
Peran dan Fungsi Polisi Lalu Lintas dalam Meningkatkan Keselamatan dan Ketertiban Berlalu Lintas
Informasi dokumen
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 671.70 KB |
Jurusan | Ilmu Hukum/Studi Transportasi |
Jenis dokumen | Esai/Tugas Kuliah |
- lalu lintas
- keselamatan jalan
- penegakan hukum
Ringkasan
I.Latar Belakang Masalah Penegakan Hukum Lalu Lintas di Indonesia
Dokumen ini membahas permasalahan pelanggaran lalu lintas, khususnya terkait aturan belok kiri di Indonesia. Meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas, kemacetan, dan polusi udara menunjukkan urgensi peningkatan keselamatan lalu lintas. Aturan belok kiri, yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009, sering dilanggar, menimbulkan konflik dan membahayakan pengguna jalan lain. Perbedaan penerapan aturan antara rambu-rambu 'belok kiri jalan terus' dan 'belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas' (APILL) serta kurangnya sosialisasi dan pengawasan dari pihak berwenang (penegak hukum) menjadi faktor penyebab utama. Studi kasus di Sumenep, Jawa Timur, menunjukkan bahwa meskipun ada penegakan hukum, ketidakjelasan dan pemasangan rambu yang kurang tepat masih menjadi kendala.
1.1. Masalah Lalu Lintas di Indonesia
Dokumen ini mengawali dengan pernyataan bahwa masalah lalu lintas merupakan isu global, baik di negara maju maupun berkembang seperti Indonesia. Namun, di Indonesia, permasalahan lalu lintas semakin parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini mencakup peningkatan angka kecelakaan lalu lintas, kemacetan yang semakin sering terjadi, polusi udara yang memburuk, dan meningkatnya pelanggaran lalu lintas. Oleh karena itu, upaya preventif untuk menjaga keamanan dan keselamatan di jalan raya menjadi prioritas utama. Peran aparat penegak hukum, khususnya polisi lalu lintas, sangat krusial dalam hal ini, dengan fungsi pencegahan dan penindakan. Selain itu, polisi juga memiliki fungsi pengaturan, misalnya terkait kewajiban kendaraan bermotor tertentu untuk dilengkapi segitiga pengaman, dan fungsi perizinan seperti penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM).
1.2. Perkembangan Transportasi dan Regulasi UU No. 22 Tahun 2009
Seiring perkembangan masyarakat dan kebutuhan transportasi yang meningkat, penggunaan jalan raya semakin intensif, menimbulkan dampak positif dan negatif. Tata cara berlalu lintas diatur dalam Bab IX Bagian Keempat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 105 UU tersebut menekankan kewajiban setiap pengguna jalan untuk berperilaku tertib dan mencegah hal-hal yang membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas. Tujuannya adalah untuk menjaga keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi pertentangan antara keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Pengaturan lalu lintas yang ada pun kadang tidak mampu menyeimbangkan kedua aspek tersebut secara bersamaan, sehingga menyebabkan berbagai permasalahan pelanggaran hukum, dari yang ringan hingga berat.
1.3. Permasalahan Aturan Belok Kiri
Dokumen ini menyorot permasalahan khusus pada aturan belok kiri. Adanya rambu-rambu 'belok kiri jalan terus' dan 'belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas' (APILL) bertujuan untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas di persimpangan. Namun, tidak semua persimpangan memiliki rambu-rambu yang seragam, menyebabkan kebingungan pengendara. Sosialisasi aturan belok kiri, yaitu 'boleh langsung belok kiri jika kendaraan dari arah kanan tidak ada yang melaju', juga masih kurang efektif. Peraturan lama (Pasal 59 ayat 3 PP No. 43 Tahun 1993) yang memperbolehkan belok kiri langsung di setiap persimpangan, kecuali ditentukan oleh rambu atau APILL, menimbulkan permasalahan, terutama kesulitan bagi pejalan kaki dan potensi kecelakaan karena mengabaikan kendaraan dari arah yang memiliki lampu hijau. Aturan ini perlu ditinjau kembali demi keselamatan jalan.
1.4. Studi Kasus Sumenep dan Analisis Pelanggaran
Sebuah studi kasus di Sumenep, Jawa Timur, pada 31 Januari 2013, menunjukkan bahwa penegakan hukum oleh polisi belum sepenuhnya memberikan rasa aman kepada masyarakat. Kasus tersebut menggambarkan seorang pengendara yang melanggar aturan belok kiri, meskipun ia berdalih tidak melihat rambu yang kurang tepat pemasangannya. Peristiwa ini menggarisbawahi masalah ketidaktahuan masyarakat akan aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas (sesuai pasal 112 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2009), serta kurangnya keseragaman dan kejelasan rambu-rambu di persimpangan. Sanksi pelanggaran, sebagaimana diatur dalam pasal 106 ayat (4) huruf c juncto pasal 287 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 (pidana kurungan atau denda), belum cukup efektif karena kebiasaan melanggar aturan masih tinggi, terlebih dengan kurangnya pengawasan polisi di persimpangan yang padat kendaraan, terutama sepeda motor.
II.Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penegakan hukum terkait pelanggaran pasal 112 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. Tujuannya adalah untuk menganalisis pelaksanaan penegakan hukum di lapangan, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab pelanggaran, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Studi kasus difokuskan di wilayah hukum Kota Malang.
2.1. Rumusan Masalah Penelitian
Bagian rumusan masalah menjabarkan inti permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini berfokus pada penegakan hukum terkait pelanggaran Pasal 112 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal ini mengatur tentang larangan belok kiri langsung di persimpangan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL), kecuali ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau APILL. Rumusan masalah tersebut dirumuskan secara spesifik agar penelitian terarah dan terperinci sesuai tujuan yang diharapkan. Dengan perumusan masalah yang jelas, diharapkan penelitian dapat memberikan wawasan baru dan gambaran yang berguna bagi pengembangan ilmu hukum serta bermanfaat untuk masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam permasalahan penegakan hukum terkait aturan belok kiri dan memberikan kontribusi bagi pemahaman hukum di bidang lalu lintas.
2.2. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum terkait aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang sering dilanggar pengendara kendaraan bermotor. Selain untuk memenuhi persyaratan akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang permasalahan lalu lintas di jalan raya dan memberikan kontribusi bagi penegakan hukum yang lebih baik. Tujuan penelitian juga ditujukan untuk memberikan informasi kepada para penegak hukum dan pihak-pihak yang berkepentingan di bidang transportasi, terutama instansi pemerintah terkait. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, mengkaji peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya aturan belok kiri, serta menghubungkannya dengan praktik di lapangan. Penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang mendorong pengendara melakukan pelanggaran aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas.
III.Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner kepada 100 responden pengendara sepeda motor di Kota Malang, wawancara dengan pihak Satlantas Polresta Malang (Brigadir Adi Candra) dan Dinas Perhubungan Kota Malang (Bapak Oong Ngodjiono), serta data pelanggaran dari Satlantas Polresta Malang (tahun 2014) dan data pemasangan rambu dari Dishub Kota Malang (tahun 2015). Data sekunder diperoleh dari literatur, peraturan perundang-undangan, dan jurnal ilmiah terkait keselamatan lalu lintas dan penegakan hukum.
3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis dilakukan dengan menganalisis peraturan perundang-undangan positif di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya yang berkaitan dengan aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas bagi pengendara sepeda motor. Sementara itu, pendekatan sosiologis menghubungkan aspek hukum tersebut dengan realita praktik di lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengkaji permasalahan pelaksanaan penegakan hukum terkait aturan belok kiri yang banyak dilanggar dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Dengan menggabungkan kedua pendekatan ini, penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang masalah penegakan hukum terkait aturan lalu lintas tersebut.
3.2. Lokasi dan Sumber Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Kota Malang. Pengambilan data dilakukan di beberapa lokasi, yaitu Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang (Jl. Raden Intan No. 1), Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Malang (Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 19), dan beberapa jalan di Kota Malang yang memiliki persimpangan, seperti Jalan Sumbersari, Simpang ITN Kota Malang. Sumber data primer berasal dari kata-kata dan tindakan informan, serta dokumen-dokumen pendukung. Teknik pengumpulan data primer meliputi penyebaran kuesioner kepada 100 responden pengendara sepeda motor di Kota Malang, wawancara dengan pihak Satlantas Polresta Malang dan Dinas Perhubungan Kota Malang, serta pengumpulan data pelanggaran lalu lintas tahun 2014 dari Satlantas dan data pemasangan rambu tahun 2015 dari Dishub Kota Malang. Data sekunder diperoleh dari literatur, jurnal ilmiah, buku, dan peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta berita-berita media cetak terkait.
3.3. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data primer meliputi kuesioner, wawancara dengan Brigadir Adi Candra (Satlantas Kota Malang) dan Bapak Oong Ngodjiono (Kasi Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Dishub Kota Malang), serta pengumpulan data pelanggaran dan jumlah rambu dari instansi terkait. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam terkait permasalahan penegakan hukum aturan belok kiri. Kuesioner disebar kepada 100 responden pengendara sepeda motor untuk mengetahui persepsi dan pengalaman mereka. Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif, yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan permasalahan yang diteliti. Analisis data juga akan dikaitkan dengan jumlah pengguna sepeda motor yang tinggi dan kurangnya sosialisasi mengenai aturan belok kiri, sehingga banyak terjadi pelanggaran. Kesimpulannya, metode penelitian ini menggabungkan data kuantitatif (kuesioner, data pelanggaran) dan kualitatif (wawancara, data sekunder) untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang permasalahan yang diteliti.
IV.Kesimpulan Berdasarkan Data yang Ada
Kesimpulan sementara (berdasarkan data yang tersedia) menunjukkan masih rendahnya kepatuhan terhadap aturan belok kiri sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, ketidakjelasan rambu-rambu APILL, dan kurangnya pengawasan dari penegak hukum lalu lintas. Penelitian lebih lanjut di Kota Malang diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang efektif untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan kepatuhan terhadap peraturan.
4.1 Kesimpulan Sementara
Berdasarkan data yang ada, kesimpulan sementara menunjukkan masih rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap aturan belok kiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Kurangnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat tentang aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas (APILL), serta ketidakjelasan dan ketidakseragaman rambu-rambu di persimpangan, menjadi faktor utama penyebab tingginya angka pelanggaran. Selain itu, minimnya pengawasan dan penegakan hukum dari aparat kepolisian lalu lintas di persimpangan jalan juga berkontribusi terhadap rendahnya kepatuhan. Kasus di Sumenep memperkuat temuan ini, di mana kesalahan pemasangan rambu dan ketidaktahuan pengendara terhadap peraturan menjadi pemicu pelanggaran. Meskipun terdapat sanksi hukum yang tercantum dalam undang-undang, efektivitasnya masih terbatas karena kebiasaan melanggar aturan masih berlangsung.