
Peran dan Fungsi Partai Politik dalam Proses Demokrasi
Informasi dokumen
Penulis | Ramlan Surbakti |
Jurusan | Ilmu Politik |
Tempat | Jakarta, Surabaya |
Jenis dokumen | Makalah/Tugas Kuliah |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 188.77 KB |
- Partai Politik
- Pilkada Langsung
- Demokrasi
Ringkasan
I.Latar Belakang Peran Partai Politik dalam Pilkada Langsung
Dokumen ini membahas pentingnya Partai Politik dalam sistem demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks Pilkada Langsung (Pemilihan Kepala Daerah). Ditegaskan bahwa partai politik merupakan penghubung penting antara rakyat dan pemerintah, dan perannya krusial dalam menentukan pemimpin daerah. Berbagai sistem politik di dunia memiliki bentuk dan fungsi partai politik yang berbeda-beda, namun tujuan utamanya tetap untuk meraih kekuasaan politik. Pilkada Langsung, berdasarkan UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk secara langsung memilih pemimpin daerah mereka.
1.1. Lahirnya Partai Politik dan Perannya sebagai Penghubung Rakyat dan Pemerintah
Bagian ini menjelaskan latar belakang munculnya Partai Politik sebagai konsekuensi dari meningkatnya kesadaran akan pentingnya partisipasi rakyat dalam proses politik. Partai Politik diposisikan sebagai jembatan vital antara rakyat dan pemerintah, bahkan dianggap sebagai simbol negara modern. Meskipun bentuk dan fungsi Partai Politik bervariasi antar negara—bergantung pada sistem politik yang diterapkan—peran utamanya tetap sama: memfasilitasi partisipasi politik rakyat. Dalam sistem demokrasi, Partai Politik menjadi instrumen penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin dan turut menentukan kebijakan publik yang memengaruhi kehidupan mereka. Ideologi dan budaya politik yang kuat menjadi landasan partisipasi politik melalui Partai Politik di negara-negara demokrasi, menegaskan hak rakyat untuk menentukan pemimpin dan kebijakannya.
1.2. Definisi dan Tujuan Partai Politik
Bagian ini mendefinisikan Partai Politik secara umum sebagai kelompok terorganisir yang anggotanya memiliki orientasi, nilai, dan cita-cita bersama. Tujuan utama Partai Politik adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan menduduki jabatan politik, umumnya melalui jalur konstitusional, guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Definisi ini menekankan aspek organisasi, kesamaan visi, dan upaya untuk mencapai tujuan politik melalui cara-cara yang legal dan demokratis. Partai Politik sebagai aktor politik memiliki peran signifikan dalam membentuk dan mengarahkan kebijakan negara sesuai dengan visi dan misi yang diusungnya.
1.3. Pilkada Langsung Tujuan dan Dampaknya
Bagian ini membahas Pilkada Langsung dari perspektif demokrasi prosedural ala Schumpeterian. Pilkada Langsung dinilai berhasil mencapai tujuan utamanya, yaitu menghasilkan pemimpin daerah melalui mekanisme pemilihan yang demokratis, bebas, adil, dan tanpa kekerasan. Lebih lanjut, Pilkada Langsung mempermudah rotasi kepemimpinan lokal secara berkala, sekaligus meletakkan dasar baru bagi pergantian elit secara teratur. Tradisi pemilihan kepala daerah yang sudah lama berlangsung menjadi landasan bagi Pilkada Langsung. Keberhasilan lain dari Pilkada Langsung adalah memberikan kontribusi besar pada pendidikan politik warga, mengajarkan tentang kontestasi politik serta menerima hasil menang atau kalah secara terhormat dalam proses yang jujur dan adil. Proses ini juga memperkuat demokrasi partisipatif.
1.4. Partai Politik sebagai Agen Modernisasi dan Regulasi Pencalonan
Bagian ini menghubungkan perkembangan Partai Politik dengan proses modernisasi masyarakat, terutama di Barat. Partai Politik, dalam berbagai bentuknya, berperan sebagai alat modernisasi di negara berkembang. Apter (1993) mencatat bahwa Partai Politik menjadi kekuatan kunci dalam modernisasi masyarakat kontemporer, dengan pola modernisasi yang sering ditentukan oleh partai itu sendiri. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 59 ayat (2) mengatur persyaratan bagi Partai Politik atau gabungan Partai Politik untuk dapat mendaftarkan pasangan calon dalam Pilkada, yaitu minimal 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Regulasi ini mengatur kewenangan dan persyaratan bagi Partai Politik dalam proses pencalonan Pilkada.
1.5. Pilkada Langsung sebagai Agenda Pemerintah dan Perkembangan Koalisi Politik
Bagian ini menjelaskan Pilkada Langsung sebagai agenda baru pemerintah yang memberikan kewenangan kepada masyarakat daerah untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan keberhasilan pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada tahun 2004. UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005 mengatur tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam konteks Pilkada Langsung, istilah koalisi politik sering muncul. Koalisi diartikan sebagai persekutuan atau aliansi beberapa unsur yang masing-masing memiliki kepentingan sendiri, dan bisa bersifat sementara atau berdasarkan manfaat bersama. Dalam sistem multipartai, seperti di Indonesia, koalisi seringkali menjadi keharusan, terutama bagi partai pemenang pemilu untuk memperkuat pemerintahan dan legitimasinya.
II.Koalisi Partai Politik dalam Pilkada Studi Kasus Kota Malang 2013
Studi kasus ini berfokus pada Pilkada Kota Malang tahun 2013, menganalisis faktor penentu kemenangan koalisi Partai Gerindra dan PKB. Dokumen ini menjelaskan bagaimana koalisi partai politik berperan dalam proses pencalonan, mengajukan pasangan calon kepala daerah, dan memengaruhi hasil pemilu. Pembahasan meliputi dinamika koalisi antar partai, termasuk regulasi yang mengatur pencalonan pasangan calon (minimal 15% kursi DPRD atau suara sah). Enam pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang pada Pilkada 2013 ikut disebutkan, termasuk koalisi besar yang mengusung Agus Dono-Arif HS (Partai Demokrat, PKS, Hanura) yang kalah dari koalisi Gerindra-PKB.
2.1. Koalisi Partai Politik dalam Pilkada Kota Malang 2013 Gambaran Umum
Bagian ini memperkenalkan studi kasus koalisi partai politik dalam Pilkada Kota Malang 2013. Dinamika politik di Kota Malang menghasilkan koalisi partai yang menarik untuk dikaji. Terdapat beberapa partai politik yang mencalonkan pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Sebanyak enam pasangan calon terdaftar di KPU Kota Malang, termasuk pasangan dari jalur perseorangan dan pasangan yang diusung oleh koalisi partai politik. Salah satu koalisi yang menarik perhatian adalah koalisi besar yang mengusung pasangan Agus Dono-Arif HS, yang terdiri dari Partai Demokrat, PKS, dan Hanura. Namun, koalisi besar ini akhirnya kalah bersaing dengan koalisi Partai Gerindra dan PKB. Peristiwa ini menunjukkan kompleksitas dan fluktuasi dalam membentuk dan mempertahankan koalisi partai dalam perhelatan Pilkada.
2.2. Regulasi Pilkada dan Permasalahan Kejelasan Aturan Koalisi
Bagian ini membahas regulasi Pilkada yang berkaitan dengan koalisi partai politik. Meskipun pasangan calon diajukan oleh partai atau gabungan partai (yang hakikatnya adalah koalisi), regulasi Pilkada, baik UU maupun PP, tidak secara eksplisit menggunakan istilah “koalisi”. Pasal 42 PP No. 6 Tahun 2005 hanya menyebutkan dua persyaratan penting untuk pencalonan oleh partai atau gabungan partai: penyerahan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai dan kesepakatan tertulis antar partai yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon. Syarat minimal perolehan kursi atau suara sebesar 15% ditegaskan sebagai prasyarat penting untuk membentuk koalisi yang sah. Kurangnya kejelasan regulasi mengenai koalisi dalam UU dan PP tentang Pilkada menciptakan celah dan tantangan dalam penyelenggaraan Pilkada.
2.3. Studi Kasus Koalisi dan Fenomena Koalisi di Indonesia
Bagian ini membahas fenomena koalisi partai politik di Indonesia sebagai bagian dari latar belakang studi kasus Pilkada Kota Malang 2013. Koalisi dalam politik Indonesia bukanlah hal baru. Contohnya adalah Poros Tengah tahun 1999, yang berhasil mengantarkan Abdurrahman Wahid menjadi Presiden. Namun, koalisi ini terbukti tidak solid dan bersifat sementara. Demikian pula Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan pada tahun 2004 yang mengusung pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan SBY-JK. Ketidaksolidan dan sifat sementara koalisi partai ini menunjukkan dinamika politik dan kepentingan yang kompleks dalam membentuk dan memelihara sebuah koalisi yang kuat dan efektif. Studi kasus Pilkada Kota Malang 2013 memungkinkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah koalisi dalam mencapai tujuan politiknya.
2.4. Pasangan Calon dan Hasil Pilkada Kota Malang 2013
Bagian ini menjelaskan secara detail tentang enam pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang dalam Pilkada Kota Malang 2013. Daftar pasangan calon tersebut mencakup pasangan independen dan pasangan yang diusung oleh berbagai koalisi partai politik, termasuk koalisi besar yang mengusung Agus Dono-Arif HS (Partai Demokrat, PKS, Hanura) dan koalisi Gerindra-PKB yang akhirnya menang. Analisis terhadap komposisi partai dalam setiap koalisi, kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan, serta faktor-faktor yang menentukan kemenangan merupakan fokus utama penelitian ini. Data pasangan calon dalam Pilkada Kota Malang 2013 digunakan sebagai data empiris untuk menguji hipotesis dan menarik kesimpulan tentang faktor-faktor penentu keberhasilan koalisi dalam memenangkan Pilkada.
III.Strategi Partai Politik dan Faktor Kemenangan Pilkada
Dokumen ini menelaah berbagai strategi Partai Politik dalam meraih kemenangan Pilkada, termasuk penggalangan dan mobilisasi massa, pembentukan koalisi, dan pengembangan organisasi partai. Kemenangan koalisi Gerindra-PKB di Pilkada Kota Malang 2013 dijadikan studi kasus untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan mereka. Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus deskriptif, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara (dengan Komisioner KPU Kota Malang Zaenudin, Ketua DPC Partai Gerindra Drs. H. Sjafi’i, dan Tim Pemenangan Gerindra Yudho Prihanto), observasi, dan analisis dokumen. Definisi operasional dan konseptual kunci untuk analisis faktor penentu kemenangan dibahas secara rinci. Sumber-sumber teori, seperti buku Firmanzah (2008) dan Gregorius Sahdan & Muhtar Habbodin (2009), digunakan sebagai landasan analisis.
3.1. Strategi Partai Politik dalam Memenangkan Pilkada Tinjauan Umum
Bagian ini mengkaji berbagai strategi yang diterapkan partai politik untuk mencapai kemenangan dalam Pilkada. Untuk mencapai tujuan jangka panjang dan menengah, partai politik memerlukan strategi yang komprehensif. Beberapa strategi kunci yang dibahas meliputi: 1) Strategi penggalangan dan mobilisasi massa untuk membentuk opini publik dan meraih suara selama periode pemilihan umum. 2) Strategi membangun koalisi dengan partai lain, yang harus didasari konsistensi ideologis dan bukan hanya semata-mata tujuan praktis. 3) Strategi pengembangan dan pemberdayaan organisasi partai secara menyeluruh, mulai dari penggalangan dana, pemberdayaan anggota dan kaderisasi, hingga penyempurnaan mekanisme pemilihan anggota dan pemimpin partai. 4) Strategi adaptasi terhadap perubahan lingkungan, termasuk peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat, LSM, pers, media, dan tren global. Keberhasilan partai politik dalam menerapkan strategi ini akan sangat berpengaruh pada hasil Pilkada.
3.2. Studi Kasus Kemenangan Koalisi Gerindra PKB dalam Pilkada Kota Malang 2013
Bagian ini berfokus pada studi kasus kemenangan koalisi Gerindra-PKB dalam Pilkada Kota Malang 2013. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penentu kemenangan koalisi tersebut. Koalisi Gerindra-PKB dipilih karena keberhasilannya dalam memenangkan Pilkada, menjadikannya studi kasus yang menarik untuk dianalisis. Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan tokoh kunci seperti Komisioner KPU Kota Malang Zaenudin, Ketua DPC Partai Gerindra Drs. H. Sjafi’i, dan Tim Pemenangan Gerindra Yudho Prihanto, serta observasi lapangan dan analisis dokumen. Analisis data kualitatif digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang berkontribusi pada kemenangan koalisi Gerindra-PKB. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang strategi dan faktor yang menentukan keberhasilan dalam Pilkada.
3.3. Metode Penelitian dan Analisis Data
Bagian ini menjelaskan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengkaji strategi dan faktor kemenangan dalam Pilkada, khususnya kasus koalisi Gerindra-PKB di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumen. Lokasi penelitian meliputi kantor DPC Partai Gerindra, DPC Partai PKB, dan KPU Kota Malang. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan tahapan telaah data, reduksi data, dan abstraksi. Data yang dikumpulkan dianalisis secara induktif untuk mengungkap proses dan makna dari fenomena yang diteliti. Landasan teori digunakan sebagai panduan agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Tujuannya adalah untuk mengungkap faktor penentu kemenangan secara komprehensif dan detail, berdasarkan data empiris dan teori yang relevan.