Tantangan dan Pengawasan Kepabeanan di Indonesia

Tantangan dan Pengawasan Kepabeanan di Indonesia

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 481.57 KB
Jenis dokumen Bab Pendahuluan dari suatu karya tulis ilmiah (kemungkinan skripsi, tesis, atau makalah)
  • Geografi Indonesia
  • Kepabeanan
  • Pertumbuhan Penduduk

Ringkasan

I.Latar Belakang Masalah Penyelundupan Pakaian Bekas Impor di Indonesia

Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar (lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2010, menurut data BPS dan Departemen Dalam Negeri) dan letak geografisnya sebagai negara kepulauan, menghadapi tantangan serius berupa penyelundupan. Sekitar 50.000 kapal laut melintasi Selat Malaka setiap tahun, menjadi jalur potensial untuk penyelundupan pakaian bekas impor dan barang ilegal lainnya. Pakaian bekas impor ini, meskipun dilarang sejak 1982 (SK Mendagkop No. 28/1982 dan Kepmenperindag pasal 3), masih marak karena harganya yang murah, mengancam industri tekstil dalam negeri dan kesehatan masyarakat. Penegakan hukum menjadi krusial untuk mengatasi masalah ini, terutama dampaknya terhadap perekonomian nasional dan pendapatan negara melalui Bea Cukai Indonesia.

1. Populasi Indonesia dan Tantangannya

Dokumen mengawali dengan menekankan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Data sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 237.641.326 jiwa, sementara data dari Departemen Dalam Negeri menunjukkan angka 259.940.857 jiwa. Perbedaan metode pencatatan antara kedua lembaga tersebut dijelaskan. Pertumbuhan penduduk sebesar 1,21% per tahun (data Bank Dunia) memproyeksikan penduduk Indonesia mencapai 300 juta jiwa pada tahun 2025. Jumlah penduduk miskin yang mencapai lebih dari 28 juta jiwa (belum termasuk yang hampir miskin) menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Jika tidak dikelola dengan baik, pertumbuhan penduduk yang pesat ini dapat membebani sumber daya, seperti lahan, pangan, energi, dan lapangan pekerjaan, serta menghambat pertumbuhan ekonomi.

2. Letak Geografis dan Penyelundupan

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan 17.504 pulau besar dan kecil (6000 diantaranya tidak berpenghuni) yang membentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, memiliki tantangan unik dalam pengawasan perbatasan. Letak geografis ini menyebabkan rawannya penyelundupan barang melalui jalur laut, khususnya antar pulau. Perlu pengawasan ketat di daerah pabean untuk mencegah penyelundupan berbagai komoditi. Disebutkan pula bahwa sekitar 50.000 kapal laut per tahun melintasi Selat Malaka, yang merupakan jalur perdagangan dunia, dan melewati daerah pabean Indonesia, meningkatkan potensi penyelundupan.

3. Jenis dan Dampak Penyelundupan

Dokumen mengklasifikasikan penyelundupan menjadi dua jenis: penyelundupan fisik (tanpa dokumen resmi atau menggunakan dokumen palsu) dan penyelundupan administratif (menggunakan dokumen yang tidak sesuai atau palsu). Kedua jenis penyelundupan ini merugikan negara karena mengurangi pendapatan pajak dan bea cukai, menghambat target pendapatan negara melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Penyelundupan dianggap sebagai masalah kompleks yang dapat mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa (ideologi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan, dan keamanan), khususnya mengingat cita-cita negara untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

4. Penyelundupan Pakaian Bekas Masalah yang Kompleks

Salah satu jenis penyelundupan yang dibahas secara rinci adalah penyelundupan pakaian bekas (ballpressed). Tingginya frekuensi penyelundupan ini sering diberitakan media massa. Penyebab utamanya adalah kondisi ekonomi Indonesia yang kurang baik, menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih membeli pakaian bekas impor karena harganya yang jauh lebih murah daripada pakaian baru. Meskipun telah ada larangan impor pakaian bekas sejak 18 Januari 1982 (SK Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 28 Tahun 1982), dan peraturan terkait barang impor harus dalam keadaan baru (Kepmenperindag), penyelundupan tetap terjadi. Penyelundupan pakaian bekas impor ini juga melanggar etika bisnis dan merugikan negara dari sisi pendapatan pajak. Data menunjukkan peningkatan kasus penyelundupan pakaian bekas impor hingga 100% pada tahun 2014.

5. Dampak Penyelundupan Pakaian Bekas terhadap Ekonomi dan Kesehatan

Masalah pakaian bekas impor ilegal juga berdampak pada terganggunya produktivitas industri tekstil dalam negeri, terutama di Jawa Barat yang merupakan pusat penghasil tekstil dan garmen. Produk-produk garmen dalam negeri kalah bersaing karena harga jual yang lebih tinggi, meskipun kualitasnya tidak selalu lebih baik. Selain itu, pakaian bekas impor juga berisiko terhadap kesehatan masyarakat karena dikhawatirkan mengandung bakteri atau virus berbahaya dari pemakai sebelumnya. Meskipun murah, kondisi fisik pakaian bekas impor belum tentu baik dan aman digunakan. Pemerintah berkomitmen untuk memberantas praktik impor pakaian bekas ilegal ini secara tuntas karena dampaknya yang luas terhadap ekonomi nasional.

II.Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Penegakan Hukum Penyelundupan di Tanjung Perak

Penelitian ini berfokus pada penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan pakaian bekas impor di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1, Surabaya. Tujuannya adalah untuk mengetahui upaya penegakan hukum yang dilakukan dan kendala yang dihadapi oleh aparat Bea Cukai dalam memberantas penyelundupan ini. Penelitian ini relevan mengingat Surabaya sebagai kota pelabuhan besar, dan lokasi strategis untuk penyelundupan pakaian bekas impor.

1. Rumusan Masalah Fokus pada Penegakan Hukum di Tanjung Perak

Bagian rumusan masalah penelitian difokuskan pada upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan, khususnya yang berkaitan dengan pakaian bekas impor di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1, Kota Surabaya. Pertanyaan utama yang diajukan adalah bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri di wilayah tersebut. Penelitian ini secara spesifik ingin mengungkap bagaimana proses penegakan hukum dilakukan dan apa saja kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam menangani kasus penyelundupan pakaian bekas impor. Lokasi penelitian di Tanjung Perak dipilih karena letaknya yang strategis sebagai pelabuhan besar, sehingga rentan terhadap aktivitas penyelundupan.

2. Tujuan Penelitian Memahami Upaya dan Kendala Penegakan Hukum

Tujuan penelitian ini adalah ganda. Pertama, untuk mengetahui secara detail upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak dalam menangani kasus penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri. Ini mencakup pemahaman menyeluruh mengenai strategi, prosedur, dan langkah-langkah yang diambil dalam proses penegakan hukum. Kedua, penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum Bea dan Cukai Tanjung Perak dalam menjalankan tugasnya. Pemahaman akan kendala ini penting untuk merumuskan solusi dan perbaikan dalam sistem penegakan hukum terkait penyelundupan pakaian bekas impor di masa mendatang. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, termasuk aparat Bea Cukai, untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan tindak pidana penyelundupan.

III.Kesimpulan Penelitian Tantangan Penegakan Hukum Penyelundupan Pakaian Bekas Impor

Penelitian ini menemukan peningkatan kasus penyelundupan pakaian bekas impor di tahun 2014 (22 kasus, jumlah tangkapan lebih sedikit dari tahun 2013). Lokasi-lokasi penjualan pakaian bekas impor ilegal, seperti Cimol (Bandung), Cabo (Manado), dan Pasar Ular (Jakarta) menunjukkan betapa meluasnya masalah ini. Selain dampak ekonomi, penyelundupan pakaian bekas menimbulkan risiko kesehatan karena potensi bakteri dan virus. Bea Cukai Indonesia, khususnya Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, berperan penting dalam penegakan hukum namun menghadapi tantangan dalam pengawasan dan penindakan mengingat modus operandi yang beragam dan jumlah penyelundupan pakaian bekas impor yang signifikan. Perlu adanya peningkatan pengawasan dan strategi yang lebih efektif untuk memberantas penyelundupan ini.

1. Temuan Penting Terkait Penyelundupan Pakaian Bekas

Kesimpulan penelitian menunjukkan masih tingginya angka penyelundupan pakaian bekas impor di Indonesia, khususnya di wilayah Surabaya. Data tahun 2014 mencatat 22 kasus penyelundupan, meskipun jumlah karung yang disita lebih rendah dibandingkan tahun 2013. Penelitian mengidentifikasi beberapa lokasi penjualan pakaian bekas impor ilegal, seperti Cimol di Bandung, Cabo di Manado, dan Pasar Ular di Jakarta. Keberadaan pasar-pasar ini menunjukkan betapa luasnya peredaran pakaian bekas impor ilegal dan sulitnya memberantasnya secara menyeluruh. Selain itu, penelitian juga menyoroti masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh pakaian bekas impor, karena potensi bakteri dan virus yang membahayakan konsumen. Hal ini diperkuat dengan hasil tes laboratorium yang menunjukkan adanya bakteri dan virus berbahaya pada pakaian bekas impor.

2. Tantangan Penegakan Hukum dan Perannya

Kesimpulan penelitian juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum terkait penyelundupan pakaian bekas impor. Meskipun Bea Cukai Indonesia, terutama Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, berperan penting dalam upaya pemberantasan, namun masih terdapat kendala dalam pengawasan dan penindakan. Modus operandi penyelundupan yang beragam dan jumlah penyelundupan yang signifikan menjadi faktor penghambat utama. Penelitian menekankan perlunya peningkatan pengawasan dan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi permasalahan ini. Hal ini penting untuk melindungi industri tekstil dalam negeri yang terdampak dan menjaga kesehatan masyarakat dari potensi ancaman bakteri dan virus yang terkandung dalam pakaian bekas impor.