
Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Rehabilitasi
Informasi dokumen
Penulis | Octariany |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Kedokteran Paru |
Jenis dokumen | Thesis |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 4.71 MB |
- Kualitas Hidup
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik
- Rehabilitasi Paru
Ringkasan
I.Hasil Penelitian Efek Rehabilitasi Paru terhadap Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
Penelitian ini di RSUP H. Adam Malik Medan melibatkan 14 pasien PPOK (semua laki-laki, rata-rata usia >66 tahun) dengan riwayat merokok berat (Indeks Brinkman >600). Sebagian besar pasien (42.9%) menderita PPOK derajat berat (30% < VEP1 < 50% nilai prediksi). Setelah mengikuti program rehabilitasi paru selama 8 minggu, terjadi peningkatan bermakna pada jarak tempuh Uji Jalan 6 Menit (81,21 meter) dan penurunan bermakna pada skor CAT (COPD Assessment Test) (7,07 poin), menunjukkan peningkatan kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan tidak ada perubahan bermakna pada fungsi paru setelah rehabilitasi, konsisten dengan sifat progresif PPOK.
1. Karakteristik Sampel Penderita PPOK
Penelitian ini melibatkan 14 sampel penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang semuanya berjenis kelamin laki-laki (100%). Rata-rata usia penderita di atas 66 tahun. Semua peserta memiliki riwayat merokok dengan rata-rata nilai Indeks Brinkman lebih dari 600, mengindikasikan derajat keparahan merokok yang tinggi. Berdasarkan hasil spirometri, sebagian besar penderita PPOK termasuk dalam kategori derajat berat, ditunjukkan oleh nilai VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa 1 detik) antara 30% dan 50% dari nilai prediksi. Data demografis ini memberikan gambaran profil pasien yang diteliti, yang mana mayoritas adalah mantan perokok dengan PPOK berat dan usia lanjut. Informasi ini penting untuk memahami konteks penelitian dan interpretasi hasil. Karakteristik ini perlu dipertimbangkan saat membandingkan hasil penelitian dengan studi serupa, mengingat faktor usia dan riwayat merokok yang signifikan dalam perkembangan dan keparahan PPOK.
2. Pengaruh Rehabilitasi Paru terhadap Uji Jalan 6 Menit
Salah satu hasil utama penelitian ini adalah peningkatan yang bermakna pada rata-rata jarak tempuh Uji Jalan 6 Menit setelah para penderita mengikuti program rehabilitasi paru. Peningkatan tersebut mencapai 81,21 meter. Temuan ini menunjukkan dampak positif rehabilitasi paru terhadap kapasitas fungsional penderita PPOK, khususnya dalam hal kemampuan berjalan. Kemampuan berjalan merupakan indikator penting dari kualitas hidup dan aktivitas fisik sehari-hari pada penderita PPOK. Peningkatan yang signifikan ini menunjukkan bahwa program rehabilitasi paru efektif dalam meningkatkan kapasitas dan ketahanan fisik penderita. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang telah menunjukkan manfaat rehabilitasi paru dalam memperbaiki kapasitas latihan dan mengurangi keterbatasan aktivitas pada penderita PPOK. Data ini perlu dikaji lebih lanjut untuk menentukan signifikansi klinisnya dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.
3. Pengaruh Rehabilitasi Paru terhadap Kualitas Hidup CAT
Penelitian ini juga meneliti pengaruh rehabilitasi paru terhadap kualitas hidup penderita PPOK menggunakan kuesioner CAT (COPD Assessment Test). Hasilnya menunjukkan penurunan yang bermakna pada nilai CAT sebesar 7,07 poin setelah menjalani program rehabilitasi paru. Penurunan nilai CAT menunjukkan peningkatan kualitas hidup yang signifikan. Skor CAT yang lebih rendah mengindikasikan penurunan gejala-gejala PPOK seperti sesak napas, batuk, dan produksi dahak, serta peningkatan kemampuan beraktivitas. Penggunaan CAT sebagai alat ukur kualitas hidup dalam penelitian ini memberikan data kuantitatif yang objektif mengenai dampak rehabilitasi paru terhadap aspek psikososial dan fungsional kehidupan sehari-hari penderita. Hasil ini penting untuk menguatkan manfaat rehabilitasi paru dalam meningkatkan kesejahteraan penderita PPOK secara holistik.
II.Tinjauan Pustaka PPOK Faktor Risiko dan Rehabilitasi Paru
Tinjauan pustaka membahas definisi PPOK menurut GOLD, menekankan peran merokok dan polusi udara sebagai faktor risiko utama. Studi-studi sebelumnya menunjukkan manfaat rehabilitasi paru dalam meningkatkan kapasitas latihan, kekuatan otot, dan kualitas hidup pasien PPOK. Rehabilitasi paru meliputi edukasi pasien, latihan pernapasan (termasuk PLB), terapi fisik dada, dan latihan fisik (endurance dan resistance training) untuk memperbaiki fungsi paru dan mengurangi gejala. Penggunaan CAT dan Uji Jalan 6 Menit dibahas sebagai alat ukur yang efektif untuk menilai kualitas hidup dan kapasitas fungsional pasien PPOK.
1. Definisi dan Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
Bagian ini mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), yaitu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas berbahaya. Disebutkan juga bahwa di Indonesia, data prevalensi PPOK masih belum akurat, tetapi berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), penyakit paru, termasuk PPOK, berkontribusi terhadap sepertiga morbiditas dan mortalitas. SKRT 1992 menempatkan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6, sedangkan pada SKRT 1995 naik ke peringkat kelima. Asap rokok diidentifikasi sebagai faktor risiko utama, menyebabkan kerusakan jaringan paru, disfungsi mukosilier, dan inflamasi saluran napas serta sistemik. Gejala-gejala PPOK seperti sesak napas, batuk, produksi sputum, kelelahan, dan intoleransi latihan dijelaskan sebagai faktor penentu kualitas hidup penderita. Pemeriksaan fisik seringkali tidak menunjukkan banyak abnormalitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa di Amerika Serikat, biaya penatalaksanaan PPOK mencapai 29,5 US$ per tahun, dengan biaya tak langsung sebesar 20,4 US$.
2. Faktor Risiko dan Patofisiologi PPOK
Tinjauan pustaka ini menjelaskan bahwa sebagian besar penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berusia 71-80 tahun, dan sebagian besar adalah laki-laki. Spirometri dijelaskan sebagai metode baku emas untuk mendiagnosis PPOK, dengan penurunan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa 1 detik) dan KVP (Kapasitas Vital Paksa) sebagai indikator utama. Penelitian terkini menunjukkan bahwa PPOK memiliki efek sistemik, termasuk inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf, dan efek pada tulang rangka. Disfungsi otot rangka, diakibatkan oleh kurangnya aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi, penggunaan kortikosteroid, hipoksemia, dan gangguan elektrolit, menjadi penyebab utama keterbatasan aktivitas dan intoleransi latihan. Inflamasi sistemik dikaitkan dengan kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting, gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi, dan kanker. Perubahan pada otot rangka, termasuk penurunan persentase serat otot tipe I dan peningkatan stres oksidatif, juga dijelaskan sebagai kontributor utama kelemahan otot pada penderita PPOK.
3. Rehabilitasi Paru pada PPOK Tujuan Komponen dan Manfaat
Bagian ini menjelaskan sejarah rehabilitasi paru yang awalnya dikembangkan untuk penderita PPOK, dan kemudian diterapkan pada berbagai penyakit paru kronik lainnya. Rehabilitasi paru bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat kemampuan tertinggi penderita agar mandiri dan berguna bagi lingkungannya. Program rehabilitasi paru meliputi edukasi pasien tentang penyakitnya, pilihan terapi, dan strategi penanganannya, serta mendorong partisipasi aktif pasien dalam perawatan kesehatannya. Komponen rehabilitasi paru meliputi evaluasi medis untuk menilai kondisi pasien, terapi fisik dada untuk membantu pengeluaran sekret, latihan pernapasan (termasuk latihan pernapasan bibir mengembung - PLB) untuk meningkatkan efisiensi pernapasan, dan latihan fisik (endurance dan resistance training) untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kapasitas fungsional, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi kekambuhan eksaserbasi. Studi-studi sebelumnya menunjukkan peningkatan kapasitas latihan, kekuatan otot, dan kualitas hidup setelah menjalani program rehabilitasi paru. Terapi fisik dada bertujuan untuk membersihkan saluran napas dan mencegah penumpukan sekret. Meskipun tidak ada penurunan fungsi paru spesifik sebagai standar, rehabilitasi paru umumnya diindikasikan untuk penderita dengan gejala pernapasan menetap, penurunan kapasitas latihan, dan penurunan kualitas hidup.
III.Karakteristik Pasien dan Hasil Spirometri
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dengan metode consecutive sampling. Semua 14 peserta adalah laki-laki, usia >60 tahun (57,1%). Sebelum rehabilitasi, sebagian besar pasien dikategorikan sebagai PPOK derajat berat berdasarkan hasil spirometri (VEP1). Meskipun program rehabilitasi paru terbukti meningkatkan kualitas hidup dan jarak tempuh Uji Jalan 6 Menit, tidak ada perbedaan bermakna pada hasil spirometri setelah intervensi, sejalan dengan sifat progresif penyakit.
1. Karakteristik Demografis Peserta Penelitian
Studi ini melibatkan 14 peserta, seluruhnya laki-laki (100%), dengan rata-rata usia di atas 66 tahun. Semua peserta berasal dari poliklinik PPOK RSUP H. Adam Malik Medan dan dipilih menggunakan metode consecutive sampling. Riwayat merokok pada semua peserta dikategorikan berat, dengan rata-rata nilai Indeks Brinkman lebih dari 600. Profil demografis ini—laki-laki, usia lanjut, dan riwayat merokok berat—menunjukkan kelompok studi yang rentan terhadap PPOK berat. Data ini penting untuk dipertimbangkan dalam konteks interpretasi hasil dan perbandingan dengan studi lain. Komposisi gender yang homogen (hanya laki-laki) perlu dipertimbangkan sebagai keterbatasan studi, karena prevalensi PPOK dapat berbeda antara jenis kelamin. Usia rata-rata yang tinggi juga relevan karena menunjukkan populasi yang rentan mengalami penurunan fungsi paru seiring bertambahnya usia.
2. Hasil Spirometri dan Derajat Keparahan PPOK
Hasil spirometri menunjukkan bahwa sebagian besar peserta (42.9%) menderita PPOK derajat berat. Hal ini ditandai dengan nilai VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa 1 detik) yang berada di antara 30% dan 50% dari nilai prediksi. Penggunaan spirometri untuk menentukan derajat keparahan PPOK sesuai dengan standar diagnostik. Proporsi besar peserta dengan PPOK derajat berat menunjukkan adanya kemungkinan besar kondisi kesehatan paru yang signifikan pada kelompok studi ini, yang perlu dipertimbangkan dalam konteks efektivitas program rehabilitasi paru. Temuan ini memberikan gambaran dasar kondisi paru-paru peserta sebelum dan sesudah mengikuti program intervensi. Perlu diingat bahwa spirometri hanya salah satu aspek penilaian fungsi paru dan keparahan penyakit, serta perlu dipertimbangkan bersamaan dengan aspek klinis lainnya.
IV.Pembahasan Interpretasi Hasil dan Perbandingan dengan Studi Lain
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan bermakna pada Uji Jalan 6 Menit setelah rehabilitasi paru, konsisten dengan temuan studi lain yang menunjukkan peningkatan jarak tempuh minimal 50-54 meter sebagai MICD (minimum clinically important difference). Penurunan skor CAT menunjukkan peningkatan kualitas hidup. Hasil ini dibandingkan dengan studi-studi lain dari Yunus (RSUP Persahabatan), Wihastuti, Riyadi, dan Amira yang juga meneliti karakteristik pasien PPOK dan efek rehabilitasi di Indonesia. Perbedaan dalam proporsi jenis kelamin dan usia pasien dijelaskan melalui faktor risiko seperti merokok dan lingkungan kerja. Ketidakberubahan hasil spirometri setelah intervensi dijelaskan berdasarkan sifat progresif PPOK.
1. Interpretasi Hasil Peningkatan Jarak Jalan 6 Menit
Penelitian menunjukkan peningkatan bermakna pada rata-rata jarak tempuh uji jalan 6 menit sebesar 81,21 meter setelah peserta mengikuti program rehabilitasi paru. Temuan ini mendukung efektivitas rehabilitasi paru dalam meningkatkan kapasitas fungsional penderita PPOK, khususnya dalam hal kemampuan berjalan dan ketahanan. Peningkatan ini signifikan secara statistik dan menunjukkan perbaikan kondisi fisik peserta. Hasil ini dibandingkan dengan studi Lacasse dkk. yang melaporkan peningkatan rata-rata 55,7 meter dan penelitian lain yang menunjukkan peningkatan minimum yang signifikan secara klinis (MICD) sekitar 50-54 meter. Peningkatan jarak tempuh ini dikaitkan dengan latihan teratur, intensif, dan jangka waktu tertentu yang dikombinasikan dengan fisioterapi dada, yang menyebabkan perubahan biokimia jaringan, kardiorespirasi, dan hormonal, termasuk peningkatan mioglobin untuk membantu difusi oksigen.
2. Interpretasi Hasil Penurunan Skor CAT COPD Assessment Test
Penurunan skor CAT sebesar 7,07 poin setelah rehabilitasi menunjukkan peningkatan bermakna dalam kualitas hidup penderita PPOK. Skor CAT yang lebih rendah mengindikasikan pengurangan gejala-gejala seperti sesak napas, batuk, dan produksi dahak, serta peningkatan kemampuan beraktivitas. Hal ini menunjukkan efek positif rehabilitasi paru tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga pada kualitas hidup secara keseluruhan. Perbaikan kualitas hidup ini konsisten dengan tujuan rehabilitasi paru dan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan hasil serupa. Penggunaan CAT sebagai alat ukur memberikan data kuantitatif yang objektif tentang dampak positif program rehabilitasi paru terhadap kesejahteraan pasien. Meskipun demikian, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji faktor-faktor tersebut.
3. Perbandingan dengan Studi Lain dan Implikasi Klinis
Hasil penelitian ini dibandingkan dengan temuan studi serupa dari Yunus di RSUP Persahabatan, Wihastuti dkk., Riyadi dkk., dan Amira dkk., yang juga meneliti karakteristik penderita PPOK dan dampak rehabilitasi di Indonesia. Meskipun terdapat variasi dalam karakteristik sampel (misalnya, proporsi jenis kelamin), temuan utama penelitian ini, yaitu peningkatan jarak jalan 6 menit dan penurunan skor CAT setelah rehabilitasi paru, konsisten dengan penelitian-penelitian tersebut. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05) pada fungsi paru (hasil spirometri) sebelum dan sesudah intervensi, yang sesuai dengan sifat progresif PPOK seperti yang dijelaskan dalam definisi PPOK menurut PDPI 2011. Kejadian tidak diinginkan berupa eksaserbasi terjadi selama penelitian, dan tidak ada komplikasi lain yang ditemukan. Studi ini menyoroti pentingnya rehabilitasi paru dalam meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK, meskipun perubahan fungsi paru yang signifikan tidak selalu tampak pada spirometri.