensi keperawatan yang direncanakan selama 3x24 jam berhasil mengatasi diagnosa prioritas hipertermi sesuai target. Diagnosa keperawatan kedua terkait dengan gangguan rasa nyaman juga teratasi dalam waktu 2x24 jam, mengakibatkan pasien dapat pulang dalam kondisi yang telah pulih. Kesimpulan ini memperkuat pentingnya asuhan keperawatan yang komprehensif dan tepat sasaran dalam menangani hipertermi pada anak. Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2013, menunjukkan keberhasilan dalam mencapai tujuan perawatan dalam jangka waktu yang ditentukan. Penelitian ini memberikan bukti empiris akan efektivitas intervensi keperawatan yang direncanakan dalam menangani kasus hipertermi pada anak di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

2. Saran untuk Peningkatan Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Saran yang diberikan dalam penelitian ini difokuskan pada peningkatan pelayanan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien dan terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya dalam hal asuhan keperawatan untuk hipertermi. Peningkatan mutu pelayanan ini meliputi penentuan diagnosa yang tepat dan pemberian asuhan keperawatan yang efektif untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan. Saran ini menekankan pentingnya konsistensi dan ketepatan dalam penerapan prosedur keperawatan untuk kasus hipertermi, mulai dari tahap pengkajian, perencanaan intervensi, implementasi, hingga evaluasi. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir risiko komplikasi dan memastikan kesembuhan pasien secara optimal. Saran ini juga berimplikasi pada perlunya pelatihan dan peningkatan kapasitas perawat dalam menangani kasus hipertermi pada anak, sehingga mereka mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan sesuai standar.