Peran Partai Politik dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Peran Partai Politik dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 905.69 KB
Jurusan Ilmu Politik / Politik
Jenis dokumen Esai / Makalah
  • Perkembangan Partai Politik
  • Demokrasi di Indonesia
  • Sejarah Politik Indonesia

Ringkasan

I.Peran Partai Politik dalam Demokrasi Indonesia

Dokumen ini membahas peran partai politik dalam demokrasi Indonesia, khususnya sebagai wadah penyalur aspirasi rakyat. Analisis sejarah menunjukkan peran partai politik yang beragam, mulai dari kurang optimal pada masa awal kemerdekaan dan Orde Lama, hingga pengaturan ketat di era Orde Baru, dan perkembangan sistem multipartai pasca reformasi. Meskipun terdapat kemajuan dalam partisipasi politik, masih ada tantangan seperti money politik dan rendahnya pendidikan politik masyarakat. Studi kasus difokuskan pada Kota Malang, dengan populasi 820.243 jiwa pada tahun 2010 dan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun, serta menganalisis peran dua partai politik, yaitu PDIP dan Hanura, dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana partai politik di Kota Malang menjalankan fungsinya dalam membentuk pemilih cerdas.

1. Partai Politik sebagai Penyangga Demokrasi Perwakilan

Bagian ini menjelaskan posisi krusial partai politik sebagai penopang utama sistem demokrasi perwakilan di Indonesia. Selama kedaulatan rakyat masih diwujudkan melalui mekanisme perwakilan, keberadaan partai politik menjadi tak terelakkan. Peran partai politik telah mengubah relasi antara rakyat dan penguasa, menjadikannya sebagai jembatan penghubung aspirasi rakyat dengan pemegang kekuasaan. Namun, untuk mengukur seberapa efektif partai politik menjalankan peran ini sebagai penyalur aspirasi, perlu dilihat dari perspektif sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berfungsi optimal, terlihat dari munculnya gejolak dan ketidakpuasan masyarakat yang berujung pada gerakan separatis seperti Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo (1949) dan pembentukan negara-negara boneka kedaerahan. Ini menggarisbawahi pentingnya analisis historis untuk memahami dinamika peran partai politik dalam demokrasi Indonesia.

2. Perkembangan Partai Politik di Indonesia Sepanjang Sejarah

Bagian ini menelusuri evolusi partai politik di Indonesia sebagai cerminan perkembangan demokrasi. Pada masa Orde Lama, partai politik gagal sepenuhnya memenuhi harapan sebagai penyalur aspirasi rakyat, terjebak dalam kepentingan kelompok dan internal partai. Instabilitas politik dan pergantian kabinet yang sering terjadi menjadi bukti ketidakmampuan partai politik dalam menjalankan fungsinya. Prioritas kepentingan politik mengalahkan kepentingan ekonomi dan keadilan, menimbulkan ketidakpuasan dan mengikis kepercayaan publik terhadap demokrasi. Pendidikan politik rakyat pun kurang mendapat perhatian. Di era Orde Baru, UU No. 3 Tahun 1973 membatasi jumlah partai politik menjadi tiga kekuatan politik utama (dua partai, PPP dan PDI, serta Golkar), namun tetap tidak mampu secara efektif mewadahi aspirasi rakyat dan cenderung menjadi alat legitimasi kekuasaan. Reformasi, meskipun menjanjikan perbaikan, belum sepenuhnya menghasilkan peran partai politik yang ideal dalam menyalurkan aspirasi rakyat, hal ini terlihat dari kampanye pemilu yang masih diwarnai janji-janji politik sesaat.

3. Fungsi Partai Politik Berdasarkan Teori V.O. Key dan Implementasinya di Indonesia

Berdasarkan teori V.O. Key, partai politik memiliki tiga fungsi utama: partai di pemilih (party in the electorate), partai sebagai organisasi (party organization), dan partai di pemerintahan (party in the government). Fungsi pertama menekankan peran partai dalam menghubungkan individu dengan proses demokrasi melalui identitas partai, membantu masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Fungsi kedua meliputi operasional internal partai. Fungsi ketiga menyoroti peran partai dalam pengelolaan dan penstrukturan pemerintahan. Dokumen ini selanjutnya membahas bagaimana seharusnya fungsi-fungsi tersebut dijalankan, terutama dalam konteks Kota Malang yang akan melaksanakan pesta demokrasi. Pertanyaan penting diajukan terkait kemampuan partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat untuk menciptakan pemilih cerdas (smart voters), dan apakah pendidikan politik hanya diberikan menjelang pemilu saja. Analisis kritis ini menekankan pada kesenjangan antara fungsi ideal dan realitas implementasi partai politik di Indonesia.

4. Partisipasi Politik dan Pendidikan Politik sebagai Elemen Demokrasi

Bagian ini mengkaji partisipasi politik sebagai unsur dasar dalam sistem demokrasi, menekankan pentingnya peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik. Partisipasi pemilih (voter turnout) dalam pemilu merupakan indikator penting kesehatan demokrasi. Di Kota Malang, sebagai kota pendidikan dengan populasi besar dan jumlah anggota DPRD yang signifikan, harapannya partai politik berperan aktif dalam meningkatkan partisipasi politik dan menciptakan pemilih cerdas. Namun, partisipasi politik yang masih rendah dan pemilu yang masih diwarnai berbagai masalah (money politik, kerusuhan) menunjukkan kurang efektifnya pendidikan politik. Dokumen ini membahas berbagai definisi partisipasi politik (menurut Kevin R. Hardwick, Herbert McClosky, Max Weber, dan Miriam Budiarjo), menekankan pentingnya pendidikan politik untuk membentuk orientasi politik, loyalitas, dan kesadaran politik warga negara sehingga mampu menentukan pilihan politik secara cerdas. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas pemilu.

5. Pembangunan Politik Lokal di Kota Malang dan Tantangannya

Bagian ini membahas pembangunan politik lokal sebagai syarat bagi pertumbuhan ekonomi, menjelaskan berbagai perspektif mengenai hubungan antara pembangunan politik, stabilitas, dan perubahan sosial. Ada pandangan bahwa pembangunan politik semata-mata bertujuan menciptakan ketertiban ekonomi dan sosial, serta pandangan lain yang menekankan kapasitas sistem politik untuk perubahan terarah. Pembangunan politik lokal diartikan sebagai modernisasi politik di tingkat lokal, untuk memenuhi kebutuhan politik daerah. Namun, konsep ini perlu mempertimbangkan konteks lokal dan menghindari etnosentrisme Barat. Dokumen ini kemudian menjelaskan pentingnya pembangunan politik untuk meningkatkan kapasitas negara dalam hal partai politik, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif, dan membahas implikasi jika pembangunan politik hanya berfokus pada pencapaian tujuan-tujuan elemen politik tersebut tanpa mempertimbangkan konteks lokal. Kota Malang, sebagai studi kasus, menjadi contoh bagaimana pembangunan politik lokal dapat diwujudkan melalui peran aktif partai politik dalam menciptakan stabilitas politik, partisipasi masyarakat, dan kesejahteraan.

II.Sejarah dan Perkembangan Partai Politik di Indonesia

Perkembangan partai politik di Indonesia mencerminkan perjalanan demokrasi bangsa. Pada awal kemerdekaan, partai politik belum optimal menyalurkan aspirasi rakyat, yang terlihat dari munculnya gerakan separatis. Masa Orde Lama juga menunjukkan partai politik yang lebih mementingkan kepentingan internal daripada kepentingan rakyat secara keseluruhan. Orde Baru kemudian membatasi jumlah partai politik menjadi tiga kekuatan (PPP, PDI, dan Golkar), namun hal ini tidak meningkatkan peran mereka dalam menyalurkan aspirasi rakyat. Era reformasi membuka ruang bagi sistem multipartai, tetapi tantangan dalam mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam program partai politik masih berlanjut.

1. Masa Awal Kemerdekaan Peran Partai Politik yang Belum Optimal

Pada periode awal kemerdekaan Indonesia, partai politik belum sepenuhnya mampu menjalankan peran sebagai wadah penyalur aspirasi rakyat secara efektif. Ketidakmampuan ini memicu berbagai gejolak dan ketidakpuasan di masyarakat. Banyak kelompok merasa aspirasi politiknya tidak terakomodasi, yang berujung pada munculnya gerakan-gerakan separatis. Proklamasi Negara Islam Indonesia oleh Kartosuwiryo pada tahun 1949 dan pembentukan negara-negara boneka bernuansa kedaerahan menjadi contoh nyata dari kegagalan partai politik dalam periode ini untuk menjadi representasi yang efektif bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan realita fungsi partai politik dalam mewujudkan cita-cita demokrasi di Indonesia. Kondisi ini menjadi catatan penting dalam mempelajari sejarah perkembangan partai politik Indonesia.

2. Orde Lama Kepentingan Partai Melebihi Aspirasi Rakyat

Fase Orde Lama menandai kelanjutan tantangan dalam peran partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat. Partai-partai cenderung terperangkap dalam kepentingan internal partai atau kelompoknya masing-masing, mengabaikan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Situasi ini mengakibatkan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan yang tidak stabil, ditandai oleh pergantian kabinet yang sering terjadi. Partai politik seakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, bahkan politik dijadikan panglima. Akibatnya, aspirasi rakyat tidak tersalurkan dan kebijakan politik yang dikeluarkan lebih mengedepankan kepentingan politik daripada kepentingan ekonomi dan keadilan. Rasa ketidakpuasan masyarakat pun semakin menguat, demokrasi hanya sebatas jargon, tanpa upaya nyata untuk memberdayakan pendidikan politik rakyat. Periode ini menjadi gambaran betapa pentingnya partai politik yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

3. Orde Baru Pengaturan Ketat dan Minimnya Aspirasi Rakyat

Pemerintahan Orde Baru berupaya menata peran partai politik melalui UU No. 3 Tahun 1973, membatasi jumlah partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik: dua partai politik (PPP dan PDI) dan Golkar. Namun, pengaturan yang ketat ini tidak serta-merta membuat partai politik lebih efektif dalam mewadahi aspirasi rakyat. Kebijakan publik yang dihasilkan cenderung mengabaikan aspirasi rakyat dan lebih berfungsi sebagai alat legitimasi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu. Aspirasi rakyat yang seharusnya terkristal menjadi kebijakan publik yang populis tidak terwujud. Pembangunan nasional pun lebih menekankan pada legitimasi kekuasaan ketimbang kesejahteraan rakyat, menciptakan ketimpangan dan kesenjangan sosial. Peran partai politik dalam periode ini lebih sebagai aksesoris demokrasi dan mesin politik penguasa, bukan sebagai kekuatan politik bangsa yang sebenarnya. Ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya keseimbangan antara pengaturan dan kebebasan partai politik.

4. Era Reformasi Sistem Multipartai dan Tantangan Baru

Era reformasi membawa perubahan besar dengan lahirnya UU No. 3 Tahun 1999 tentang partai politik, memungkinkan kembalinya sistem multipartai. Harapan akan peran partai politik yang lebih baik dalam menyalurkan aspirasi politik semakin besar. Namun, kenyataannya hingga saat ini harapan tersebut belum sepenuhnya terwujud. Kampanye pemilu masih diwarnai oleh banyak partai politik yang tidak mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam program partai. Janji dan slogan kepentingan politik sesaat lebih dominan daripada program nyata. Meskipun rezim otoriter telah berakhir dan demokrasi terbuka lebih luas, perkembangan demokrasi belum berjalan optimal, dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Ketimpangan dan kesenjangan sosial masih terjadi sebagai dampak dari peran partai politik yang belum sepenuhnya efektif. Era reformasi ini menunjukkan bahwa perubahan sistem saja belum cukup tanpa diiringi perubahan substansial dalam perilaku dan kinerja partai politik.

III.Fungsi dan Peran Partai Politik

Berdasarkan teori V.O. Key, partai politik memiliki tiga fungsi utama: party in the electorate (menghubungkan individu dalam proses demokrasi), party organization (fungsi internal partai politik), dan party in the government (pengelolaan pemerintahan). Partai politik idealnya berfungsi sebagai edukator politik, memfasilitasi partisipasi politik, dan menjadi perantara antara aspirasi rakyat dan pemerintah. Namun, realitanya, partai politik di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara optimal, terutama dalam memberikan pendidikan politik yang efektif untuk menghasilkan pemilih cerdas.

1. Fungsi Partai Politik menurut V.O. Key

Dokumen ini mengutip teori V.O. Key yang membagi fungsi partai politik menjadi tiga bagian. Pertama, party in the electorate, di mana partai politik berperan menghubungkan individu dengan proses demokrasi. Label partai menyediakan informasi singkat bagi pemilih tentang bagaimana seharusnya mereka memilih, membantu mereka memahami isu-isu dan berperilaku dalam pemilihan. Kedua, party organization, yang merujuk pada fungsi internal partai politik sebagai organisasi, termasuk proses pengorganisasian di dalam partai itu sendiri. Ketiga, party in the government, di mana partai berperan dalam pengelolaan dan penstrukturan persoalan pemerintahan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan dan penting untuk keberhasilan partai politik dalam menjalankan perannya. Teori ini menjadi kerangka analisis untuk mengevaluasi bagaimana partai politik di Indonesia, khususnya dalam konteks studi kasus Kota Malang, menjalankan fungsi-fungsi tersebut.

2. Peran Ideal dan Realitas Partai Politik di Indonesia

Berdasarkan uraian sejarah perkembangan partai politik di Indonesia, dokumen ini menyoroti kesenjangan antara peran ideal dan realitas partai politik. Partai politik seharusnya berfungsi sebagai edukator politik, mendidik warga negara tentang pengambilan keputusan kebijakan. Mereka juga berperan sebagai wadah partisipasi politik dan perantara antara kekuatan-kekuatan sosial dengan pemerintah. Namun, kenyataannya, banyak partai politik di Indonesia belum menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara optimal. Contohnya, banyak partai politik yang hanya memberikan pendidikan politik menjelang pemilu, tanpa upaya berkelanjutan untuk membangun kesadaran politik masyarakat. Hal ini mengakibatkan rendahnya partisipasi politik dan munculnya berbagai masalah seperti money politik dan kerusuhan selama pemilu. Dokumen ini menekankan pentingnya komitmen partai politik dalam menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dan benar agar tetap mendapatkan dukungan dan kepercayaan rakyat.

3. Fungsi Partai Politik di Tingkat Lokal Studi Kasus Kota Malang

Dokumen ini secara khusus menyorot peran partai politik di tingkat lokal, menggunakan Kota Malang sebagai studi kasus. Kota Malang, dengan populasinya yang terus tumbuh dan jumlah anggota DPRD yang signifikan, menawarkan konteks yang menarik untuk menganalisis fungsi partai politik dalam konteks lokal. Pertanyaan utama yang diajukan adalah apakah partai-partai politik di Kota Malang sudah menjalankan peran edukatifnya dengan baik untuk menarik masyarakat menjadi pemilih cerdas. Apakah program kerja partai politik di Kota Malang cukup efektif dalam memberikan pendidikan politik yang berkelanjutan, bukan hanya menjelang pemilu? Analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana fungsi partai politik di tingkat lokal sesuai dengan fungsi idealnya, serta mengidentifikasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam implementasinya. Hal ini penting untuk memahami dinamika dan efektivitas peran partai politik dalam konteks pemerintahan dan masyarakat di tingkat lokal.

IV.Pendidikan Politik dan Partisipasi Politik di Kota Malang

Penelitian ini meneliti peran partai politik (khususnya PDIP dan Hanura) dalam memberikan pendidikan politik di Kota Malang. Rendahnya pendidikan politik masyarakat berkontribusi pada masalah seperti money politik dan kerusuhan selama pemilu. Partisipasi politik masyarakat juga masih rendah, sehingga diperlukan upaya peningkatan pendidikan politik agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam demokrasi secara cerdas. Penelitian ini akan menganalisis program-program pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik di Kota Malang dan faktor-faktor yang mendorong dan menghambatnya.

1. Rendahnya Pendidikan Politik di Kota Malang Implikasi terhadap Pemilu

Dokumen ini menunjukan adanya permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, khususnya terkait rendahnya pendidikan politik masyarakat. Di Kota Malang, masalah ini terlihat dari sering terjadinya money politik, kerusuhan, dan hasil pemilu yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan politik di Kota Malang masih sangat rendah. Padahal, sesuai Undang-Undang Partai Politik Pasal 11 ayat (1) (UU No. 2 Tahun 2008, revisi UU No. 2 Tahun 2011), partai politik memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas agar warga negara Indonesia sadar akan hak dan kewajibannya. Partai politik juga berfungsi untuk menciptakan iklim kondusif bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini akan menelaah sejauh mana pendidikan politik dilakukan partai politik, bentuk kegiatannya, serta faktor-faktor pendorong dan penghambatnya di Kota Malang. Tujuannya adalah untuk menciptakan bentuk pendidikan politik yang lebih efektif dan mampu meningkatkan kualitas pemilu di Kota Malang, menghasilkan pemilih yang lebih cerdas dan bertanggung jawab.

2. Partisipasi Politik di Kota Malang Tantangan dan Potensi

Partisipasi politik masyarakat di Kota Malang, seperti halnya di banyak daerah lain di Indonesia, masih tergolong rendah. Keikutsertaan dalam pemilihan umum (voter turnout) sebagai bentuk partisipasi paling dasar masih perlu ditingkatkan. Dokumen ini menguraikan berbagai definisi partisipasi politik, menurut Kevin R. Hardwick, Herbert McClosky, Max Weber, dan Miriam Budiarjo, menekankan pentingnya interaksi warga negara dengan pemerintah dan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik. Di Kota Malang, sebagai kota pendidikan dengan jumlah penduduk 820.243 jiwa pada tahun 2010 dan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun, potensi partisipasi politik sebenarnya besar. Namun, partisipasi dalam pemilihan anggota DPRD, DPD, bupati, atau walikota masih tergolong langka. Penelitian ini akan meneliti bagaimana partai politik dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat Kota Malang agar lebih maksimal, dengan fokus pada bagaimana peran mereka dalam membentuk pemilih cerdas (smart voters) yang aktif dan bertanggung jawab dalam proses demokrasi. Keterlibatan aktif dalam pemilu demokratis menjadi indikator penting bagi kesehatan sistem demokrasi.

3. Peran Partai Politik dalam Membangun Pemilih Cerdas di Kota Malang

Dokumen ini menitikberatkan pada peran partai politik, khususnya PDIP dan Hanura, dalam memberikan pendidikan politik di Kota Malang untuk membentuk pemilih cerdas. Kota Malang, dengan statusnya sebagai kota pendidikan, memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan politik. Namun, keberhasilannya bergantung pada komitmen dan kinerja partai politik. Anggota DPRD Kota Malang sebanyak 45 orang diharapkan dapat berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, mendorong anggaran yang berbasis sektor publik, dan meningkatkan pendidikan politik. Penelitian ini akan menganalisis program kerja PDIP dan Hanura untuk melihat sejauh mana komitmen dan upaya mereka dalam membentuk pemilih yang cerdas. Penting untuk mengevaluasi apakah program-program tersebut cukup efektif dan berkelanjutan, atau hanya dilakukan secara sporadis, menjelang pemilu saja. Data primer akan dikumpulkan untuk menganalisis dampak pendidikan politik yang diberikan oleh partai politik terhadap perilaku pemilih di Kota Malang. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana partai politik berkontribusi dalam proses demokrasi di tingkat lokal.

V.Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan konstituen dari PDIP dan Hanura, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik di Kota Malang. Teknik triangulasi digunakan untuk meningkatkan validitas data. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang peran partai politik dalam pendidikan politik dan partisipasi politik di tingkat lokal.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan objek atau permasalahan tanpa bermaksud membuat kesimpulan atau generalisasi. Gambaran tersebut kemudian dielaborasi dengan teori-teori yang relevan untuk menghasilkan analisis kritis yang selengkap mungkin, tanpa mengklaim sebagai satu-satunya kebenaran. Pendekatan kualitatif dipilih untuk memahami secara mendalam fenomena pendidikan politik dan partisipasi politik di Kota Malang. Penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor (1975) dan Denzin dan Lincoln (1987), berfokus pada penafsiran fenomena yang terjadi dalam latar alamiah, melibatkan berbagai metode untuk menggali data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari informan dan perilaku yang diamati. Pilihan metode ini memungkinkan pemahaman yang kaya dan kontekstual tentang peran partai politik dalam konteks Kota Malang.

2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian, yaitu program kerja Partai PDIP dan Hanura dalam memberikan pendidikan politik di Kota Malang dan pengaruhnya terhadap perilaku pemilih. Metode pengumpulan data primer menggunakan observasi, wawancara (interview), dan dokumentasi. Observasi dilakukan secara sistematis untuk mengamati fenomena yang diteliti. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dan informasi akurat secara langsung dari sumber informasi atau responden. Dokumentasi melibatkan pengumpulan data tertulis seperti catatan, arsip, dan dokumen terkait objek penelitian. Teknik triangulasi digunakan untuk memeriksa validitas data dengan membandingkan dan mengecek informasi dari berbagai sumber. Peneliti memperpanjang waktu kehadiran di lapangan untuk meminimalisir distorsi data dan memastikan data yang valid dan sahih.

3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Proses analisis diawali dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian dilakukan reduksi data dengan memformulasikan teori ke dalam seperangkat konsep. Data kemudian disederhanakan menjadi bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dilakukan secara normatif melalui studi literatur dan analisis kualitatif dalam bentuk deskripsi atau uraian. Setelah data diolah, diambil alternatif terbaik sebagai bahan penyampaian informasi dan pengambilan keputusan. Pengelolaan data dilakukan dengan mengklasifikasikan data berdasarkan kebutuhan, lalu diuraikan secara sistematis. Tahapan analisis data mencakup menelaah seluruh data, melakukan reduksi data (memformulasikan teori), dan mengambil alternatif terbaik untuk penyampaian informasi dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini memastikan pemahaman yang komprehensif dan berimbang dari temuan penelitian.