
Peranan Komisi Migrasi Katolik Internasional dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak Lintas Negara dari Indonesia
Informasi dokumen
Penulis | Putri Adenin |
instructor | Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si |
Sekolah | Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) |
Jurusan | Hubungan Internasional |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Malang |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 317.92 KB |
- Perdagangan Perempuan
- Migrasi Internasional
- Komisi Migrasi Katolik Internasional
Ringkasan
I.Peran ICMC dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia
Skripsi ini meneliti peran International Catholic Migration Commission (ICMC) dalam memerangi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, khususnya yang bersifat transnasional. ICMC, berbasis di Jenewa, Swiss, dan memiliki kantor perwakilan di lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, telah menjalankan proyek "Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia." Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menganalisis strategi dan dampak ICMC sebagai bagian dari Global Civil Society dalam upaya penanggulangan perdagangan manusia ini. ICMC bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, LSM, dan serikat pekerja, membangun jaringan di berbagai provinsi, khususnya di daerah perbatasan yang rawan trafficking. Pada skala internasional, ICMC berkoordinasi dengan negara-negara ASEAN, misalnya dengan Malaysia melalui Archdiocesan Human Development Committee (AHDC), mengingat Malaysia sebagai salah satu tujuan utama perdagangan perempuan dan anak dari Indonesia.
1. ICMC Profil dan Latar Belakang
Bagian ini menjelaskan profil International Catholic Migration Commission (ICMC), sebuah organisasi internasional yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, dan memiliki perwakilan di lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia. ICMC didirikan pada tahun 1951 dengan fokus membantu pengungsi, korban perdagangan, dan buruh migran. Organisasi ini memprioritaskan kelompok-kelompok rentan dan marginal tanpa memandang latar belakang. Penelitian ini mengamati peran ICMC dalam penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, khususnya yang bersifat transnasional. ICMC terlibat dalam proyek 'Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia', sebuah proyek jangka waktu dua tahun yang menggunakan pendekatan multiaspek dengan memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan finansial kepada lembaga pemerintah, LSM, dan serikat pekerja. Kehadiran ICMC di Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk kerjasama dengan Malaysia melalui Archdiocesan Human Development Committee (AHDC), menunjukkan komitmen global ICMC dalam upaya memerangi perdagangan manusia. Perlu ditekankan bahwa ICMC bekerja secara independen dari pemerintah tetapi tetap berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dalam perlindungan HAM.
2. Peran ICMC dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia Skala Domestik
Pada tingkat domestik, ICMC membantu pemerintah Indonesia membangun jaringan dan koordinasi di sejumlah provinsi, terutama di daerah perbatasan yang lebih rentan terhadap perdagangan perempuan dan anak. Upaya ini melibatkan kolaborasi erat dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat sipil lokal. ICMC memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan dukungan finansial untuk program dan kebijakan penanggulangan perdagangan manusia. Keterlibatan ICMC dalam gugus tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A), yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002, menunjukkan perannya sebagai penyeimbang kebijakan pemerintah dalam menangani masalah ini. ICMC juga berkontribusi dalam merancang dan meninjau legislasi terkait, memastikan keterlibatan aktif dalam implementasi di lapangan, dan memfasilitasi komunikasi yang efektif di antara pemangku kepentingan. Fokus utama di tingkat domestik adalah memperkuat kerjasama antar-lembaga dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menekan angka perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.
3. Peran ICMC dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia Skala Internasional
Dalam konteks internasional, ICMC memfasilitasi jaringan dan koordinasi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, terutama dengan Malaysia yang menjadi tujuan utama perdagangan perempuan dan anak dari Indonesia. Kerjasama dengan Archdiocesan Human Development Committee (AHDC) di Malaysia serta keterlibatan dengan masyarakat sipil di negara tersebut menunjukkan upaya ICMC untuk membangun jaringan internasional dalam memerangi perdagangan manusia transnasional. ICMC, sebagai INGO (International Non-Governmental Organization), berperan penting dalam menghubungkan masyarakat sipil lokal di Indonesia dengan masyarakat sipil di negara lain yang terlibat dalam perdagangan manusia. Upaya ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama regional dan meningkatkan efektivitas dalam menanggulangi masalah lintas batas ini. Peran ICMC dalam konteks ini sangat signifikan, mengingat sifat transnasional dari perdagangan manusia yang membutuhkan kolaborasi internasional yang kuat untuk pencegahan dan penindakan yang efektif.
II.Indonesia dan Perdagangan Manusia Status dan Tantangan
Indonesia menghadapi sorotan internasional sebagai negara asal, transit, dan tujuan perdagangan manusia. Laporan Annual Trafficking in Person Report dari Departemen Luar Negeri AS menempatkan Indonesia dalam kategori Tier 3 (2001-2002), menunjukkan ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi standar minimum dalam penghapusan trafficking. UNICEF memperkirakan 100.000 perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahunnya, sebagian besar untuk eksploitasi seksual. Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A) menandai upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah ini. Meskipun adanya peningkatan ke Tier 2 pada periode selanjutnya (2007), tantangan tetap ada, termasuk lemahnya penegakan hukum dan koordinasi antar lembaga.
1. Status Indonesia dalam Perdagangan Manusia
Indonesia mendapat sorotan internasional karena menjadi salah satu negara sumber aktivitas perdagangan manusia. Berdasarkan Annual Trafficking in Person Report (TIP Report) dari US Department of State, pada periode April 2001-Maret 2002, Indonesia dikategorikan sebagai negara Tier 3, yang berarti tidak memenuhi standar minimum dalam penghapusan perdagangan manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia masuk kategori Tier 3 antara lain: Indonesia sebagai negara sumber trafficking, kekurangan usaha signifikan untuk memberantasnya, belum adanya hukum yang memadai, lemahnya pengawasan perbatasan, kurangnya perlindungan korban, dan minimnya usaha pencegahan. Indonesia bukan hanya sebagai negara asal, tetapi juga negara transit dan tujuan perdagangan perempuan dan anak. UNICEF memperkirakan 100.000 perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahun, dengan 30% di antaranya berusia di bawah 18 tahun dan 40-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seksual. Korban sering dijadikan buruh migran, pekerja rumah tangga, pekerja seks komersial, atau bahkan dalam perbudakan berkedok pernikahan. Mereka sering dikirim ke negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, Jepang, Australia, dan Amerika Utara. Perdagangan manusia ini dianggap sebagai ancaman keamanan non-tradisional bagi Indonesia.
2. Upaya Pemerintah Indonesia dalam Penanggulangan Perdagangan Manusia
Keprihatinan atas masalah ini mendorong pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A). RAN P3A menjadi landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam upaya penghapusan perdagangan perempuan dan anak. RAN P3A dirancang untuk diimplementasikan dalam program lima tahunan dan ditinjau ulang setiap lima tahun. Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri ditugaskan untuk menyusun kebijakan dan program untuk memerangi perdagangan perempuan dan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) memimpin penyusunan kebijakan dan implementasi program, dibantu oleh gugus tugas yang disebut “Tim Kecil”. Tim Kecil ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat, termasuk perwakilan departemen dan masyarakat sipil, serta berkonsultasi dengan para ahli internasional untuk memastikan kesesuaian RAN P3A dengan standar internasional. ICMC juga terlibat dalam proses ini. Meskipun terdapat peningkatan status Indonesia ke Tier 2 pada periode Juni 2007 berdasarkan TIP Report, berkat upaya bersama pemerintah dan berbagai pihak termasuk ICMC, tantangan dalam penanggulangan perdagangan manusia di Indonesia tetap signifikan.
III.Kerangka Teoritis Role Theory dan Organisasi Internasional
Penelitian ini menggunakan Role Theory untuk menganalisis peran ICMC. ICMC dikategorikan sebagai International Non-Governmental Organization (INGO) yang berperan sebagai Global Civil Society, berinteraksi dengan pemerintah dan masyarakat sipil dalam upaya penanggulangan perdagangan manusia. Penelitian ini membandingkan peran ICMC dengan organisasi internasional lainnya seperti UNICEF, menekankan pentingnya kolaborasi antar aktor negara dan non-negara dalam menghadapi kejahatan transnasional terorganisir seperti perdagangan manusia.
1. Role Theory sebagai Kerangka Analisis
Skripsi ini menggunakan Role Theory untuk menganalisis peran ICMC dalam penanggulangan perdagangan perempuan dan anak. Konsep peran, menurut definisi yang dikutip, dipahami sebagai fungsi penyesuaian diri dan suatu proses di mana pelaku peran (individu atau organisasi) berperilaku sesuai harapan lingkungannya. Dalam konteks organisasi internasional, peran dapat diartikan sebagai fungsi baru dalam mengejar tujuan kemasyarakatan. A. LeRoy Bennett menjelaskan peran organisasi internasional sebagai penyedia sarana kerjasama antar negara dan memastikan keputusan kerjasama diimplementasikan. Clive Archer mengklasifikasikan organisasi internasional berdasarkan keanggotaan, tujuan, aktivitas, dan struktur. Archer membedakan antara Intergovernmental Organizations (IGO) dan International Non-Governmental Organizations (INGO). ICMC, sebagai INGO, berperan sebagai jembatan penghubung antara civil society lokal di Indonesia dengan civil society di negara lain, menunjukkan pentingnya peran aktor non-negara dalam kerja sama internasional.
2. Organisasi Internasional dan Perdagangan Manusia Transnasional
Dokumen ini mendefinisikan organisasi internasional sebagai struktur formal yang berkesinambungan, dibentuk berdasarkan perjanjian antar anggota dari dua atau lebih negara berdaulat untuk mencapai tujuan bersama. INGO, yang anggotanya bukan perwakilan pemerintah, berperan penting dalam interaksi internasional. ICMC dikategorikan sebagai INGO karena anggotanya bukan delegasi pemerintah. Pergeseran persepsi keamanan menjadi people-centered menunjukkan pentingnya kerja sama transnasional antar aktor non-negara (civil society) dalam menjaga keamanan. Civil society, dalam konteks ini, merupakan ruang antara negara dan masyarakat, terdiri dari berbagai macam organisasi seperti LSM, dan bersifat independen dari negara. Global civil society tidak terikat oleh batas negara dan memiliki kekuatan untuk mendorong nilai-nilai seperti hak asasi manusia. ICMC, sebagai bagian dari global civil society, independen dari pemerintah dan memprioritaskan kelompok rentan, tanpa memandang latar belakang. Peran ICMC dalam penanggulangan perdagangan perempuan dan anak, khususnya yang transnasional, dijelaskan melalui lensa global civil society ini, mengakui bahwa perdagangan manusia merupakan kejahatan transnasional terorganisir yang melibatkan banyak negara dan kelompok kriminal.
IV.Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, menganalisis peran ICMC dalam periode 2002-2012, berfokus pada strategi ICMC dalam mengatasi perdagangan perempuan dan anak transnasional dan pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga membahas berbagai kendala yang dihadapi ICMC dalam menjalankan misinya.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menganalisis peran ICMC dalam penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia. Pendekatan ini dipilih untuk memahami secara mendalam strategi dan dampak ICMC dalam konteks yang kompleks. Data yang dikumpulkan akan dianalisis untuk menggambarkan peran ICMC sebagai bagian dari Global Civil Society dalam melawan perdagangan manusia. Penelitian ini berfokus pada analisis peran ICMC, bukan hanya pada fenomena perdagangan manusia secara umum. Dengan demikian, temuan penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kontribusi ICMC dalam upaya penanggulangan perdagangan perempuan dan anak.
2. Batasan Waktu dan Ruang Lingkup
Penelitian ini membatasi ruang lingkup pada periode 2002-2012. Pemilihan periode ini didasarkan pada disahkannya Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A), yang menandai awal keterlibatan ICMC dalam gugus tugas RAN-P3A. Batasan waktu ini memungkinkan analisis yang terfokus pada kontribusi ICMC selama periode tersebut. Penelitian ini berfokus pada peran ICMC dalam penanggulangan perdagangan perempuan dan anak yang bersifat transnasional, dengan melihat berbagai aspek dari kegiatan dan strategi ICMC baik di tingkat domestik maupun internasional. Dengan batasan ruang lingkup ini, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang akurat dan terarah tentang kontribusi ICMC dalam kurun waktu tersebut.