Peran Strategis Samudra Hindia dalam Keamanan dan Pertahanan India

Peran Strategis Samudra Hindia dalam Keamanan dan Pertahanan India

Informasi dokumen

Jurusan Hubungan Internasional atau Studi Strategis
Jenis dokumen Esai atau Makalah Akademik
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 297.55 KB
  • Samudra Hindia
  • Keamanan Maritim
  • Strategi Pertahanan India

Ringkasan

I.Latar Belakang Persaingan di Samudra Hindia

Dokumen ini membahas persaingan strategis di Samudra Hindia, khususnya antara India dan China. India, yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, menganggapnya vital untuk keamanan dan perdagangannya, seperti yang tercermin dalam pernyataan pejabat-pejabat seniornya. China, melalui kebijakan 'String of Pearls', sedang memperluas pengaruhnya di kawasan ini, membangun pangkalan-pangkalan militer di negara-negara tetangga India, seperti Pakistan (Gwadar), Myanmar (Coco Island), dan Sri Lanka (Hambantota), serta Seychelles. Hal ini memicu kekhawatiran India akan keamanan maritim dan dominasi China di jalur perdagangan, termasuk jalur Sea Line of Communication (SLOC) untuk minyak. Pentingnya Samudra Hindia bagi jalur perdagangan minyak antar benua juga di sorot. 90% perdagangan antar benua dan dua pertiga perjalanan minyak dilakukan melalui jalur pelayaran di Samudra Hindia.

1. Pentingnya Samudra Hindia dan Keamanan Maritim

Samudra Hindia, samudra terbesar ketiga di dunia, memiliki posisi strategis, terutama bagi negara-negara yang berbatasan langsung. Samudra ini berfungsi sebagai jalur lalu lintas perdagangan utama, mengangkut 90% perdagangan antar benua dan dua pertiga dari semua perjalanan minyak. Di abad ke-21, negara-negara besar seperti Amerika dan China semakin memperhatikan keamanan maritim di kawasan ini, mengingat kebutuhan energi mereka yang terus meningkat. Persaingan ini semakin intens karena kepentingan ekonomi dan geopolitik yang besar terkait dengan akses dan kontrol atas jalur pelayaran dan sumber daya di Samudra Hindia. Pentingnya jalur ini untuk perdagangan global, khususnya minyak, menjadikannya titik fokus persaingan antar negara adikuasa.

2. Perspektif India Dominasi di Samudra Hindia

India memandang Samudra Hindia sebagai aset yang sangat vital bagi keamanannya dan kemakmurannya. Hal ini terlihat dari pernyataan beberapa pejabat tinggi India, termasuk mantan Menteri Pertahanan Manmohan Singh, yang menekankan pentingnya peningkatan kekuatan maritim India untuk menjadi kekuatan maritim utama di kawasan tersebut. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Luar Negeri Nirupama Rao dan Menteri Pertahanan A.K. Antony, yang menekankan pentingnya peran India dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Samudra Hindia. India meningkatkan patroli keamanan dan membangun pangkalan militer di beberapa titik strategis, seperti di pulau Andaman, Nicobar, dan Bay of Bengal, untuk memperkuat kontrol dan pengaruhnya di Samudra Hindia. Pernyataan-pernyataan tersebut mengisyaratkan keinginan India untuk memonitor, memimpin, dan menguasai Samudra Hindia.

3. Strategi China Kebijakan String of Pearls

China, sebagai negara yang sedang berkembang pesat, telah menunjukkan kekuatan militernya di Samudra Hindia melalui kebijakan 'String of Pearls'. Kebijakan ini melibatkan ekspansi angkatan laut China (PLA) ke Samudra Hindia dan pantai Afrika, bertujuan untuk mengamankan akses litoral dan memanfaatkan hubungan geopolitik, ekonomi, dan militer. China aktif menjalin kerjasama dengan negara-negara di sekitar Samudra Hindia, beberapa di antaranya berbatasan langsung dengan India, untuk melindungi jalur Sea Line of Communication (SLOC)-nya. Jalur SLOC ini sangat penting bagi China karena menghubungkan jalur minyak dari Timur Tengah melalui Selat Malaka menuju Samudra Pasifik. Pembangunan pangkalan-pangkalan militer di Pakistan (Gwadar), Myanmar (Coco Island), Sri Lanka (Hambantota), dan Seychelles merupakan bagian integral dari strategi 'String of Pearls' ini, yang menimbulkan kekhawatiran bagi India.

II.Respon India Kerjasama dengan Amerika Serikat

Sebagai respons terhadap meningkatnya aktivitas dan agresivitas China di Samudra Hindia, India meningkatkan kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat. Kerjasama ini, melalui Defense Policy Group (DPG), mencakup berbagai bidang, termasuk penanggulangan terorisme, keamanan maritim, dan latihan militer bersama. Kolaborasi ini bertujuan untuk menyeimbangi pengaruh China dan menjaga stabilitas regional di Samudra Hindia. Pernyataan pejabat-pejabat India dan Amerika Serikat menekankan pentingnya kerjasama ini dan peran India sebagai kekuatan utama di kawasan Samudra Hindia.

1. Peningkatan Kerjasama Pertahanan India AS sebagai Respon terhadap China

Meningkatnya aktivitas China di Samudra Hindia, termasuk pembangunan pangkalan militer dan penerapan kebijakan 'String of Pearls', mendorong India untuk memperkuat kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat. Kerjasama ini dilihat sebagai strategi untuk menyeimbangi pengaruh China dan mengamankan kepentingan keamanan maritim India. Pembentukan Defense Policy Group (DPG) pada tahun 2005 menandai awal dari kerjasama yang lebih intensif ini. Awalnya difokuskan pada dialog dan kepentingan bersama, kerjasama ini kemudian berkembang mencakup isu-isu seperti terorisme, keamanan kemanusiaan, pencurian ikan ilegal, dan kerjasama maritim, termasuk pertukaran personil angkatan laut dan latihan bersama. Kemitraan strategis ini bertujuan untuk memperkuat kapabilitas pertahanan India dan memberikan pencegahan terhadap potensi agresi China.

2. Pernyataan Pejabat dan Dukungan Amerika Serikat

Pernyataan-pernyataan dari pejabat tinggi India dan Amerika Serikat menunjukkan komitmen bersama dalam kerjasama pertahanan ini. Pernyataan mantan Menteri Pertahanan India, A.K. Antony, menegaskan lokasi strategis India di Samudra Hindia dan kemampuan angkatan lautnya sebagai dasar untuk memainkan peran utama dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Sementara itu, Sekretaris Negara AS Hillary Clinton menyatakan dukungan AS terhadap kebijakan 'Look East' India dan mendorong peran India yang lebih besar dalam institusi dan urusan Asia. Kepala Staf Angkatan Laut India, Nirmal Kurma Verma, juga menekankan pentingnya fokus pada Samudra Hindia sebagai area utama perhatian, mencerminkan kekhawatiran terhadap aktivitas China. Dukungan AS untuk kebijakan 'Look East' India lebih lanjut memperkuat fokus India di Samudra Hindia, dan menekankan kepentingan strategis kawasan tersebut bagi kedua negara.

III.Studi Terdahulu dan Kerangka Teori

Studi terdahulu membahas dampak kebijakan 'String of Pearls' China terhadap hubungan India-China, seringkali menggunakan teori threat perception dari Robert Jervis dan balance of power. Penelitian ini menggunakan kerangka teori balance of threat dari Stephen M. Walt untuk menganalisis peningkatan kerjasama India-AS sebagai respon terhadap agresivitas China di Samudra Hindia. Penelitian ini juga mempertimbangkan faktor-faktor seperti aggregate powerChina dan niat ofensifnya sebagai pemicu ancaman bagi India.

1. Studi Terdahulu tentang Hubungan India China dan Strategi China

Penelitian terdahulu telah meneliti dampak hubungan China-India, khususnya terkait kebijakan 'blue water strategy' atau 'String of Pearls' China di Samudra Hindia. Salah satu studi, oleh Meutia Galuh Rizqi, menganalisis pengaruh 'blue water strategy' terhadap hubungan India-China. Studi ini menemukan bahwa kehadiran angkatan laut China (PLA) tidak selalu dilihat positif oleh negara-negara di Asia Selatan. Beberapa negara seperti Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka mengambil keuntungan dari kebijakan ini, sementara India merespon negatif, melihat PLA sebagai ancaman potensial. Metode analisis yang digunakan adalah threat perception dari Robert Jervis, yang menekankan pengaruh sejarah hubungan kedua negara terhadap persepsi ancaman. Teori ini membagi pembentukan threat perception menjadi unmotivated bias dan motivated bias, menjelaskan bagaimana aspek kognitif dan kepentingan nasional memengaruhi persepsi ancaman. Penelitian ini berbeda karena mempertimbangkan peran Amerika Serikat dalam hubungan India-China.

2. Tinjauan Penelitian tentang Kekuatan Militer dan Persepsi Ancaman

Penelitian lain, oleh Charles Grant, secara deskriptif membahas kekuatan militer China dan India, dan persepsi India terhadap kebangkitan China. Grant mencatat kekhawatiran India terhadap peningkatan anggaran belanja militer China, modernisasi militer, dan pendekatan bilateral dengan negara-negara tetangga India. Grant juga mencatat bahwa India, sebagai respon, meningkatkan anggaran militernya sendiri dan menjalin kerjasama dengan Jepang, Australia, dan negara-negara ASEAN dalam visi 'Look East' policy. Namun, penelitian Grant belum menjelaskan secara terperinci dampak kebangkitan China terhadap India, pembahasannya terlalu luas dan tidak spesifik. Penelitian ini berfokus pada kerjasama pertahanan India-Amerika Serikat sebagai respon terhadap kebangkitan China di Samudra Hindia, memberikan batasan yang lebih spesifik.

3. Kerangka Teori Balance of Threat dan Konsep Agresivitas

Penelitian ini menggunakan teori balance of threat oleh Stephen M. Walt sebagai kerangka analisis. Teori ini memiliki dua asumsi utama: balancing (beraliansi untuk menghadapi ancaman bersama) dan bandwagoning (bekerjasama dengan sumber ancaman). Penelitian ini menggunakan konsep balancing, dimana India beraliansi dengan Amerika Serikat untuk menghadapi ancaman dari China. Penulis juga menambahkan konsep agresivitas untuk mengukur niat ofensif China di Samudra Hindia, menggunakan contoh kasus klaim perbatasan dan perlindungan jalur SLOC. Konsep general deterrence, berbeda dari immediate deterrence, digunakan untuk memahami pertimbangan India dalam meningkatkan kerjasama dengan Amerika Serikat sebagai tindakan pencegahan terhadap China. Empat faktor yang mempengaruhi ukuran ancaman dalam teori balance of threat (kekuatan agregat, niat ofensif, kedekatan geografis, dan kemampuan ofensif) juga dipertimbangkan dalam analisis.

IV.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode korelasional, membandingkan variabel independen (agresivitas China di Samudra Hindia) dengan variabel dependen (peningkatan kerjasama India-AS). Data sekunder digunakan untuk menganalisis hubungan ini dalam periode 2005 hingga saat ini, dengan fokus pada kerjasama pertahanan bilateral. Analisis didasarkan pada teori balance of threat, mempertimbangkan empat faktor yang mempengaruhi persepsi ancaman: kekuatan agregat, niat ofensif, kedekatan geografis, dan kemampuan ofensif.

1. Level Analisis dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan level analisis negara, membandingkan variabel independen (agresivitas China di Samudra Hindia) dengan variabel dependen (peningkatan kerjasama pertahanan India-AS). Hubungan antar variabel bersifat korelasional, artinya unit eksplanasi dan unit analisis berada pada level yang sama. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional karena ingin melihat hubungan antara agresifitas China di Samudra Hindia dengan meningkatnya kerja sama pertahanan antara India dan AS. Dengan demikian, fokus penelitian diarahkan untuk menguji adanya hubungan atau korelasi antara kedua variabel tersebut, bukan untuk membuktikan sebab akibat secara kausal. Penelitian ini juga tidak mencari untuk membuktikan hipotesa kausalitas, melainkan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen.

2. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Prosesnya dimulai dengan pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang relevan dengan teori yang digunakan akan dipilih, sementara data yang tidak relevan akan dihilangkan. Setelah data terkumpul dan disaring, peneliti akan melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan teori balance of threat sebagai kerangka analisis. Teori ini akan menjadi alat utama untuk menganalisis data dan menarik kesimpulan. Proses analisis ini fokus pada pengujian hipotesis dan pemahaman korelasi, bukan untuk menemukan bukti empiris kausalitas yang kuat. Data sekunder yang digunakan akan ditelaah untuk menguji hipotesis yang sudah dirumuskan, yaitu adanya korelasi antara agresifitas China di Samudra Hindia dengan meningkatnya kerja sama pertahanan India-AS.

3. Batasan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada pemahaman peningkatan kerjasama India-Amerika Serikat di bidang pertahanan sebagai respons terhadap agresivitas China di Samudra Hindia. Fokus penelitian meliputi latar belakang pengembangan kerjasama, tujuan, dan aspek-aspek relevan lainnya. Data yang digunakan berupa intensitas aktivitas China di Samudra Hindia yang menimbulkan kekhawatiran bagi India sehingga mendorong kerjasama dengan AS. Batasan waktu penelitian adalah dari tahun 2005 hingga saat ini, karena kebijakan 'String of Pearls' China dimulai sekitar tahun tersebut. Namun, data tambahan sebelum tahun 2005 dapat digunakan untuk menjaga keakuratan penelitian. Penelitian ini fokus pada kerjasama pertahanan antara India dan AS dalam konteks peningkatan aktivitas China di Samudra Hindia sejak tahun 2005. Batasan waktu dan ruang lingkup ini memastikan fokus penelitian tetap terarah dan hasilnya lebih akurat.

V.Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah bahwa agresivitas China di Samudra Hindia, ditandai oleh kebijakan 'String of Pearls' dan peningkatan kekuatan militernya, merupakan faktor utama yang mendorong peningkatan kerjasama pertahanan India-Amerika Serikat. Penelitian ini akan menguji hipotesis ini dengan menganalisis data dalam kerangka teori balance of threat, melihat bagaimana India berupaya menyeimbangi kekuatan China melalui aliansi dengan Amerika Serikat untuk mengamankan kepentingan keamanan maritimnya di Samudra Hindia.

1. Hipotesis Utama Agresivitas China dan Kerjasama India AS

Hipotesis utama penelitian ini adalah bahwa meningkatnya agresivitas China di Samudra Hindia, yang ditandai dengan kebijakan 'String of Pearls' dan pembangunan pangkalan-pangkalan militer di negara-negara tetangga India, merupakan penyebab utama peningkatan kerjasama pertahanan antara India dan Amerika Serikat. Kebijakan 'String of Pearls' China, yang dimulai sekitar tahun 2005, dilihat sebagai upaya untuk memperluas pengaruh dan mengendalikan jalur-jalur strategis di Samudra Hindia, termasuk jalur Sea Line of Communication (SLOC). Hal ini memicu kekhawatiran di India terkait dengan keamanan maritim dan potensi ancaman dari China. Konflik-konflik perbatasan yang masih berlangsung antara India dan China semakin memperkuat persepsi ancaman tersebut. Oleh karena itu, India mencari aliansi dengan Amerika Serikat sebagai bentuk strategi balancing untuk menghadapi China dan menjaga stabilitas regional di Samudra Hindia.

2. Pengukuran Ancaman Berdasarkan Teori Balance of Threat

Ukuran ancaman China terhadap India diukur berdasarkan empat faktor kunci dalam teori balance of threat oleh Stephen M. Walt: kekuatan agregat (aggregate power), niat ofensif (offensive intention), kedekatan geografis (proximity), dan kemampuan ofensif (offensive capability). Keaktifan China dalam membangun pangkalan militer di beberapa titik strategis di sekitar India, dikombinasikan dengan modernisasi kekuatan militernya yang terus meningkat, menunjukkan potensi ancaman yang signifikan. Empat faktor tersebut digunakan untuk mengukur tingkat ancaman yang dihadapi India dari China. Hal ini kemudian dikaitkan dengan keputusan India untuk meningkatkan kerjasama pertahanan dengan AS sebagai respons terhadap ancaman tersebut, sesuai dengan prinsip balancing dalam teori balance of threat. Penelitian ini menggunakan teori balance of threat untuk menganalisis mengapa dan bagaimana kerjasama ini terjadi.