Pengaruh Media Televisi dalam Pemilihan Presiden 2014

Pengaruh Media Televisi dalam Pemilihan Presiden 2014

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 494.53 KB
Jenis dokumen Skripsi/Tesis/Makalah
  • Televisi
  • Pemilihan Presiden
  • Pengaruh Media

Ringkasan

I.Latar Belakang Penelitian Resepsi Kepemimpinan Jokowi

Penelitian ini meneliti resepsi model kepemimpinan Jokowi di kalangan pemuda, khususnya Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor, terhadap pemberitaan di televisi menjelang Pilpres 2014. Kepopuleran Jokowi di media sosial dan televisi menjadi fokus, mengingat banyaknya wacana dan pemberitaan yang beragam tentang figur tersebut. Studi ini unik karena menelaah persepsi kelompok pemuda dengan latar belakang keagamaan yang berbeda terhadap komunikasi politik seputar Jokowi sebelum masa jabatannya di DKI Jakarta berakhir. Tokoh-tokoh politik lain seperti Prabowo, Abu Rizal Bakrie, Surya Paloh dan Wiranto juga disebut dalam konteks persaingan Pilpres 2014.

1. Konteks Pilpres 2014 dan Perkembangan Media

Latar belakang penelitian ini berawal dari Pilpres 2014, yang memunculkan berbagai respons dan wacana di masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi, khususnya televisi, memberikan akses informasi yang luas ke seluruh lapisan masyarakat. Hampir setiap keluarga memiliki televisi, menjadikan media ini sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik. Pemberitaan di televisi terkait Pilpres 2014 sangat beragam, mulai dari respon positif hingga negatif, bahkan gejolak politik untuk menjatuhkan partai tertentu, seperti pemberitaan mengenai Partai Demokrat dan PKS. Situasi ini berpotensi membentuk persepsi negatif masyarakat terhadap partai politik dan aktor politik yang terlibat. Di sisi lain, terdapat pula figur politik yang populer karena kinerja atau kepentingan tertentu. Banyak tokoh yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden, termasuk figur publik seperti Farhat Abbas dan Rhoma Irama, serta tokoh yang diusung partai politik seperti Abu Rizal Bakrie (Golkar), Surya Paloh (Nasdem), dan Wiranto (Hanura). Kepopuleran Jokowi di 31 provinsi di Indonesia, berdasarkan data media sosial tahun 2013, menjadi salah satu faktor pendorong penelitian ini. Popularitasnya yang tinggi, khususnya di kalangan kaum muda, menarik perhatian peneliti untuk menelaah bagaimana persepsi masyarakat, terutama pemuda, terhadap kepemimpinan Jokowi.

2. Peran Pemuda dan Organisasi Kepemudaan

Peran penting pemuda dalam sejarah Indonesia menjadi landasan lain penelitian ini. Dari pergerakan nasional hingga peristiwa penting seperti berdirinya Budi Oetomo, Sumpah Pemuda, dan peristiwa Trisakti, pemuda selalu berperan besar dalam perubahan dan kepemimpinan di Indonesia. Organisasi kepemudaan seperti Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Kedua organisasi ini mewakili kelompok muda yang berpotensi dalam Pilpres 2014, mengingat latar belakang keagamaan mereka (Muhammadiyah dan NU) dan sejarah keterlibatan dalam politik Indonesia. Penelitian ini tertarik untuk menggali lebih dalam bagaimana latar belakang keagamaan ini mempengaruhi resepsi mereka terhadap model kepemimpinan Jokowi yang disiarkan di televisi.

3. Keunikan dan Fokus Penelitian Resepsi Model Kepemimpinan Jokowi

Penelitian ini berfokus pada resepsimodel kepemimpinan Jokowi di kalangan Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor. Keunikannya terletak pada pengamatan resepsi dari dua kelompok muda dengan latar belakang keagamaan berbeda, serta fokus pada Jokowi sebagai calon presiden sebelum masa jabatannya di DKI Jakarta berakhir. Pemberitaan di televisi mengenai Jokowi diyakini mampu memicu berbagai pandangan, tergantung pada ideologi dan nilai-nilai yang dianut individu. Penelitian ini akan menelaah bagaimana pengalaman dan pengetahuan sebelumnya mempengaruhi interpretasi pesan media tentang kepemimpinan Jokowi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana komunikasi politik terkait Jokowi diresepsi oleh dua organisasi pemuda tersebut. Penelitian ini juga mempertimbangkan pengaruh televisi sebagai kekuatan kultural dan ideologis dalam membentuk ideologi populer dan persepsi terhadap tokoh-tokoh politik.

II.Tinjauan Pustaka Komunikasi Politik dan Peran Pemuda

Tinjauan pustaka membahas teori komunikasi politik, termasuk definisi dan berbagai bentuknya. Peran pemuda dalam sejarah Indonesia, seperti dalam Sumpah Pemuda dan peristiwa Trisakti, ditekankan. Kontribusi organisasi kepemudaan seperti Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor, serta sejarah keterlibatan mereka dalam politik, dikaji. Bagian ini juga membahas politik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), termasuk perbedaan pendekatan mereka terhadap politik praktis dan kenegaraan. Pengaruh berita televisi dalam membentuk opini publik dan peran media dalam membentuk ideologi populer juga dibahas. Tokoh kunci yang disinggung meliputi Soetomo (pendiri Budi Oetomo), Abdurrahman Wahid, dan KH. Hasyim Muzadi.

1. Teori Komunikasi Politik

Tinjauan pustaka dimulai dengan mengkaji teori komunikasi politik. Model 'who says what, to whom, in which channel, with what effect' dari Laswell dielaborasi dalam konteks politik. Definisi komunikasi politik dilihat dari berbagai perspektif, merujuk pada INT’L ENCYL OF Communication (1989) yang mendefinisikannya sebagai penyampaian pesan yang disusun sengaja untuk mempengaruhi penyebaran atau penggunaan kekuasaan di masyarakat. Empat bentuk komunikasi politik diidentifikasi: (a) Elite communication, (b) Hegemonic communication, (c) Petitionary communication, dan (d) Associational communication (Arrianie, 2010:14). Komunikasi politik dapat terjadi secara sengaja (misalnya, pencitraan politik) atau tidak sengaja (posisi aktor politik dalam kancah politik). Pemberitaan di televisi, baik yang dirancang maupun murni dari media massa, mendapatkan penilaian beragam dari khalayak. Penelitian awal dalam komunikasi politik fokus pada kampanye politik dan pemilihan umum. Di Eropa, penelitian komunikasi politik sangat dipengaruhi oleh opini publik (meinungforschung/demoskopie) dan tokoh politik yang berperan sebagai aktor politik (Nimmo, 2000:viii).

2. Peran Pemuda dalam Sejarah dan Politik Indonesia

Bagian ini menekankan peran strategis pemuda dalam sejarah dan politik Indonesia. Disebutkan beberapa tonggak sejarah penting: 100 tahun kebangkitan nasional (20 Mei 1908) dengan berdirinya Budi Oetomo oleh pelajar STOVIA di bawah pimpinan Soetomo; Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928); dan Peristiwa Trisakti (12 Mei 1998). Pelengseran Soeharto oleh barisan muda yang dipimpin Amin Rais juga menjadi sorotan. Pemuda dilihat sebagai agen perubahan dan regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Karakteristik kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional diuraikan, salah satunya adalah kepemilikan cetak biru (blue print) Indonesia masa depan (Hasibuan:25). Meskipun organisasi pemuda seperti Jong Java tidak langsung terlibat dalam politik praktis, mereka memiliki kebebasan berpolitik. Peran pemuda dalam proklamasi kemerdekaan dan gerakan mahasiswa seperti KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa) dalam menentang kebijakan pemerintah juga diulas. Secara historis, pemuda Indonesia memiliki peran krusial dalam perjuangan kemerdekaan dan pengisian kemerdekaan.

3. Politik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama NU

Tinjauan pustaka selanjutnya membahas politik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), dua organisasi Islam besar di Indonesia. Muhammadiyah dijelaskan sebagai gerakan tajdid (pembaharuan) yang berfokus pada penyebaran ajaran Islam sesuai Al-Quran dan As-Sunnah, serta pembersihan amalan menyimpang dari ajaran Islam. Meskipun menyatakan tidak memiliki keterikatan politik praktis dan membebaskan warga untuk memilih, Muhammadiyah konsisten memperjuangkan aspirasi politiknya, bahkan pernah mencoba membentuk partai politik alternatif (Cahyono, Imam. 2004). Terdapat berbagai pandangan mengenai politik Muhammadiyah, dengan sebagian warga persyarikatan berusaha menjaga jarak dari politik praktis (low politics) untuk menjaga vitalitas peran sosial kemasyarakatan. Sementara itu, NU memiliki tiga model politik: politik kenegaraan, politik kerakyatan, dan politik kekuasaan. NU menganggap politik kekuasaan (politik praktis) sebagai tataran terendah karena berpotensi menimbulkan perpecahan. Meskipun idealnya berorientasi pada politik kenegaraan dan kerakyatan, NU tidak luput dari godaan politik kekuasaan, baik dari internal maupun eksternal, seperti yang terlihat dari keterlibatan tokoh-tokoh NU dalam pemerintahan, termasuk Abdurrahman Wahid dan KH. Hasyim Muzadi. Sejarah keterlibatan politik NU, termasuk peran sebagai pendukung PPP dan upaya kembali ke orientasi jam’iyyah dan jam’aah, juga diuraikan (Fealy, Greg. Ijtihat Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967).

4. Peran Media Televisi dalam Pembentukan Opini Publik

Bagian terakhir tinjauan pustaka membahas peran berita televisi dalam membentuk opini publik. Televisi sebagai media massa yang kuat dapat mempengaruhi khalayak. Santana K (2007:139) mengatakan media sebagai sumber pedagogis yang mempengaruhi edukasi, cara berpikir, dan keyakinan. Pemberitaan televisi tentang politik, termasuk Pilpres 2014, dapat menjadi pengaruh besar dalam menentukan pilihan pemilih. Namun, ada kekhawatiran terhadap pemberitaan yang lebih mengedepankan pencitraan ketimbang kompetensi aktor politik. Peran televisi sebagai pengeras suara ideologi dominan, seperti yang dijelaskan Philip Elliott, dibahas. Televisi menentukan isu yang dibicarakan publik, siapa yang berbicara, dan bagaimana perdebatan dikelola, khususnya menjelang pemilu presiden. Pemberitaan kinerja Jokowi di televisi, misalnya di TV ONE, menjadi contoh bagaimana media dapat mengontrol pro dan kontra seorang calon presiden. Media juga berperan dalam menyebarluaskan definisi dan representasi ideologis dominan.

III.Metode Penelitian Analisis Resepsi Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif deskriptif eksploratif dengan teknik wawancara. Sampel penelitian adalah fungsionaris Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor di Kota Malang. Teknik purposive sampling digunakan untuk memilih informan yang dianggap paling memahami isu yang diteliti. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam (sekitar 20-60 menit per informan) dan dianalisis berdasarkan tema-tema yang muncul dalam pemaknaan informan terhadap model kepemimpinan Jokowi yang disajikan di program 'Kabar Khusus' TV ONE edisi 22 Januari 2013 (meski judul skripsi menyebutkan 2014, isi menunjukkan 2013).

1. Pendekatan Kualitatif dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif deskriptif eksploratif. Metode ini dipilih untuk menggambarkan dan mencari hubungan antara peristiwa kecil yang terjadi di lingkungan penonton dengan konteks sosial budaya. Teknik pengumpulan data utama adalah wawancara mendalam dengan informan terpilih. Penelitian kualitatif tidak memiliki jumlah informan baku; yang penting adalah informasi yang diperoleh mampu menjawab permasalahan penelitian. Hal ini juga berlaku untuk analisis resepsi, di mana latar belakang informan (karyawan, birokrat, pengangguran, dll.) dipertimbangkan. Penulis menggunakan purposive sampling untuk memilih informan yang dianggap paling mengetahui isu yang diteliti (Sugiyono, 2008:218). Kriteria pemilihan informan meliputi: (1) pemahaman mendalam tentang situasi dan kondisi; (2) peran strategis dalam organisasi; (3) pengetahuan luas terkait objek penelitian; dan (4) kesediaan untuk diwawancarai selama 20-60 menit. Waktu penelitian berlangsung dari 24 Maret hingga 15 April 2014, untuk memastikan hasil penelitian tidak kadaluarsa sebelum Pilpres 2014.

2. Analisis Data Interpretasi Resepsi Pesan

Data yang dikumpulkan melalui wawancara berupa pesan, kata, frasa, dan kalimat yang diungkapkan audiens (Jensen & Jankowsky, 1993, 139-140). Proses analisis data meliputi transkripsi wawancara, lalu kategorisasi berdasarkan tema-tema yang muncul dalam pemaknaan subjek penelitian (Hall, 2011:220). Penelitian ini mewawancarai fungsionaris Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor sebagai subjek penelitian. Selain data primer dari wawancara, peneliti juga menggunakan data sekunder dari studi kepustakaan, termasuk buku, majalah, dokumen, laporan, dan penelitian sebelumnya. Analisis resepsi berfokus pada pemahaman bagaimana individu dan kelompok menafsirkan pesan media, mengingat makna pesan media tidak ditentukan secara individu tetapi ditafsirkan secara komunal. Studi ini juga mempertimbangkan konsep 'Dominant-Hegemonic Position', di mana audiens menerima pesan media sesuai dengan makna yang dimaksud komunikator (preferred reading).

IV.Fokus Penelitian Kabar Khusus TV ONE dan Kepemimpinan Jokowi

Penelitian ini berfokus pada deskripsi resepsiPemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor di Kota Malang terhadap model kepemimpinan Jokowi seperti yang ditampilkan dalam program 'Kabar Khusus' di TV ONE yang membahas 100 hari kepemimpinan Jokowi-Ahok. Tujuh informan (Pak Simen, Pak Sarbini, Pak Jainuri, Pak Berlian, Pak Ahdor, Pak Mu’adz, dan Pak Gonda) diwawancarai untuk mendapatkan data primer. Analisis akan mengungkap bagaimana kedua organisasi pemuda menafsirkan dan merespon pesan media terkait kepemimpinan Jokowi.

1. Fokus Penelitian Resepsi Kepemimpinan Jokowi di TV ONE

Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan resepsi model kepemimpinan Jokowi oleh organisasi pemuda di Kota Malang, khususnya Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor. Objek penelitiannya adalah program berita 'Kabar Khusus' di TV ONE, khususnya edisi 22 Januari 2013 (meski judul skripsi menyebutkan 2014, isi menunjukan 2013) yang membahas 100 hari kepemimpinan Jokowi-Ahok. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana kedua organisasi pemuda tersebut menanggapi dan menafsirkan tayangan tersebut terkait model kepemimpinan Jokowi. Penelitian ini menekankan pada bagaimana perbedaan latar belakang keagamaan dari kedua organisasi pemuda mempengaruhi persepsi dan interpretasi mereka terhadap pesan yang disampaikan di TV ONE. Dengan kata lain, penelitian ini akan menganalisis resepsi pesan media terkait kepemimpinan Jokowi dari perspektif pemuda dengan latar belakang organisasi keagamaan yang berbeda.

2. Sampel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik purposive sampling untuk menentukan subjek penelitian. Subjek penelitian terdiri dari fungsionaris Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor di Kota Malang. Jumlah informan tidak ditentukan secara baku, karena fokusnya pada kedalaman informasi yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan penelitian. Informan dipilih berdasarkan kriteria: pemahaman mendalam tentang situasi dan kondisi, peran strategis dalam organisasi, pengetahuan luas tentang objek penelitian, dan kesediaan untuk diwawancarai. Wawancara dilakukan dengan durasi sekitar 20-60 menit per informan. Tujuh informan diwawancarai: Pak Simen, Pak Sarbini, Pak Jainuri, Pak Berlian, Pak Ahdor, Pak Mu’adz, dan Pak Gonda. Data yang dikumpulkan adalah data primer dari wawancara dan data sekunder dari studi pustaka untuk mendukung analisis.