Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan

Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan

Informasi dokumen

Penulis

Dewanti Lasma Asima Simarmata

instructor Drs. Cyrus Sihaloho (Dosen Pembimbing)
Sekolah

Universitas Sumatera Utara (USU)

Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan
Tahun terbit 2010
Tempat Medan
Jenis dokumen Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 1.13 MB
  • Pajak
  • Administrasi Perpajakan
  • Praktik Kerja Lapangan

Ringkasan

I.Latar Belakang dan Ruang Lingkup Penyelesaian Keberatan Atas SKPKB Pajak Penghasilan Badan

Dokumen ini membahas penyelesaian keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), khususnya terkait Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) di Indonesia. Permasalahan ini muncul karena sistem self assessment yang memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri. Namun, ketidaktepatan dalam perhitungan atau pelaporan dapat berujung pada penerbitan SKPKB. Dokumen ini meneliti prosedur pengajuan keberatan terhadap SKPKB, kendala yang dihadapi, dan analisis atas proses penyelesaian keberatan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara I, yang meliputi wilayah kerja Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, sebagian Kabupaten Karo, dan sebagian Kabupaten Deli Serdang. Penelitian difokuskan pada tata cara prosedur pengajuan keberatan pajak penghasilan badan dan kendala dalam penyelesaian keberatan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

1. Latar Belakang Keberatan Pajak dan Penerapan Sistem Self Assessment

Bagian ini menjelaskan konteks munculnya permasalahan keberatan pajak, khususnya terkait Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Pembangunan nasional membutuhkan pembiayaan yang signifikan, dan pajak kini menjadi sumber penerimaan negara utama. Untuk meningkatkan efisiensi, Indonesia menerapkan sistem self assessment, di mana wajib pajak bertanggung jawab atas perhitungan dan pelaporan pajaknya sendiri. Sistem ini, meskipun bertujuan untuk mempermudah administrasi perpajakan, juga menimbulkan potensi kesalahan perhitungan pajak yang menyebabkan munculnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan selanjutnya pengajuan keberatan pajak. Oleh karena itu, mekanisme pengajuan keberatan dan penyelesaiannya menjadi krusial untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak. Undang-undang mengatur hak wajib pajak untuk mengajukan keberatan atas SKPKB, menjamin adanya proses penyelesaian yang adil dan transparan. Namun, proses ini juga memerlukan pemahaman yang mendalam dari sisi wajib pajak terkait prosedur dan persyaratan yang berlaku.

2. Ruang Lingkup Penelitian Penyelesaian Keberatan SKPKB PPh Badan di Kanwil DJP Sumut I

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada prosedur dan tantangan dalam penyelesaian keberatan atas SKPKB PPh Badan. Penelitian dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP Sumut I), yang memiliki wilayah kerja yang luas, mencakup Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, sebagian Kabupaten Karo, dan sebagian Kabupaten Deli Serdang. Kanwil DJP Sumut I bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak dan memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas Ditjen Pajak sesuai petunjuk teknis yang telah ditetapkan. Penelitian ini meneliti tata cara pengajuan keberatan pajak, proses penyelesaian keberatan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kanwil DJP Sumut I, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam proses tersebut. Fokus utama adalah pada Pajak Penghasilan Badan dan SKPKB sebagai inti permasalahan yang dikaji dalam laporan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami alur proses keberatan, hambatan yang dihadapi baik oleh wajib pajak maupun petugas pajak, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem.

II.Uraian Teoritis tentang Pajak Penghasilan Badan dan Keberatan Pajak

Bagian ini menjelaskan definisi Pajak Penghasilan (PPh) dan PPh Badan menurut berbagai ahli perpajakan, termasuk definisi subjek pajak (orang pribadi dan badan) dan objek pajak (penghasilan). Diuraikan pula dasar hukum pengajuan keberatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (sebagaimana telah diubah). Dijelaskan pula penyebab timbulnya keberatan, biasanya terkait dengan penerbitan SKPKB karena kesalahan perhitungan pajak, baik dari sisi wajib pajak maupun fiskus (Ditjen Pajak).

1. Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan PPh Badan

Bagian ini mendefinisikan pajak secara umum berdasarkan pandangan Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH dan Prof. Dr. PJA. Adriani. Keduanya menekankan bahwa pajak merupakan iuran wajib kepada negara tanpa imbalan jasa langsung yang dapat diidentifikasi, digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Selanjutnya, dijelaskan pengertian Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh Badan. PPh Badan didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak badan mencakup berbagai bentuk badan usaha, seperti perseroan terbatas, badan usaha milik negara, koperasi, dan lain-lain. Definisi ini menekankan bahwa Pajak Penghasilan Badan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan usaha tersebut selama satu tahun pajak, terlepas dari jenis usaha yang dijalankan, sepanjang badan usaha tersebut telah berdiri secara legal.

2. Subjek dan Objek Pajak dalam Konteks PPh Badan

Bagian ini menguraikan subjek dan objek pajak dalam konteks PPh Badan. Subjek pajak dibedakan menjadi orang pribadi dan badan. Orang pribadi yang menjadi subjek pajak adalah mereka yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia, tanpa batasan usia atau strata sosial ekonomi. Sedangkan subjek pajak badan meliputi berbagai jenis badan usaha, tidak terbatas pada usaha komersial, tetapi juga meliputi badan sosial dan kemasyarakatan. Untuk subjek pajak PPh, dibedakan lagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak dalam negeri adalah yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia, sementara subjek pajak luar negeri adalah yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Kemudian dijelaskan mengenai objek pajak, yaitu penghasilan. Penghasilan didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Berbagai bentuk penerimaan termasuk dalam definisi penghasilan, mulai dari keuntungan hingga tambahan kekayaan neto.

3. Keberatan Pajak Dasar Hukum dan Penyebab Timbulnya Keberatan

Bagian ini membahas dasar hukum pengajuan keberatan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dijelaskan bahwa wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Salah satu dasar pengajuan keberatan adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). SKPKB diterbitkan jika hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah pajak yang terhutang kurang dibayar atau jika SPT tidak disampaikan tepat waktu. Penyebab timbulnya keberatan dibahas lebih lanjut. Keberatan dapat diajukan karena berbagai hal, misalnya karena kesalahan dalam penghitungan pajak oleh fiskus atau kesalahan pelaporan dari wajib pajak sendiri. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterbitkan SKPKB atau pemotongan pajak oleh pihak ketiga, kecuali ada keadaan kahar (force majeur). Undang-undang mengatur secara rinci hak dan kewajiban wajib pajak dalam proses keberatan ini, menjamin adanya proses yang adil dan terukur.

III.Analisis dan Evaluasi Penyelesaian Keberatan PPh Badan

Bagian ini menganalisis proses penyelesaian keberatan di KPP dan Kanwil DJP Sumut I. Dijelaskan prosedur pemeriksaan keberatan, mulai dari penerimaan surat keberatan, verifikasi persyaratan formal, hingga pengambilan keputusan oleh Dirjen Pajak (yang wewenangnya dilimpahkan kepada Kanwil). Data menunjukkan jumlah wajib pajak badan yang mengajukan keberatan, keputusan yang diberikan (diterima seluruhnya, sebagian, atau ditolak), dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses keberatan. Ditunjukkan juga bagaimana kesalahan dari baik wajib pajak maupun fiskus dapat menyebabkan keberatan pajak. Disoroti pula pentingnya kepatuhan wajib pajak dalam memberikan data yang akurat dan dampaknya terhadap proses penyelesaian keberatan. Terakhir, dibahas kendala yang dihadapi, seperti prosedur yang rumit dan waktu penyelesaian yang lama, serta upaya yang dilakukan KPP untuk melakukan penyuluhan kepada wajib pajak.

1. Proses Pengajuan dan Pemeriksaan Keberatan atas SKPKB PPh Badan

Bagian ini menjelaskan proses pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) untuk Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Wajib pajak mengajukan surat keberatan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dokumen keberatan akan diperiksa kelengkapan persyaratan formalnya. Jika tidak lengkap, akan diberikan respon berupa surat informal. Jika memenuhi syarat formal, maka akan dicatat dalam Buku Register Penerimaan Keberatan dan diproses lebih lanjut. Petugas akan meneliti data dan membuat uraian pemandangan keberatan, mencakup identitas wajib pajak (WP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, pokok keberatan, detail SKPKB (tahun pajak, nomor, tanggal, jumlah pajak terutang), dan tanggal penerimaan di KPP atau Kanwil. Proses pemeriksaan melibatkan penelitian data untuk menentukan apakah alasan keberatan WP didukung bukti yang cukup. Kepala Unit Penelitian Keberatan, atas nama Direktur Jenderal Pajak, akan memberikan tanggapan atas permasalahan dan perhitungan menurut fiskus, yang dirangkum dalam kesimpulan. Keputusan Dirjen Pajak atas keberatan harus diberikan paling lama 12 bulan sejak surat keberatan diterima. Keputusan dapat berupa pengkabulan seluruhnya, sebagian, penolakan, atau penambahan jumlah pajak terutang.

2. Analisis Data Penyelesaian Keberatan dan Keputusan Fiskus

Analisis data menunjukkan jumlah wajib pajak badan yang mengajukan keberatan, dan hasil keputusan atas keberatan tersebut. Sebagai contoh, data tahun 2008 menunjukkan 11 keberatan ditolak dan 19 diterima sepenuhnya. Keputusan menerima sebagian keberatan tidak selalu berarti kesalahan fiskus, tetapi bisa disebabkan kesalahan WP, seperti pelaporan penghasilan yang tidak benar atau tindakan melanggar undang-undang. Jika WP dapat membuktikan kebenaran alasan keberatannya, fiskus akan menerima sebagian atau seluruh keberatan. Kesalahan perhitungan atau pencatatan baik oleh WP maupun fiskus dapat menjadi penyebab keberatan. Bahkan, penerimaan keberatan meskipun penghitungan WP tidak sepenuhnya benar, bisa terjadi karena fiskus tidak mampu membuktikan kebenaran data WP. Penerimaan keberatan dapat mengurangi penerimaan negara, terutama jika sebagian pajak telah dibayar WP. Kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan, dan petugas yang lalai dapat dikenai sanksi. Keberatan yang tidak dijawab dalam 12 bulan dianggap diterima. WP yang tidak puas dapat mengajukan banding ke badan peradilan pajak dengan persyaratan tertentu, termasuk bukti pembayaran sebagian pajak terutang.

3. Hambatan dan Upaya Mengatasi Hambatan dalam Penyelesaian Keberatan

Bagian ini mengidentifikasi hambatan dalam penyelesaian keberatan PPh Badan, seperti prosedur yang dianggap rumit oleh wajib pajak dan waktu penyelesaian yang lama. Kekurangpahaman wajib pajak dalam membuat surat keberatan yang sesuai syarat dan jangka waktu penyelesaian yang panjang menjadi kendala utama. Untuk mengatasi hambatan tersebut, KPP melakukan penyuluhan tentang tata cara pengajuan keberatan pajak, khususnya PPh Badan, agar wajib pajak lebih mudah memahami prosedur dan menghindari keterlambatan. Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak terhadap persyaratan dan prosedur yang berlaku, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dan mempercepat proses penyelesaian keberatan. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan proses keberatan yang lebih efisien dan adil bagi semua pihak.