Asuhan Keperawatan pada Ny. B: Fokus pada Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman

Asuhan Keperawatan pada Ny. B: Fokus pada Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman

Informasi dokumen

Penulis

Sri Nurhafni Sihotang

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Keperawatan
Jenis dokumen Tugas Akhir
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 2.69 MB
  • Asuhan Keperawatan
  • Kebutuhan Dasar
  • Manajemen Nyeri

Ringkasan

I.Studi Kasus Penatalaksanaan Nyeri pada Pasien Stroke Hemoragik

Tugas akhir ini membahas asuhan keperawatan pada Ny. B, seorang pasien stroke hemoragik di RSUP H. Adam Malik Medan, yang mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri). Keluhan utama Ny. B adalah nyeri kepala dan tangan, dengan skala nyeri mencapai 6. Diagnosa keperawatan utama adalah gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Studi kasus ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pada pasien stroke, termasuk aspek fisiologis dan psikologis, serta mengevaluasi intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Studi ini dilakukan pada periode 17-21 Juni 2013 di ruangan RA4, kamar III 2, RSUP H. Adam Malik Medan. Data pengkajian nyeri meliputi lokasi, intensitas, kualitas nyeri, dan respon pasien, menggunakan berbagai metode termasuk skala nyeri (misalnya skala numerik 0-10). Intervensi keperawatan yang diterapkan difokuskan pada manajemen nyeri, termasuk monitoring tanda vital, edukasi pasien dan keluarga, serta teknik relaksasi. Evaluasi menunjukkan bahwa meskipun intervensi dilakukan, nyeri masih dirasakan pasien, menandakan perlunya pengembangan strategi penatalaksanaan nyeri yang lebih komprehensif pada kasus serupa. Diagnosa keperawatan lain yang muncul meliputi gangguan mobilitas fisik dan kurang pengetahuan.

1. Studi Kasus Pasien Ny. B

Studi kasus ini berfokus pada Ny. B, pasien stroke hemoragik di RSUP H. Adam Malik Medan. Periode pengamatan adalah 17-21 Juni 2013 di ruangan RA4, kamar III 2. Keluhan utama Ny. B sebelum masuk rumah sakit adalah nyeri leher dan tangan kanan serta kiri yang sulit digerakkan. Diagnosis medisnya adalah stroke hemoragik, ditandai dengan pecahnya pembuluh darah di otak. Dua masalah keperawatan utama yang diidentifikasi adalah gangguan rasa nyaman (nyeri) dan gangguan mobilitas fisik. Nyeri yang dialami Ny. B memiliki skala 6, dengan tekanan darah 150/90 mmHg, denyut jantung 90x/menit, respirasi 28x/menit, dan suhu tubuh 37°C. Studi ini menganalisis penatalaksanaan nyeri pada pasien stroke hemoragik, meliputi pengkajian, intervensi, dan evaluasi efektivitas perawatan yang diberikan. Dokumen ini mencatat observasi, data subjektif dari pasien dan data objektif yang dikumpulkan selama proses perawatan, untuk menganalisis efektivitas penanganan nyeri pada pasien stroke.

2. Pengkajian Nyeri dan Faktor faktor yang Mempengaruhi

Bagian pengkajian nyeri mendalam mencakup data subjektif (pernyataan pasien) dan objektif (observasi). Pasien melaporkan nyeri kepala dan tangan, dengan skala nyeri 6. Observasi menunjukkan pasien meringis dan gelisah. Data objektif mencakup tekanan darah, denyut jantung, dan respirasi. Dokumen menjelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi nyeri, seperti jenis dan karakteristik nyeri (akut/kronis, nyeri perifer), usia, latar belakang etnis dan budaya, pengalaman nyeri sebelumnya, ansietas dan stres, serta dukungan sosial. Berbagai skala nyeri, termasuk skala numerik dan skala wajah (Wong-Baker FACES), digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Pentingnya memahami faktor-faktor ini dalam merencanakan intervensi keperawatan yang efektif ditekankan. Dokumen ini menekankan pentingnya pendekatan holistik, mempertimbangkan aspek fisik dan psikologis pasien dalam penatalaksanaan nyeri.

3. Intervensi dan Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi pemantauan tanda vital (tekanan darah, denyut jantung, respirasi), edukasi pasien dan keluarga mengenai manajemen nyeri, dan penggunaan teknik relaksasi. Intervensi lain yang dipertimbangkan termasuk terapi keluarga atau kelompok. Tujuan utama intervensi adalah mengurangi intensitas nyeri, meningkatkan kenyamanan pasien, dan memperbaiki mobilitas. Rasional setiap intervensi dijelaskan untuk mendukung pendekatan yang komprehensif dan berbasis bukti. Dokumentasi tersebut secara jelas menjabarkan intervensi yang dirancang untuk mengatasi diagnosis keperawatan utama: gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, rencana perawatan juga mempertimbangkan diagnosa keperawatan lain yang mungkin muncul, seperti gangguan mobilitas fisik dan kurang pengetahuan.

4. Evaluasi dan Hasil Perawatan

Evaluasi dilakukan setelah lima hari perawatan. Meskipun intervensi dilakukan, nyeri masih dilaporkan pasien, dengan skala nyeri tetap pada angka 6. Tanda vital seperti tekanan darah, denyut jantung, dan respirasi masih menunjukkan abnormalitas. Hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi nyeri pasien. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya evaluasi berkelanjutan dan penyesuaian rencana perawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Studi ini menyimpulkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan pengembangan strategi penatalaksanaan nyeri yang lebih efektif dalam kasus-kasus serupa di masa mendatang. Evaluasi ini menyoroti kebutuhan akan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan strategi pengelolaan nyeri pada pasien stroke hemoragik, khususnya dalam konteks intervensi yang telah diterapkan.

II.Pengkajian Nyeri dan Faktor faktor yang Mempengaruhi

Bagian ini menjelaskan proses pengkajian nyeri pada pasien, meliputi pengumpulan data subjektif (pernyataan pasien tentang nyeri) dan objektif (observasi tanda-tanda vital, ekspresi wajah, dan perilaku pasien). Berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri dibahas, antara lain: jenis dan karakteristik nyeri (akut vs kronis, nyeri perifer), usia, etnis dan budaya, pengalaman nyeri sebelumnya, ansietas dan stres, serta dukungan sosial. Metode pengkajian nyeri yang digunakan mencakup skala nyeri (skala numerik dan skala wajah seperti Wong-Baker FACES). Pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk perencanaan intervensi keperawatan yang efektif ditekankan.

1. Pengumpulan dan Jenis Data Nyeri

Proses pengkajian nyeri melibatkan pengumpulan data secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan keperawatan. Pengumpulan data dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit (initial assessment), selama perawatan (ongoing assessment), dan dengan pengkajian ulang (re-assessment). Data dikumpulkan melalui dua pendekatan: data subjektif dan objektif. Data subjektif berasal dari pernyataan pasien mengenai persepsi, perasaan, dan ide tentang kondisi kesehatannya, termasuk nyeri, kelemahan, ketakutan, kecemasan, dan mual. Data objektif didapatkan melalui observasi dan pengukuran menggunakan panca indera, seperti frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah, berat badan, dan tingkat kesadaran. Akurasi data sangat penting; perawat harus memvalidasi data yang meragukan dan berkonsultasi jika diperlukan. Sumber data sekunder juga digunakan, seperti informasi dari keluarga atau teman pasien jika pasien mengalami kesulitan berkomunikasi.

2. Faktor faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Reaksi Nyeri

Dokumen mengidentifikasi beberapa faktor yang memengaruhi reaksi individu terhadap nyeri. Makna nyeri bagi individu, tingkat persepsi nyeri, dan pengalaman masa lalu sangat berpengaruh. Nilai budaya dan harapan sosial juga berperan, demikian pula dengan kesehatan fisik dan mental, sikap orang tua terhadap nyeri (pada anak), lokasi nyeri, perasaan takut atau cemas, dan upaya mengurangi respons terhadap stresor. Usia juga merupakan faktor penting; anak-anak mungkin kurang mampu mengungkapkan nyeri, sementara lansia mungkin mengalami prevalensi nyeri lebih tinggi akibat penyakit kronis. Meskipun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, efek analgesik mungkin menurun karena perubahan fisiologis. Latar belakang etnis dan budaya memengaruhi ekspresi nyeri; beberapa budaya lebih ekspresif daripada yang lain. Ansietas sering menyertai nyeri, dan kemampuan mengontrol nyeri memengaruhi persepsi nyeri. Dukungan sosial juga penting; individu yang sendirian cenderung merasakan nyeri lebih berat. Berbagai skala nyeri dijelaskan, termasuk McGill Pain Scale dan Wong-Baker FACES Pain Rating Scale.

3. Pengkajian Nyeri Lokasi Respon Afektif dan Perilaku Pengaruh terhadap Kehidupan

Pengkajian nyeri meliputi penentuan adanya nyeri, meskipun tidak ada cedera yang terlihat. Lokasi nyeri diidentifikasi melalui keterangan pasien; perawat membantu melokalisasi nyeri secara spesifik. Respon afektif, seperti ansietas dan depresi, juga dikaji melalui pertanyaan langsung dan observasi perilaku. Perubahan perilaku sebagai respons terhadap nyeri, seperti perubahan posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, atau ekspresi wajah, juga diamati dan dicatat. Pengkajian juga meneliti bagaimana nyeri memengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Perawat perlu mengkaji mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri, termasuk cara-cara yang digunakan klien untuk mengurangi nyeri dan keefektifannya selama perawatan di rumah sakit. Dokumen menyoroti pentingnya mencatat semua aspek tersebut untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif. Data fokus dikumpulkan untuk memahami perubahan dan respons klien terhadap masalah kesehatannya.

III.Intervensi dan Perencanaan Keperawatan

Bagian ini memaparkan intervensi keperawatan yang diterapkan untuk mengatasi nyeri pada pasien stroke, termasuk pemantauan tanda vital, edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen nyeri, penggunaan teknik relaksasi, dan perencanaan intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan lainnya seperti gangguan mobilitas fisik dan kurangnya pengetahuan. Intervensi ini bertujuan untuk mengurangi intensitas nyeri, meningkatkan kenyamanan pasien, dan memperbaiki mobilitas. Rasional setiap intervensi dijelaskan untuk mendukung pendekatan yang komprehensif dan berbasis bukti dalam penatalaksanaan nyeri.

1. Monitoring Tanda Vital dan Observasi Nyeri

Intervensi keperawatan dimulai dengan monitoring tanda vital pasien secara rutin. Hal ini meliputi pemantauan tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan. Perubahan pada tanda vital dapat mengindikasikan tingkat keparahan nyeri dan respons pasien terhadap perawatan. Selain itu, observasi terhadap tanda-tanda nyeri nonverbal juga dilakukan. Tanda-tanda tersebut meliputi ekspresi wajah (meringis, mengerutkan dahi), posisi tubuh, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis (keringat dingin), dan perubahan frekuensi jantung atau pernapasan. Observasi ini penting karena pasien mungkin tidak selalu dapat mengekspresikan nyeri secara verbal. Penggunaan skala nyeri (0-10) juga dilakukan untuk mengukur intensitas nyeri secara kuantitatif. Data ini digunakan untuk menilai efektivitas intervensi dan memandu keputusan perawatan selanjutnya. Observasi yang cermat dan dokumentasi yang akurat adalah kunci untuk memantau perkembangan kondisi pasien dan membuat intervensi yang tepat waktu dan efektif.

2. Edukasi Pasien dan Keluarga serta Teknik Relaksasi

Edukasi pasien dan keluarga merupakan bagian penting dari perencanaan keperawatan. Pasien dan keluarga perlu memahami pentingnya nutrisi bagi pemulihan dan diberikan edukasi tentang cara mengelola nyeri. Perawat juga harus mengkaji kemampuan pasien dalam mengunyah dan menelan. Posisi kepala yang lebih tinggi selama dan setelah makan direkomendasikan. Stimulasi manual bibir untuk membuka dan menutup mulut mungkin diperlukan. Teknik relaksasi, seperti pernapasan dalam dan imajinasi, diajarkan kepada pasien untuk membantu mengelola nyeri dan mengurangi kecemasan. Penjelasan yang jelas mengenai tujuan setiap tindakan keperawatan diberikan kepada pasien dan keluarga untuk meningkatkan kepatuhan dan kolaborasi dalam proses penyembuhan. Peran keluarga dalam mendukung pasien untuk meminimalkan nyeri juga ditekankan. Penting untuk memastikan pasien dan keluarga memahami tujuan dari setiap tindakan perawatan yang dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan keberhasilan perawatan.

3. Terapi Modalitas dan Pertimbangan Lainnya

Selain monitoring dan edukasi, rencana perawatan juga mempertimbangkan berbagai terapi modalitas lain yang dapat membantu pasien beradaptasi dengan nyeri. Terapi ini mungkin termasuk terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, atau program latihan. Tujuannya adalah untuk membantu pasien mengembangkan mekanisme koping yang efektif untuk mengatasi nyeri. Perawatan juga mempertimbangkan masalah keperawatan lainnya yang mungkin terjadi, seperti gangguan mobilitas fisik, kurang pengetahuan, dan gangguan komunikasi verbal. Untuk gangguan mobilitas fisik, intervensi mungkin termasuk latihan rentang gerak dan bantuan mobilitas. Untuk kurang pengetahuan, edukasi tentang kondisi pasien dan manajemen penyakit menjadi penting. Gangguan komunikasi verbal memerlukan strategi komunikasi alternatif. Semua intervensi ini dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencapai hasil perawatan yang optimal. Penting untuk mengingat bahwa pendekatan holistik sangat penting dalam manajemen nyeri.

IV.Evaluasi dan Hasil

Bagian ini menyajikan evaluasi hasil intervensi keperawatan yang dilakukan selama lima hari. Meskipun beberapa intervensi dilakukan, evaluasi menunjukkan bahwa nyeri masih dirasakan pasien. Data vital seperti tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan dipantau. Skala nyeri tetap tinggi, mengindikasikan perlunya revisi rencana perawatan untuk meningkatkan efektivitas penatalaksanaan nyeri pada pasien stroke. Kesimpulannya menunjukan perlunya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan strategi pengelolaan nyeri pada pasien stroke hemoragik.

1. Hasil Evaluasi Setelah Implementasi Intervensi

Evaluasi dilakukan setelah implementasi intervensi keperawatan selama lima hari. Meskipun berbagai intervensi telah dilakukan, seperti pemantauan tanda vital, edukasi pasien dan keluarga, serta penerapan teknik relaksasi, evaluasi menunjukkan bahwa nyeri pada pasien masih ada dan intensitasnya tetap tinggi (skala nyeri 6). Pasien masih tampak meringis kesakitan. Tanda-tanda vital juga masih menunjukkan adanya abnormalitas: tekanan darah 150/90 mmHg, denyut jantung 90x/menit, dan frekuensi pernapasan 28x/menit. Suhu tubuh pasien 37°C. Hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa intervensi yang telah dilakukan belum sepenuhnya efektif dalam mengurangi nyeri pasien. Temuan ini penting untuk merencanakan langkah selanjutnya dalam penatalaksanaan nyeri pasien.

2. Analisis dan Implikasi Hasil Evaluasi

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun intervensi keperawatan telah dilakukan, nyeri pada pasien belum teratasi sepenuhnya. Hal ini mengindikasikan perlunya evaluasi dan revisi rencana perawatan. Beberapa faktor mungkin berkontribusi terhadap kurangnya efektivitas intervensi, seperti kompleksitas nyeri pada pasien stroke hemoragik, keterbatasan intervensi non-farmakologis, atau faktor individu pasien yang belum teridentifikasi secara optimal. Hasil ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam penatalaksanaan nyeri dan perlunya evaluasi yang berkelanjutan untuk mengoptimalkan rencana perawatan. Studi ini menyoroti kebutuhan akan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan strategi pengelolaan nyeri pada pasien stroke hemoragik, termasuk mengeksplorasi intervensi yang lebih efektif dan mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin memengaruhi respons pasien terhadap perawatan. Evaluasi ini juga menyoroti pentingnya dokumentasi yang cermat untuk memantau kemajuan pasien dan memandu pengambilan keputusan.

3. Kesimpulan dan Saran untuk Perawatan Lanjutan

Kesimpulannya, meskipun berbagai intervensi keperawatan telah dilakukan, nyeri pada pasien stroke hemoragik dalam studi kasus ini masih belum teratasi sepenuhnya setelah lima hari perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi penatalaksanaan nyeri yang digunakan masih membutuhkan perbaikan dan pengembangan. Saran untuk perawatan lanjutan termasuk mengevaluasi ulang faktor-faktor yang mungkin berkontribusi pada nyeri yang persisten, mempertimbangkan intervensi farmakologis jika diperlukan, serta memperkuat kolaborasi antar tim medis. Penelitian lebih lanjut sangat direkomendasikan untuk mengidentifikasi intervensi yang lebih efektif dalam manajemen nyeri pada pasien stroke hemoragik. Penting untuk menekankan pendekatan yang holistik dan berbasis bukti dalam penatalaksanaan nyeri untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Studi kasus ini memberikan gambaran nyata tentang tantangan dalam mengelola nyeri pada populasi pasien tertentu, dan hasil ini dapat digunakan untuk meningkatkan praktik keperawatan di masa mendatang.