Analisis Pelayanan Kesehatan di Klinik Al-Aziz dan Rumah Sakit Pemerintah di Pasuruan

Analisis Pelayanan Kesehatan di Klinik Al-Aziz dan Rumah Sakit Pemerintah di Pasuruan

Informasi dokumen

Sekolah

Universitas [Nama Universitas]

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat / Manajemen Kesehatan
Tempat Pasuruan
Jenis dokumen Skripsi/Tugas Akhir
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 218.95 KB
  • pelayanan kesehatan
  • rumah sakit
  • good governance

Ringkasan

I.Pelayanan Kesehatan di Pasuruan dan Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia

Dokumen ini meneliti kualitas pelayanan kesehatan di Kota Pasuruan, Jawa Timur, dengan fokus pada satu-satunya Rumah Sakit Umum dr. R. Soedarsono dan Klinik Al-Aziz sebagai representasi dari pelayanan publik di sektor kesehatan. Penelitian ini mengeksplorasi kepuasan pasien dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk permasalahan umum seperti lambatnya pelayanan, kurangnya responsif petugas, dan prosedur yang rumit. Dokumen juga membandingkan pelayanan di rumah sakit pemerintah dan swasta, mencatat perbedaan signifikan dalam kecepatan dan kemudahan akses, dengan rumah sakit swasta cenderung lebih responsif. Permasalahan ini dikaitkan dengan konsep good governance dan perlunya transparansi serta akuntabilitas dalam pelayanan publik di bidang kesehatan. Aspek jaminan kesehatan seperti ASKES, JAMSOSTEK, dan ASKESKIN juga dibahas, menunjukan perbedaan penerapannya di rumah sakit pemerintah dan swasta.

1. Gambaran Pelayanan Kesehatan di Pasuruan

Di Kota Pasuruan, hanya terdapat satu Rumah Sakit Umum, yaitu dr. R. Soedarsono, yang lokasinya strategis. Namun, keberadaan rumah sakit swasta atau klinik juga sangat dibutuhkan masyarakat. Penelitian ini berfokus pada Klinik Al-Aziz, sebuah klinik berskala kecil namun memiliki reputasi pelayanan yang baik dan memuaskan. Perbedaan kualitas pelayanan antara rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta menjadi sorotan utama, menunjukkan kebutuhan akan reformasi pelayanan publik di sektor kesehatan.

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Good Governance

Dokumen ini menghubungkan kualitas pelayanan kesehatan dengan konsep good governance. Pelayanan publik yang prima membutuhkan SDM yang siap dan sumber daya lainnya. Dalam konteks good governance, masyarakat harus diprioritaskan sebagai pengguna layanan yang harus dilayani dengan baik dan memuaskan. Prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif sangat penting untuk memastikan kualitas pelayanan yang optimal. Sayangnya, masih banyak keluhan masyarakat terkait pelayanan kesehatan publik di Indonesia, yang menunjukkan bahwa penyelenggara pelayanan publik masih jauh dari harapan dan bertentangan dengan aturan yang menjamin masyarakat berhak atas pelayanan berkualitas. Ketidakpastian waktu, biaya, dan cara pelayanan menjadi masalah utama, yang mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa biro.

3. Kekecewaan Masyarakat dan Jaminan Kesehatan

Kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia meliputi berbagai aspek, seperti lambatnya pelayanan, kurangnya responsif petugas, dan prosedur yang rumit di rumah sakit pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat. Praktik pelayanan publik masih penuh ketidakpastian, memaksa masyarakat untuk menggunakan jasa biro. Perbedaan signifikan ditemukan antara rumah sakit pemerintah dan swasta dalam hal respon terhadap pasien pengguna jaminan kesehatan seperti ASKES, JAMSOSTEK, dan ASKESKIN. Rumah sakit swasta cenderung lebih memperhatikan pasien, tanpa membedakan pengguna jaminan kesehatan atau tidak, sementara di rumah sakit pemerintah, pasien dengan ASKES seringkali kurang diperhatikan. Hal ini menunjukan perlunya peningkatan kualitas pelayanan dan kepatuhan terhadap hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, sopan, sabar, tanggap, dan telaten, tanpa memandang status jaminan kesehatan yang mereka miliki.

4. Kepuasan Pasien dan Kualitas Pelayanan

Kepuasan pasien merupakan indikator penting dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan. Kepuasan tersebut ditentukan oleh perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan harapan pasien. Kualitas pelayanan yang baik meliputi berbagai elemen, termasuk kualitas produk, kualitas pelayanan, performa, ketersediaan, daya tahan, estetika, keandalan, perawatan, logistik, dukungan, layanan pelanggan, pelatihan, pengiriman, penagihan, pengiriman, perbaikan, pemasaran, garansi, dan biaya siklus hidup. Rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta, harus menyediakan fasilitas dan alat kesehatan yang memadai untuk menjamin kesehatan pasien dan memenuhi kebutuhan mereka. Pentingnya kepuasan pelanggan dalam pelayanan kesehatan menjadi titik berat penilaian terhadap keberhasilan pelayanan yang diberikan. Pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jaminan kesehatan dan pelayanan publik yang optimal.

II.Produksi Garam di Madura dan Peran Pemerintah

Bagian lain dari dokumen ini membahas tantangan yang dihadapi petani garam di Madura, khususnya di Kabupaten Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Dokumen menyoroti permasalahan terkait impor garam ilegal, harga garam yang rendah di bawah Harga Pokok Pemerintah (HPP), dan penyerapan garam rakyat yang belum maksimal oleh PT Garam. Program pemerintah seperti PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) yang berupa bantuan dana dan pendampingan kepada petani garam juga dibahas. Penelitian mengeksplorasi bagaimana kebijakan pemerintah dan peran PT Garam mempengaruhi kesejahteraan petani garam dan pencapaian swasembada garam nasional. Target produksi garam nasional dan upaya pemerintah untuk mencapai swasembada garam di tahun 2014 juga dijelaskan, bersama dengan permasalahan seputar akses petani terhadap bantuan program PUGAR.

1. Produksi Garam di Madura Tantangan dan Potensi

Pulau Madura, khususnya Kabupaten Sumenep, Pamekasan, dan Sampang, memiliki potensi besar sebagai penghasil garam. Namun, petani garam dihadapkan pada berbagai permasalahan. Impor garam ilegal, terutama dari India, menyebabkan harga garam di pasaran jatuh di bawah Harga Pokok Pemerintah (HPP). Penyerapan garam rakyat oleh PT Garam Kalianget juga belum maksimal, hanya mencapai 30.000 ton dari target 100.000 ton pada tahun 2011. Kondisi ini membuat garam impor menguasai sekitar 70% pangsa pasar dalam negeri. Meskipun terdapat cadangan garam rakyat yang cukup signifikan (72.000 ton di tiga kabupaten tersebut), hal ini masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang mencapai 120.000 ton per bulan. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nasional ini memperlihatkan kelemahan dalam pengelolaan produksi garam dalam negeri. Pemerintah seakan mengabaikan usaha produksi pangan dalam negeri, memilih pasokan impor yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan penderitaan bertubi-tubi bagi petani garam di Madura.

2. Peran Pemerintah dalam Peningkatan Produksi Garam

Pemerintah berupaya meningkatkan produksi garam konsumsi melalui berbagai program, salah satunya adalah PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat). Program PUGAR, yang diluncurkan sejak 2011, memberikan bantuan langsung masyarakat (BLM) sebesar Rp 107,6 miliar kepada 29.000 petani yang tergabung dalam 3.035 kelompok. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi garam, baik kuantitas maupun kualitasnya. Produksi garam nasional meningkat signifikan dari 30.000 ton pada tahun 2010 menjadi 1,1 juta ton pada tahun 2011, dengan 880.000 ton diantaranya berasal dari petani garam rakyat penerima bantuan PUGAR. Target produksi garam konsumsi pada tahun 2012 ditargetkan mencapai 1,3 juta ton untuk mengantisipasi impor garam di tahun 2013. Program PUGAR juga mencakup pendampingan dari penyuluh kelautan dan perikanan. Namun, terdapat kendala akses bantuan PUGAR, misalnya permohonan bantuan yang ditolak dengan alasan tidak sesuai juknis, meskipun petani tersebut merupakan penyewa lahan dari PT Garam. Peran pemerintah dalam pengawasan dan dukungan berkelanjutan terhadap petani garam, dari proses produksi hingga pengelolaan hasil produksi dan kebijakan yang saling menguntungkan, sangat krusial untuk keberhasilan swasembada garam.

3. Swasembada Garam dan Kebutuhan Kebijakan

Pemerintah menargetkan swasembada garam pada tahun 2014. Upaya intensifikasi dilakukan melalui rehabilitasi prasarana dan sarana usaha garam rakyat, termasuk tambak, saluran tambak, tanggul, gudang, dan meja jemur, serta penyediaan sarana seperti pompa, kincir angin, dan gerobak sorong. Inovasi teknologi dengan penggunaan bahan aditif juga digalakkan. Namun, kesenjangan antara target swasembada garam dan realitas di lapangan masih terlihat. Perhatian dan pengawasan pemerintah secara berkala terhadap aktivitas dan kebutuhan petani garam sangat penting. Dukungan pemerintah yang komprehensif, mulai dari proses produksi yang tepat hingga pengelolaan hasil produksi dan kebijakan yang saling menguntungkan, menjadi kunci peningkatan kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan garam nasional. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan solusi bagi pemerintah dan petani garam di Kabupaten Sumenep untuk mengatasi kendala produksi dan usaha di bidang garam.

III.Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dengan metode pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Lokasi penelitian berada di Kota Pasuruan untuk bagian pelayanan kesehatan dan di Desa Gersik Putih, Kabupaten Sumenep untuk bagian produksi garam. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman, bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dan memberikan gambaran komprehensif tentang kualitas pelayanan kesehatan dan permasalahan produksi garam di lokasi penelitian. Metode triangulasi digunakan untuk meningkatkan keabsahan data.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif dipilih karena menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, serta perilaku yang dapat diamati. Jenis penelitian deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran dan analisis data dari lokasi penelitian berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian deskriptif dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian untuk memberikan deskripsi dan gambaran data serta menganalisis segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Observasi dilakukan dengan peneliti berperan serta dalam aktivitas subjek penelitian. Data dari observasi dicatat dalam database kualitatif. Wawancara dilakukan dengan subjek penelitian terpilih menggunakan pedoman wawancara untuk memperoleh data yang memadai. Teknik wawancara dipilih untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat. Beberapa teknik wawancara dapat digunakan sesuai situasi dan kondisi. Studi dokumentasi mencakup catatan lapangan, dokumentasi, dokumen resmi, gambar, dan foto sebagai data pelengkap. Penggunaan metode triangulasi data juga dijelaskan untuk meningkatkan keabsahan data. Proses reduksi data dilakukan untuk mengorganisir data dan memverifikasi kesimpulan.

3. Lokasi dan Analisis Data

Lokasi penelitian untuk bagian pelayanan kesehatan adalah Kota Pasuruan. Untuk bagian produksi garam, lokasi penelitian adalah Desa Gersik Putih, Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan sebagai sentra produksi garam dengan berbagai status tambak garam, dan keberadaan Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR). Data primer diperoleh dari orang-orang yang dianggap mengetahui dan dapat dipercaya sebagai sumber informasi. Data sekunder juga digunakan sebagai pertimbangan. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga komponen analisis. Proses analisis data bersifat interaktif, berlangsung terus menerus, mulai dari sebelum pengumpulan data hingga penarikan kesimpulan final. Teknik triangulasi digunakan untuk meningkatkan validitas data, memastikan kebenaran dan kualitas data yang diperoleh.