
Analisa Kekuatan Balok Beton Bertulang Berlubang
Informasi dokumen
Penulis | Fadhly Sasbuhky Daulay |
instructor | Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Teknik Sipil |
Jenis dokumen | Tugas Akhir |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 5.53 MB |
- Kekuatan Balok Beton
- Struktur Bangunan
- Pengujian Beton Bertulang
Ringkasan
I.Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini meneliti pengaruh lubang pada balok beton bertulang terhadap kuat lentur dan perilaku retaknya. Banyak bangunan bertingkat menggunakan instalasi pipa dan service ducting yang sering diletakkan di bawah balok, sehingga mengurangi tinggi efektif ruangan dan menciptakan lubang pada balok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana variasi ukuran dan posisi lubang ini mempengaruhi tegangan beton, regangan beton, dan ultimate load balok, serta pola retak yang dihasilkan. Ini penting untuk perencanaan struktur yang aman dan efisien dalam bangunan bertingkat.
1.1. Masalah pada Bangunan Bertingkat
Latar belakang penelitian diawali dengan pengamatan umum pada bangunan bertingkat. Instalasi pipa dan service ducting untuk kebutuhan suplai air, pembuangan air kotor, instalasi AC sentral, listrik, telepon, jaringan komputer, dan instalasi pipa serta ducting mekanikal atau elektrikal, umumnya ditempatkan di bawah balok. Penempatan ini, meskipun praktis, mengurangi tinggi efektif ruangan. Kondisi ini menjadi fokus penelitian karena implikasinya terhadap kekuatan struktur balok yang termodifikasi akibat adanya lubang-lubang tersebut.
1.2. Pengaruh Lubang pada Balok
Adanya instalasi di bawah balok menciptakan lubang-lubang yang mempengaruhi kondisi tekan dan tarik pada balok. Balok, sebagai elemen struktural utama, menerima beban luar dan berat sendiri, menghasilkan tegangan yang terdiri dari gaya aksial, gaya geser, dan momen puntir. Besar dan distribusi material pada penampang melintang balok memengaruhi besarnya tegangan. Penelitian ini menekankan pada pentingnya memahami bagaimana keberadaan lubang-lubang ini, yang umum dijumpai pada bangunan bertingkat, mempengaruhi kekuatan dan perilaku balok beton bertulang. Letak lubang pada balok menjadi kajian utama karena berpotensi mengurangi daya dukung balok jika tidak direncanakan dengan tepat.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh keberadaan lubang pada balok beton bertulang terhadap kekuatan lenturnya. Penelitian akan menyelidiki bagaimana variasi ukuran dan posisi lubang mempengaruhi perilaku balok di bawah beban. Ini mencakup analisis terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada beton, serta pola retak yang berkembang. Dengan memahami hubungan antara ukuran lubang, kekuatan lentur, dan pola retak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada praktik perencanaan struktur bangunan bertingkat yang lebih aman dan efisien, dengan mempertimbangkan keberadaan lubang-lubang akibat instalasi utilitas yang umum tersebut. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pedoman untuk menghindari penempatan lubang pada daerah yang tidak aman pada balok.
II.Tinjauan Pustaka
Bagian ini membahas sifat-sifat material penyusun balok beton bertulang, yaitu beton dan baja tulangan. Dijelaskan karakteristik semen, agregat (halus dan kasar), dan pengaruhnya terhadap kekuatan beton. Kemudian, dibahas teori dasar momen lentur dan perilaku beton di bawah beban, termasuk konsep tegangan dan regangan. Penelitian terdahulu terkait pengaruh lubang pada balok juga diulas, termasuk metode analisis seperti strut and tie dan perhitungan tulangan geser pada balok berlubang. Penelitian ini mengacu pada standar-standar seperti ASTM dan SNI.
2.1. Sifat Beton dan Baja Tulangan
Tinjauan pustaka dimulai dengan menjelaskan beton sebagai bahan utama konstruksi bangunan. Beton merupakan campuran agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), semen sebagai bahan perekat, dan air. Beton bertulang, yang terdiri dari beton dan baja tulangan, memiliki sifat-sifat unggul karena kemampuan baja dalam menahan gaya tarik dan beton dalam menahan gaya tekan. Penjelasan mencakup angka muai beton dan baja yang hampir sama, sehingga tegangan akibat perbedaan suhu dapat diabaikan (Dipohusodo, 1999). Fungsi semen sebagai pengikat agregat dan pembentukan massa padat dijelaskan, termasuk pengelompokan semen menjadi semen hidrolik dan non-hidrolik. Detail lebih lanjut diberikan tentang semen portland tipe II, kehalusan butiran semen dan pengaruhnya terhadap proses hidrasi, serta panas hidrasi dan dampaknya pada kemungkinan terjadinya retakan.
2.2. Bahan Penyusun Beton Semen dan Agregat
Bagian ini mendeskripsikan secara detail semen sebagai bahan pengikat penting dalam konstruksi. Ditambahkan air, semen membentuk pasta semen yang kemudian dapat dicampur dengan agregat halus (mortar) atau agregat kasar (beton). Karakteristik semen tipe II, yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang, dijelaskan. Sifat-sifat semen seperti kehalusan butiran (fineness), pengaruhnya terhadap waktu pengikatan dan kekuatan, serta panas hidrasi dibahas secara rinci. Agregat, baik alam maupun buatan, diklasifikasikan berdasarkan ukuran menjadi agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil). Jenis-jenis pasir, seperti pasir galian dan pasir laut, dengan karakteristik masing-masing, juga dijelaskan, termasuk kriteria kualitas air yang digunakan dalam campuran beton untuk menghindari masalah seperti bleeding dan laitance.
2.3. Perilaku Tegangan Regangan Beton dan Baja Tulangan
Bagian ini membahas perilaku tegangan-regangan beton dan baja tulangan. Diagram tegangan-regangan beton menunjukkan sifat elastoplastis beton, dengan modulus elastisitas yang bervariasi dan tidak sepenuhnya elastis. Nilai kuat tekan maksimum beton dan regangan pada saat hancur dijelaskan, serta pengaruh laju pembebanan dan fenomena rangkak (creep). Beton, karena kelemahannya dalam menahan gaya tarik, membutuhkan tulangan baja. Sifat-sifat fisik baja tulangan yang penting dalam perhitungan, yaitu tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitas (Es), dijelaskan. Perbedaan antara baja tulangan polos (BJTP) dan baja tulangan deformasi (BJTD) dibahas, serta modulus elastisitas baja tulangan berdasarkan SNI 03-1729-2002.
2.4. Balok Beton Bertulang dan Penelitian Terdahulu
Tinjauan pustaka menjelaskan perilaku balok beton bertulang sederhana di bawah beban lentur, dengan regangan tekan di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah. Prinsip Bernoulli dan Navier dalam analisis lentur dijelaskan. Konsep pembebanan ultimit, di mana kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, diuraikan. Penelitian terdahulu mengenai pengaruh lubang pada balok dikaji, termasuk analisis oleh Mansur dan Hasnat (1979) mengenai lubang bulat dan persegi, serta analisis menggunakan metode strut and tie. Penelitian Salam (1977) dan Mansur juga dibahas terkait pengaruh lubang terhadap kekuatan balok, asalkan lubang tidak mengurangi area beton yang diperlukan untuk pengembangan blok tegangan tekan. Perhitungan tulangan geser untuk balok utuh dan balok dengan lubang kecil, serta formula dari Architectural Institute of Japan (AIJ) (1988), juga dijelaskan.
III.Metodologi Penelitian
Metode penelitian meliputi pengujian eksperimental pada beberapa sampel balok beton bertulang dengan variasi ukuran lubang. Pengujian slump flow dilakukan untuk memastikan kelecakan campuran beton. Pengujian kuat tekan dan lentur dilakukan untuk menentukan karakteristik beton. Selama pengujian lentur, regangan beton diukur menggunakan strain gauge untuk menganalisis perilaku balok hingga mencapai keruntuhan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mempelajari pengaruh ukuran lubang terhadap kuat lentur, regangan, pola retak, dan perilaku ultimate load balok.
3.1. Jenis Penelitian dan Sampel Uji
Metode penelitian yang digunakan bersifat eksperimental. Penelitian ini menggunakan beberapa sampel balok beton bertulang dengan variasi ukuran lubang di tengah bentang. Variasi ukuran lubang ini menjadi variabel utama yang diteliti untuk melihat pengaruhnya terhadap kekuatan dan perilaku balok. Tidak disebutkan secara detail jumlah sampel atau spesifikasi dimensi balok secara lengkap, namun disebutkan bahwa untuk memudahkan penggambaran pola retak, setiap balok dibagi menjadi 88 segmen yang sama ukurannya. Informasi tambahan mengenai proses pembuatan balok, seperti merakit tulangan dan penggunaan oli pada cetakan, juga disinggung secara singkat.
3.2. Pengujian Karakteristik Beton
Sebelum pengujian utama, dilakukan pengujian karakteristik beton. Pengujian slump flow dilakukan untuk mengetahui tingkat kelecakan campuran beton segar. Nilai slump yang didapat, yaitu 18 cm, menunjukkan kelecakan yang baik, sesuai dengan persyaratan 15-20 cm. Selain pengujian slump flow, dilakukan juga pengujian kuat tekan silinder beton dan kuat lentur balok beton bertulang, meskipun detail prosedur pengujian tidak dijelaskan secara rinci dalam bagian metodologi ini. Hasil pengujian material ini akan digunakan sebagai input dalam analisis dan pembahasan lebih lanjut.
3.3. Prosedur Pengujian Lentur dan Pengukuran Regangan
Pengujian lentur dilakukan dengan memberikan beban secara bertahap pada titik tengah balok menggunakan hydraulic jack, dengan kenaikan beban 500 kg setiap tahap. Selama pengujian, regangan pada balok diukur menggunakan strain gauge yang dipasang searah dengan sumbu balok. Pemberian beban dilakukan secara bertahap hingga mencapai kondisi keruntuhan (daya dukung maksimum). Akurasi alat ukur, khususnya hydraulic jack dengan skala manometer 250 kg/strip, diperhatikan karena ketelitian pembacaan yang kurang baik dapat mempengaruhi hasil pengukuran lendutan dan regangan. Penurunan besar pada alat jacking saat pembebanan besar juga menjadi catatan penting yang mempengaruhi kelancaran pengujian dan kemulusan kurva hasil pengukuran.
IV.Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada kuat lentur dan pola retakbalok beton bertulang dengan variasi ukuran lubang. Penambahan ukuran lubang mengakibatkan penurunan kuat lentur dan peningkatan regangan beton sebelum keruntuhan. Pola retak yang diamati, baik retak lentur maupun retak miring, dipengaruhi oleh ukuran dan posisi lubang. Akurasi alat ukur, khususnya hydraulic jack, dibahas, dan pengaruhnya terhadap hasil pengujian dipertimbangkan. Analisis retak lebih lanjut dilakukan untuk memahami perilaku M crack (momen retak) secara teoritis dan hubungannya dengan hasil eksperimental. Data pengujian slump flow menunjukkan campuran beton memiliki kelecakan yang sesuai standar.
4.1. Pengujian Slump dan Akurasi Alat Ukur
Hasil pengujian slump flow menunjukkan nilai 18 cm, mengindikasikan campuran beton memiliki kelecakan yang baik (15-20 cm). Namun, akurasi alat ukur, khususnya hydraulic jack, menjadi perhatian. Ketelitian pembacaan manometer sebesar 250 kg/strip dinilai kurang baik, berpotensi menyebabkan kesalahan pembacaan beban. Kesalahan ini memengaruhi data lendutan dan regangan, sehingga kurva hasil pengujian tidak mulus seperti yang diharapkan. Pada pembebanan besar, alat jacking mengalami penurunan signifikan, yang terlihat dari penurunan jarum penunjuk manometer. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam interpretasi data.
4.2. Pengaruh Ukuran Lubang terhadap Regangan
Hasil pengujian regangan menunjukkan perbedaan pada masing-masing balok dengan variasi ukuran lubang. Perbedaan ini sesuai dengan dugaan, karena penambahan diameter lubang mengurangi kapasitas beban yang dapat ditahan balok. Regangan yang terjadi sebelum keruntuhan juga lebih besar pada balok dengan diameter lubang yang lebih besar. Data regangan yang diperoleh akan dianalisa lebih lanjut untuk melihat korelasinya dengan kuat lentur dan pola retak yang terbentuk pada balok beton bertulang.
4.3. Analisa Pola dan Lebar Retak
Pada pembebanan, retak vertikal muncul pada sisi tarik balok beton bertulang, menunjukkan bahwa regangan tarik telah melebihi kapasitas tarik beton. Pola retak umumnya berupa retak lentur dan retak miring. Pola retak untuk masing-masing balok hampir sama, tetapi batas keruntuhan dan lebar retak berbeda. Retak lentur terjadi di tengah bentang balok, antara dua titik beban, dan lebih lebar di tengah daripada di dasar. Balok dengan diameter lubang yang lebih besar menunjukkan retak yang lebih besar di sekitar lubang. Retak miring akibat geser juga diamati, baik sebagai retak bebas atau perpanjangan retak lentur.
4.4. Perhitungan Momen Retak M crack Secara Teoritis
Pada pembebanan awal hingga beban retak, perilaku balok menunjukkan elastisitas penuh dengan lenturan berupa garis lurus. Momen retak (M crack) dihitung berdasarkan asumsi beton dalam keadaan elastis sempurna, dengan tegangan berbanding lurus terhadap jarak dari sumbu netral. Perhitungan teoritis ini kemudian akan dibandingkan dengan hasil pengujian eksperimental untuk memvalidasi hasil dan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Perbandingan ini akan menjadi bagian penting dalam pembahasan untuk melihat seberapa akurat model teoritis dalam memprediksi perilaku balok beton bertulang dengan lubang.