
Analisis Ujaran Interpersonal dalam Wacana Kelas
Informasi dokumen
Penulis | Liesna Andriany |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Linguistik |
Tempat | Medan |
Jenis dokumen | Disertasi |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 2.36 MB |
- Linguistik
- Wacana Kelas
- Disertasi
Ringkasan
I.Analisis Modus dan Modalitas dalam Wacana Kelas Bahasa Indonesia
Penelitian ini menganalisis ujaran interpersonal dalam wacana kelas Bahasa Indonesia di SMA, menggunakan kerangka teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF). Fokus utama adalah pada penggunaan modus (IND-DEK, IND-INT, IMP, PEN) dan modalitas (modalisasi dan modulasi) oleh guru dan siswa. Hasil penelitian menunjukkan dominasi modus IND-DEK (informatif-deklaratif) yang mencerminkan peran guru sebagai pemberi informasi. Modus IND-INT (interogatif) juga signifikan, menunjukkan upaya guru untuk memotivasi siswa dan meningkatkan partisipasi aktif. Modus IMP (imperatif) digunakan untuk memberikan instruksi, dan modus PEN (persuasif) untuk mengajak atau menawarkan. Analisis modalitas menunjukkan penggunaan modalisasi kemungkinan dengan derajat tinggi oleh guru, mencerminkan keyakinan mereka terhadap informasi yang disampaikan, sementara siswa cenderung menggunakan derajat menengah ke bawah. Penelitian ini dilakukan di tiga SMA di Medan (SMA Prayatna, SMA Swasta Budi Agung, dan SMA Panca Budi Medan) melibatkan 6 guru Bahasa Indonesia dengan pengalaman minimal 10 tahun dan 232 siswa kelas IX dan X.
1. Dominasi Modus IND DEK IND INT IMP dan PEN
Analisis ini mengungkap dominasi empat modus ujaran dalam wacana kelas Bahasa Indonesia. Modus IND-DEK (Indikatif-Deklaratif) mendominasi, didorong oleh fungsi guru sebagai penyampai informasi. Penggunaan modus ini bertujuan agar informasi ilmu pengetahuan tersampaikan kepada siswa. Selanjutnya, modus IND-INT (Indikatif-Interogatif) menempati urutan kedua, berfungsi memotivasi siswa, membangkitkan minat dan rasa ingin tahu, serta mengembangkan pola belajar aktif. Modus IMP (Imperatif) memotivasi siswa untuk bertindak, menyiapkan mereka memulai serangkaian aksi demi mencapai tujuan. Terakhir, modus PEN (Persuasif) digunakan secara persuasif oleh guru. Keempat modus ini mencerminkan ideologi guru sebagai pemegang kekuasaan manajerial dan otoritas keilmuan di kelas. Penggunaan polaritas positif dominan, menunjukkan sikap positif guru dan siswa terhadap materi pelajaran. Secara keseluruhan, pola penggunaan modus ini menggambarkan dinamika interaksi dan peran guru-siswa dalam proses belajar-mengajar.
2. Analisis Modalitas Modalisasi Kemungkinan dan Modulasi Keharusan
Analisis modalitas menunjukkan dominasi modalisasi kemungkinan dengan derajat menengah dan tinggi yang digunakan guru. Hal ini disebabkan keyakinan guru akan kepastian dan kebenaran informasi yang disampaikan. Sebaliknya, siswa lebih banyak menggunakan modalisasi kemungkinan dengan derajat menengah ke bawah, mengindikasikan tingkat kepastian dan kebenaran yang lebih rendah. Modulasi keharusan dengan derajat menengah dan tinggi banyak digunakan guru dengan nada imperatif dan instruktif, didorong oleh posisi guru yang lebih tinggi dari siswa. Dominasi modalitas keharusan menunjukkan adanya peran guru dalam mengarahkan dan menginstruksikan siswa selama proses pembelajaran. Perbedaan penggunaan modalitas antara guru dan siswa mencerminkan perbedaan persepsi dan tingkat pemahaman terhadap materi pelajaran.
3. Konteks Penelitian Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga sekolah menengah atas (SMA) di Medan: SMA Prayatna, SMA Swasta Budi Agung, dan SMA Panca Budi Medan. Penelitian berfokus pada siswa kelas IX dan X. Pemilihan sekolah didasarkan pada beberapa pertimbangan: reputasi sekolah yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan, kompetensi guru, administrasi yang teratur, fasilitas belajar yang lengkap, dan keragaman latar belakang sosial ekonomi siswa. Subjek penelitian terdiri dari 6 guru Bahasa Indonesia dengan pengalaman mengajar minimal 10 tahun dan 232 siswa. Guru dipilih berdasarkan kelancaran berbahasa, kefasihan berbicara, dan penggunaan metode pengajaran yang mendukung pengumpulan data perilaku semiotik yang kaya dalam interaksi kelas.
II.Leksikogramatika dan Metafungsi dalam Wacana Kelas
Penelitian ini juga menelaah leksikogramatika wacana kelas, menganalisis bagaimana pemilihan kata dan struktur kalimat merepresentasikan tiga metafungsi LSF: ideasional (pengungkapan pengalaman), interpersonal (interaksi sosial), dan tekstual (organisasi pesan). Analisis struktur klausa, struktur mood, dan modalitas digunakan untuk mengungkap bagaimana guru dan siswa membangun makna dan hubungan sosial dalam konteks pembelajaran. Penelitian mengacu pada konsep aksi dan reaksi dalam interaksi, mengamati bagaimana pilihan modus dan modalitas merefleksikan peran dan posisi sosial guru dan siswa. Konsep 'proposal' dan 'proposisi' digunakan untuk menjelaskan pertukaran informasi dan barang/jasa dalam interaksi kelas.
1. Leksikogramatika dalam Perspektif Linguistik Sistemik Fungsional LSF
Bagian ini membahas konsep leksikogramatika, yang merupakan gabungan leksis (kata dalam konteks) dan gramatika (sistem yang menunjukkan pilihan makna) dalam kerangka LSF. Berbeda dengan aliran linguistik lain yang memisahkan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai domain berbeda, LSF mengintegrasikan morfologi dan sintaksis dalam leksikogramatika, yang direalisasikan melalui fonologi atau grafologi. Pada LSF, leksis selalu berada dalam konteks penggunaan teks, tidak terpisah dari gramatika. Pemahaman leksikogramatika penting untuk memahami makna yang disampaikan dalam wacana. Analisis leksikogramatika menjadi sarana untuk memahami aspek-aspek linguistik lainnya dalam wacana, menjadikannya pembeda utama LSF dari teori tata bahasa lain. Penelitian ini berfokus pada potensi makna penutur (apa yang mereka maksud) bukan pada batasan-batasan apa yang bisa mereka katakan, sesuai pendekatan LSF yang berorientasi pada makna.
2. Metafungsi Bahasa Ideasional Interpersonal dan Tekstual
Analisis selanjutnya berfokus pada tiga metafungsi bahasa dalam LSF: ideasional, interpersonal, dan tekstual. Metafungsi ideasional berhubungan dengan bagaimana bahasa mengungkapkan pengalaman manusia terkait orang, tempat, benda, dan aktivitas. Makna ideasional diwujudkan melalui sistem transitif (proses, partisipan, dan sirkumstan). Metafungsi interpersonal membentuk hubungan sosial, merepresentasikan potensi makna penutur sebagai peserta interaksi. Fungsi klausa diinterpretasikan sebagai interaksi antara penutur/penulis dan pendengar/pembaca. Halliday mengilustrasikan interaksi sebagai hubungan antara pemberi dan penerima informasi. Metafungsi tekstual membahas pengorganisasian pesan, bagaimana klausa berhubungan dengan wacana dan konteks situasi. Ketiga metafungsi ini memiliki status yang sama dan relevan secara simultan pada setiap stratum sistem linguistik. Penelitian ini secara khusus mengkaji metafungsi interpersonal dalam wacana kelas pada tingkat klausa.
3. Analisis Klausa dan Sistem Modus dalam Metafungsi Interpersonal
Analisis metafungsi interpersonal pada tingkat klausa difokuskan pada sistem modus. Klausa dibagi menjadi indikatif (deklaratif dan interogatif) dan imperatif. Klausa indikatif-deklaratif (IND-DEK) berfungsi sebagai proposisi-memberi, klausa indikatif-interogatif (IND-INT) sebagai proposal-meminta, dan klausa imperatif (IMP) juga sebagai proposisi-meminta. Pilihan jenis klausa dan negosiasi (proposal-meminta, proposisi-memberi) mempengaruhi posisi penutur dan pendengar. Teks dengan banyak imperatif menunjukkan posisi penutur yang lebih superior. Analisis modus mencakup identifikasi mood (subjek dan finit) dan residu. Analisis ini juga mencakup perlakuan khusus untuk mengungkap finit yang laten, dengan memanjangkan grup nomina subjek. Analisis tersebut kemudian digunakan untuk mengidentifikasi modus deklaratif, interogatif, atau imperatif dari masing-masing klausa dan memahaminya dalam konteks interaksi kelas.
III.Kajian Pustaka dan Kerangka Teori
Penelitian ini didasarkan pada teori LSF, mempertimbangkan karya-karya peneliti sebelumnya tentang analisis wacana, khususnya analisis wacana kelas. Kajian pustaka menunjukkan bahwa penelitian sebelumnya sering memfokuskan pada aspek ideasional saja, sementara penelitian ini menitikberatkan pada aspek interpersonal. Penelitian ini juga memanfaatkan konsep aksi dan reaksi, serta bagaimana pilihan leksikogramatika merepresentasikan tujuan institusional dalam wacana kelas. Halliday's model menjadi kerangka kerja utama. Penelitian-penelitian terdahulu seperti Saragih (1995), Sinar (2002), dan lain-lain dijadikan sebagai rujukan.
1. Kerangka Teori Linguistik Sistemik Fungsional LSF
Penelitian ini berlandaskan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), yang memandang bahasa sebagai sistem semiotik sosial. LSF menganalisis bahasa melalui tiga metafungsi: ideasional (pengungkapan pengalaman), interpersonal (interaksi sosial), dan tekstual (organisasi pesan). Teori ini menekankan fungsi bahasa dalam konteks sosial dan menekankan pada potensi makna yang ingin disampaikan penutur, bukan hanya pada kaidah tata bahasa. Halliday (1985, 1994) dan Matthiessen (1992), serta Martin, Matthiessen, dan Painter (1997) menjadi rujukan utama dalam penerapan LSF. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja LSF untuk menganalisis wacana kelas, khususnya aspek interpersonal, yang sebelumnya kurang mendapat perhatian dalam penelitian sejenis. LSF dipilih karena pendekatannya yang tepat untuk mengkaji penggunaan bahasa dalam konteks pembelajaran di kelas.
2. Kajian Pustaka Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kajian pustaka merujuk beberapa penelitian terdahulu yang relevan. Penelitian Saragih (1995) menganalisis unsur realitas, aksi, dan reaksi dalam teks berita menggunakan LSF, meneliti variasi realisasi di berbagai strata bahasa dan konteks. Penelitian lain seperti Sinar (2002), Sopha (2005), Sriniwass (2006), dan Wiratno (2009) juga dikaji. Penelitian Sopha (2005) menganalisis aksi dan reaksi dalam pidato presiden, sementara Sriniwass (2006) meneliti logika semantik buku teks kimia. Wiratno (2009) meneliti teks ilmiah dalam jurnal. Meskipun penelitian-penelitian tersebut menggunakan LSF, fokus penelitian ini berbeda, yaitu pada aspek interpersonal dalam wacana kelas, sementara penelitian sebelumnya lebih menekankan pada aspek ideasional atau tekstual. Namun, penelitian-penelitian ini memberikan inspirasi dan beberapa konsep yang relevan, seperti analisis leksikogramatika dan penafsiran ideologi dalam wacana, diadopsi dalam penelitian ini.