Peran Foto Jurnalistik dalam Media Massa

Peran Foto Jurnalistik dalam Media Massa

Informasi dokumen

Jurusan Jurnalistik
Jenis dokumen Skripsi/Tesis/Artikel Jurnal
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 215.77 KB
  • media massa
  • foto jurnalistik
  • komunikasi

Ringkasan

I.Peran Foto Jurnalistik dalam Media Cetak

Dokumen ini membahas pentingnya foto jurnalistik sebagai elemen kunci dalam media cetak, khususnya surat kabar. Disebutkan bahwa foto, selain berita tulis, merupakan sarana utama penyampaian informasi. Foto jurnalistik yang efektif memuat unsur 5W+1H, bahkan mampu menjelaskan unsur 'how' (bagaimana) lebih baik daripada teks. Koran seperti Jawa Pos, dengan oplah di atas 360.000 eksemplar per hari, menunjukkan bagaimana foto menjadi daya tarik dan melengkapi fakta dalam pemberitaan. Foto jurnalistik bukan sekadar visual, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan dan informasi yang bernilai berita, mampu membangkitkan emosi dan meningkatkan daya ingat pembaca.

1. Foto Jurnalistik sebagai Elemen Utama Media Cetak

Dalam industri media cetak, khususnya koran, informasi merupakan kunci. Dokumen ini menekankan peran penting foto jurnalistik sebagai elemen kunci selain berita tulis. Kehadiran foto dalam koran bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai penyampai informasi visual yang esensial. Sifat visual manusia menjadikan foto sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien. Foto jurnalistik, yang memuat unsur 5W+1H, mampu memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan menarik dibandingkan berita tulis semata. Keberadaan foto jurnalistik memperkaya dan memperkuat pesan berita, membuat media cetak lebih informatif dan engaging. Bahkan, foto mampu menjelaskan aspek 'how' (bagaimana) suatu peristiwa terjadi lebih baik daripada teks, membuat media cetak lebih menarik dan mudah dipahami. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan surat kabar mempertahankan eksistensinya meskipun teknologi komunikasi terus berkembang. Foto jurnalistik telah mendapatkan pengakuan sebagai karya jurnalistik visual yang efektif.

2. Foto Jurnalistik dan Daya Tarik Media Cetak

Teks ini juga membahas foto jurnalistik sebagai kunci daya tarik media cetak. Foto bukan sekadar media komunikasi, tetapi juga sebagai faktor penting untuk menarik pembaca. Seorang Redaktur Senior majalah Life, Wilson Hicks, bahkan menyebut foto jurnalistik sebagai kombinasi media komunikasi verbal dan visual. Hal ini menunjukkan bahwa foto dan teks saling melengkapi dalam menyampaikan informasi secara efektif. Kehadiran foto yang dramatis, misalnya potret pengungsi dengan raut wajah sedih, mampu memperkuat dampak emosional dari suatu berita. Lebih lanjut, foto jurnalistik dibandingkan dengan berita tulis, memiliki beberapa keunggulan: lebih mudah dan cepat dibuat, daya rekam yang akurat, unggul dalam menyajikan kejadian fisik, dapat mengejar tenggat waktu, tidak memerlukan penerjemahan dalam pemberitaan internasional, lebih ringkas dan padat, dan dampaknya lebih besar. Ini semua menjadikan foto jurnalistik aset berharga bagi media cetak untuk menarik dan mempertahankan pembaca.

3. Integrasi Foto Jurnalistik dan Media Cetak yang Tak Terpisahkan

Dokumen ini secara tegas menyatakan bahwa media cetak dan fotografi jurnalistik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Media cetak memerlukan foto untuk melengkapi fakta dan memberikan konteks visual pada berita. Sebaliknya, foto membutuhkan media cetak untuk disebarluaskan ke publik. Pilihan dan asumsi dalam pemilihan foto memegang peran kunci, karena sebuah foto merupakan representasi realitas yang disajikan. Untuk menjaga efektivitasnya, foto jurnalistik harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu agar pesan yang disampaikan dapat diterima masyarakat. Ketepatan informasi dan kecepatan penyebaran berita merupakan hal utama dalam foto jurnalistik, dan nilai sebuah foto jurnalistik seringkali diukur dari dampak dan gema peristiwanya di masyarakat. Dengan demikian, foto jurnalistik menjadi bagian integral dari proses penyampaian informasi dalam media cetak yang berkualitas.

II.Studi Kasus Letusan Gunung Kelud dan Analisis Isi

Penelitian ini menggunakan letusan Gunung Kelud pada 14-22 Februari 2014 sebagai studi kasus untuk menganalisis foto jurnalistik di Harian Jawa Pos. Metode yang digunakan adalah analisis isi, untuk mengkaji pesan-pesan yang disampaikan melalui foto-foto bencana tersebut. Data berupa foto-foto dari Jawa Pos dianalisis berdasarkan kategori tertentu (misal: ekonomi, human interest). Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana media cetak menyampaikan informasi melalui visual, khususnya dalam peristiwa bencana skala besar seperti letusan Gunung Kelud. Tiga orang meninggal dan 76.388 orang mengungsi akibat bencana ini. Letusan Gunung Kelud dinyatakan sebagai bencana provinsi.

1. Letusan Gunung Kelud sebagai Studi Kasus

Penelitian ini menggunakan letusan Gunung Kelud di Jawa Timur pada 14-22 Februari 2014 sebagai studi kasus. Letusan ini dipilih karena dianggap sebagai peristiwa yang hangat dan menarik perhatian publik. Peristiwa ini mengakibatkan tiga orang meninggal dunia akibat sesak napas dan tertimpa reruntuhan bangunan, serta memaksa 76.388 orang mengungsi. Kerusakan yang diakibatkan sangat parah sehingga pemerintah menetapkan letusan Gunung Kelud sebagai bencana provinsi. Harian Jawa Pos dipilih sebagai sumber data karena jangkauannya yang luas di Indonesia dan oplahnya yang besar (lebih dari 360.000 eksemplar per hari). Bencana ini, khususnya dampaknya pada masyarakat, ditangkap secara dramatis melalui foto-foto yang dimuat Jawa Pos, menjadikannya subjek penelitian yang ideal untuk analisis lebih lanjut. Penelitian ini melihat bagaimana Jawa Pos, sebagai media massa, menangkap fakta sosial terkait bencana ini melalui pemberitaannya, khususnya melalui foto-foto yang dipublikasikan.

2. Metodologi Analisis Isi

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi, suatu teknik untuk menganalisis pesan yang disampaikan media. Dalam konteks ini, analisis isi diterapkan untuk meneliti pesan-pesan yang ingin disampaikan Jawa Pos melalui foto-foto pemberitaan letusan Gunung Kelud. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pesan-pesan yang terdapat di balik visual foto jurnalistik terkait bencana tersebut. Analisis isi dipilih karena kemampuannya untuk meneliti proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, dan karena jarang mempengaruhi subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan 5 kategori analisis. Penelitian sejenis telah dilakukan sebelumnya, misalnya penelitian “Bencana Lumpur Lapindo Dalam Foto” pada harian Kompas. Dengan analisis isi, peneliti berharap dapat memahami bagaimana konstruksi berita dan pesan visual dalam pemberitaan bencana skala besar dibangun dan disajikan kepada publik.

III.Jenis jenis Foto Jurnalistik

Dokumen ini mengklasifikasikan berbagai jenis foto jurnalistik, termasuk foto berita (tunggal, menekankan ketepatan dan keanehan peristiwa), foto essay (rangkaian foto yang membahas suatu masalah), foto cerita (rangkaian foto faktual yang bercerita), foto feature (foto tunggal yang ekspresif dan mengandung gagasan), dan foto olahraga (menekankan gerak dan ekspresi). Setiap jenis memiliki karakteristik dan tujuan penyampaian pesan yang berbeda, namun semuanya berfokus pada komunikasi visual yang efektif dan efisien.

1. Foto Berita

Salah satu jenis foto jurnalistik yang dibahas adalah foto berita. Foto berita merupakan foto tunggal yang menyajikan suatu peristiwa secara langsung dan ringkas, tanpa keterangan yang berbelit-belit. Pemirsa dapat langsung menangkap esensi berita dari foto tersebut. Nilai berita dalam foto berita terletak pada keanehan atau ketepatan pengambilan gambar suatu peristiwa. Contohnya adalah foto kecelakaan atau peristiwa tragis lainnya yang menimbulkan banyak korban jiwa. Dibandingkan dengan berita tulis, foto berita memiliki beberapa keunggulan: lebih mudah dan cepat dibuat, daya rekam yang akurat (selama tidak dimanipulasi), unggul dalam menyajikan kejadian fisik, mampu mengejar tenggat waktu, tidak memerlukan penerjemahan untuk pemberitaan internasional, lebih ringkas dalam menjelaskan esensi berita, dan memiliki efek yang lebih besar dibandingkan berita tulis. Keunggulan-keunggulan ini menjadikan foto berita sebagai alat penyampaian informasi yang sangat efektif dalam media cetak.

2. Foto Essay dan Foto Cerita

Selain foto berita, dokumen ini juga menjelaskan foto essay dan foto cerita. Foto essay adalah serangkaian foto yang membentuk sebuah esai visual, menyajikan berbagai aspek dari suatu masalah. Contohnya adalah rangkaian foto tentang fenomena konsumtif di kalangan remaja putri yang ditunjukkan melalui foto mereka dengan gadget mewah. Foto cerita, hampir sama dengan foto essay, merupakan rangkaian foto yang secara serial menceritakan suatu kejadian. Perbedaan utamanya terletak pada sifat informasi yang disampaikan; foto essay cenderung lebih bersifat opini, sedangkan foto cerita menekankan pada fakta. Contoh foto cerita adalah liputan perang yang hanya mengandalkan foto-foto untuk menyampaikan situasi konflik. Kedua jenis foto jurnalistik ini membutuhkan serangkaian gambar untuk menyampaikan pesan yang lebih kompleks dan mendalam.

3. Jenis jenis Foto Jurnalistik Lainnya Foto Olahraga dan Foto Feature

Dokumen tersebut juga menyinggung jenis foto jurnalistik lainnya, yaitu foto olahraga dan foto feature. Dalam foto olahraga, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah gerak atau aksi dan ekspresi atlet. Kemajuan teknologi fotografi, khususnya penggunaan lensa telephoto, memungkinkan penggambaran detail gerak dan ekspresi secara bersamaan. Contohnya, foto pelari yang tampak tegang namun senang saat melewati garis finis. Sementara itu, foto feature merupakan foto tunggal yang menyampaikan gagasan atau pesan tertentu. Foto feature dapat berupa foto tentang seni, ilmu pengetahuan, politik, atau isu sosial lainnya. Berbeda dengan foto essay, foto feature hanya terdiri dari satu gambar yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran, sehingga harus ekspresif. Contohnya adalah foto seseorang yang baru dibebaskan dari penjara. Baik foto olahraga maupun foto feature, menunjukkan fleksibilitas dan keragaman dalam foto jurnalistik untuk menyampaikan informasi dan ide.

IV.Teori Agenda Setting dan Foto Jurnalistik

Penelitian ini terkait dengan teori agenda setting, yang menyatakan bahwa media dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap pentingnya suatu peristiwa. Dengan menekankan suatu peristiwa melalui foto jurnalistik, media dapat membentuk opini publik. Penelitian ini menganalisis bagaimana Harian Jawa Pos menggunakan foto jurnalistik untuk ‘menetapkan agenda’ publik terkait letusan Gunung Kelud, dan bagaimana pesan tersebut dikonstruksi dalam visual.

1. Teori Agenda Setting dan Peran Media

Bagian ini membahas teori agenda setting, yang menjelaskan bagaimana media massa dapat mempengaruhi persepsi publik tentang pentingnya suatu isu. McCombs dan Shaw (1972) mengemukakan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka khalayak akan menganggapnya penting. Dokumen ini menghubungkan teori ini dengan peran foto jurnalistik dalam media cetak. Media cetak, seperti koran, memiliki kemampuan yang lebih efektif dalam 'menata agenda' dibandingkan media lain, terutama karena kemampuannya dalam memadukan teks dan gambar. Foto jurnalistik, dengan kekuatan visualnya, dapat secara efektif menekankan suatu peristiwa dan membingkai persepsi publik terhadapnya. Dengan demikian, pemahaman teori agenda setting penting untuk menganalisis bagaimana foto jurnalistik dalam media cetak berkontribusi dalam membentuk opini publik.

2. Penerapan Teori Agenda Setting pada Studi Kasus Gunung Kelud

Studi kasus letusan Gunung Kelud digunakan untuk mengkaji penerapan teori agenda setting dalam konteks foto jurnalistik. Analisis terhadap foto-foto yang dimuat di Jawa Pos bertujuan untuk melihat bagaimana media cetak ini menggunakan visual untuk mengarahkan perhatian publik terhadap aspek-aspek tertentu dari bencana tersebut. Penelitian ini meneliti bagaimana Jawa Pos, melalui pilihan foto dan penempatannya, membentuk persepsi publik mengenai tingkat keparahan bencana, dampak ekonomi, dan aspek kemanusiaan dari peristiwa tersebut. Dengan demikian, analisis ini akan menunjukkan bagaimana visual foto jurnalistik dipadukan dengan kekuatan teori agenda setting untuk membentuk opini publik mengenai bencana alam berskala besar. Penelitian ini menunjukkan bagaimana kekuatan visual foto jurnalistik mampu meningkatkan efektivitas media dalam mempengaruhi persepsi dan opini publik, sejalan dengan prinsip teori agenda setting.

3. Pandangan Pakar tentang Foto Jurnalistik dan Komunikasi

Dokumen ini mengutip pendapat Wilson Hicks, yang menjelaskan bahwa foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan. Hal ini menekankan pentingnya keseimbangan antara foto dan teks (caption) dalam menyampaikan pesan yang efektif dan komprehensif. Pendapat Oscar Motuloh, fotografer senior, yang mendefinisikan foto jurnalistik sebagai medium penyampaian bukti visual atas suatu peristiwa, juga memperkuat peran visual dalam foto jurnalistik. Kutipan ini mendukung penggunaan metode analisis isi dalam penelitian ini, yang bertujuan untuk mengkaji pesan-pesan yang disampaikan melalui foto-foto di Jawa Pos. Kesimpulannya, berbagai pendapat pakar ini memperkuat pentingnya memahami baik aspek visual maupun teks dalam foto jurnalistik, dan konteksnya terhadap teori agenda setting dalam membentuk opini publik.