Dukungan Suami Terhadap Imunisasi Dasar Bayi di Puskesmas Pagar Jati

Dukungan Suami Terhadap Imunisasi Dasar Bayi di Puskesmas Pagar Jati

Informasi dokumen

Penulis

Meilin Novita Siahaan

Sekolah

Universitas Sumatera Utara (USU)

Jurusan Kesehatan Masyarakat
Tempat Medan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 6.89 MB
  • dukungan suami
  • imunisasi bayi
  • kesehatan masyarakat

Ringkasan

I.Latar Belakang Penelitian Dukungan Suami terhadap Imunisasi Bayi

Penelitian ini berfokus pada dukungan suami dalam imunisasi bayi di Indonesia, khususnya di Puskesmas Pagar Jati, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. Rendahnya cakupan imunisasi di Indonesia, terutama untuk vaksin DPT-HB3 (61.9%) dan di Banten (57.7% untuk DPT-HB), menjadi latar belakang penelitian ini. Sosial budaya patrilineal di Indonesia berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan terkait kesehatan bayi, termasuk imunisasi dasar bayi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dukungan sosial suami mempengaruhi kelengkapan imunisasi pada bayi.

1. Rendahnya Cakupan Imunisasi di Indonesia

Latar belakang penelitian ini didasari oleh rendahnya cakupan imunisasi di Indonesia. Data menunjukkan persentase imunisasi yang bervariasi menurut jenis vaksin. BCG memiliki cakupan tertinggi (77,9%), diikuti campak (74,4%), Polio4 (66,7%), dan terendah adalah DPT-HB3 (61,9%). Situasi di Provinsi Banten juga menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, dengan cakupan DPT-HB hanya 57,7%. Secara keseluruhan, cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak usia 0-12 bulan hanya mencapai 53,8%, sementara 33,5% tidak lengkap dan 12,7% sama sekali tidak mendapatkan imunisasi. Angka drop out rate imunisasi DPT/HB1-Campak tahun 2013 sebesar 3,3%, meskipun lebih rendah dari tahun 2011 (3,6%), tetap menjadi perhatian. Target drop out rate tidak lebih dari 5% telah tercapai sejak 2010 hingga 2013, dengan 19 provinsi yang berhasil mencapai angka tersebut di tahun 2013. Data ini diambil dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, menunjukkan perlunya upaya peningkatan cakupan imunisasi.

2. Peran Sosial Budaya Patrilineal dan Pengambilan Keputusan

Sebagian besar penduduk Indonesia menganut sistem sosial budaya patrilineal, yang menempatkan laki-laki pada posisi lebih tinggi daripada perempuan dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini berpengaruh signifikan pada keputusan mengenai imunisasi bayi, karena suami seringkali memegang peran utama dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk memahami bagaimana dukungan suami, sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga, mempengaruhi keberhasilan program imunisasi bayi. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat dan program kesehatan yang terpadu. Indonesia menghadapi beban ganda (double burden) penyakit, yaitu masih tingginya angka penyakit menular dan munculnya penyakit degeneratif. Penyakit menular yang sulit diberantas ini dapat dicegah dengan vaksin, sehingga pentingnya peran imunisasi dalam menjaga kesehatan masyarakat.

3. Tujuan Penelitian dan Lokasi Studi

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. Penelitian difokuskan pada Puskesmas Pagar Jati karena data awal menunjukkan adanya masalah rendahnya cakupan imunisasi dan dukungan keluarga. Pada tahun 2014, tercatat 1 kasus gizi buruk dan hampir 1 kasus pada April 2015, indikasi kurangnya kunjungan imunisasi dan dukungan keluarga. Penelitian ini penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peran suami dalam memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Campak menjadi perhatian khusus karena merupakan penyebab utama kematian balita, dan Indonesia berkomitmen untuk mencapai cakupan imunisasi campak sebesar 90% sesuai komitmen di ASEAN dan SEARO.

II.Manfaat Imunisasi dan Faktor faktor yang Mempengaruhi

Penelitian menekankan manfaat imunisasi bagi anak (mencegah penyakit, cacat, dan kematian), keluarga (mengurangi kecemasan dan biaya pengobatan), dan negara (meningkatkan kesehatan masyarakat). Namun, rendahnya pengetahuan suami tentang imunisasi, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan (banyak suami berdagang/wiraswasta dengan penghasilan rendah), serta ketakutan akan efek samping imunisasi, menjadi hambatan utama. Dukungan keluarga, khususnya suami, merupakan faktor penting dalam keberhasilan program imunisasi. Di wilayah Puskesmas Pagar Jati, tahun 2014 terdapat 1 kasus gizi buruk dan hampir 1 kasus di April 2015, menunjukkan hubungan antara rendahnya cakupan imunisasi dan masalah kesehatan lainnya.

1. Manfaat Imunisasi untuk Anak Keluarga dan Negara

Imunisasi memberikan manfaat signifikan bagi anak, keluarga, dan negara. Bagi anak, imunisasi mencegah penderitaan akibat penyakit, kemungkinan cacat, dan kematian. Keluarga juga merasakan manfaatnya berupa pengurangan kecemasan dan biaya pengobatan yang besar jika anak sakit. Keuntungan ini akan mendorong terciptanya keluarga yang lebih sehat dan harmonis karena orang tua merasa yakin anak mereka akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Pada skala nasional, imunisasi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, menciptakan generasi yang kuat dan cerdas untuk pembangunan negara, serta memperbaiki citra bangsa. Keberhasilan program imunisasi, yang mencakup pemberian lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yaitu BCG, DPT (3 dosis), Polio (4 dosis), Hepatitis B (3 dosis), dan Campak (1 dosis), sangat penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, balita, dan anak-anak prasekolah. Indonesia memiliki komitmen untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% di tingkat ASEAN dan SEARO mengingat tingginya angka kematian balita akibat campak.

2. Faktor faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Imunisasi Peran Suami

Meskipun manfaat imunisasi sangat jelas, terdapat beberapa faktor yang menghambat partisipasi, khususnya peran suami. Secara umum, suami kurang menyadari manfaat imunisasi untuk kesehatan bayi, dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengetahuan mereka tentang kesehatan. Semakin tinggi pendidikan, semakin baik wawasan tentang kesehatan. Selain pendidikan, pengetahuan dan sikap suami juga sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi. Suami yang memiliki pengetahuan memadai akan lebih mampu mendorong istri untuk memberikan imunisasi lengkap pada bayi mereka. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan faktor penting dalam membentuk tindakan seseorang, yang berujung pada perubahan persepsi dan sikap yang konsisten. Rendahnya dukungan suami juga dipengaruhi oleh anggapan yang salah di masyarakat tentang risiko vaksin, yang membuat suami khawatir terhadap efek samping dan kurang mendorong istri untuk imunisasi. Penelitian sebelumnya (Simangunsong, Sarbarita 2011) juga menemukan hal yang serupa di Puskesmas Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011.

3. Faktor Ekonomi dan Pekerjaan Suami

Faktor ekonomi dan pekerjaan suami juga mempengaruhi partisipasi imunisasi. Pendapatan keluarga, yang dipengaruhi oleh pekerjaan suami, berkaitan erat dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk akses ke layanan kesehatan. Suami yang memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup akan lebih mampu mendukung proses imunisasi bayi. Teori kebutuhan Maslow menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan fisiologis (seperti pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga) dapat mempengaruhi prioritas dalam hal kesehatan. Suami yang fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar keluarga mungkin akan mengutamakan pekerjaan daripada mengantar bayi untuk imunisasi (Suparyanto, 2011). Di Puskesmas Pagar Jati, banyak suami bekerja sebagai pedagang/wiraswasta dengan penghasilan rendah, yang mungkin menjadi kendala dalam memberikan dukungan finansial dan waktu untuk imunisasi. Jadwal imunisasi yang seringkali dilaksanakan di pagi hari (09.00-14.00 WIB) juga menyulitkan suami yang bekerja untuk mendampingi istri.

III.Jenis Dukungan Suami dan Hasil Penelitian

Penelitian mengkaji tiga jenis dukungan suami: dukungan instrumental (materi dan pelayanan), dukungan informasional (informasi dan pengetahuan), dan dukungan emosional (rasa empati dan diperhatikan). Hasil menunjukkan sebagian besar suami (52%) berada di kategori 'kurang' dalam dukungan instrumental, banyak yang tidak memberikan biaya transportasi atau menganggap imunisasi sebagai tanggung jawab istri. Dukungan informasional juga tergolong sedang, dengan banyak kesalahpahaman tentang keamanan vaksin dan efek samping imunisasi. Dukungan emosional juga tergolong sedang, dengan beberapa suami kurang peduli atau bahkan marah jika bayi demam setelah imunisasi. Hanya 32% responden yang dikategorikan baik dalam kelengkapan imunisasi bayi mereka.

1. Dukungan Instrumental Suami Materi dan Pelayanan

Penelitian ini mengkaji dukungan instrumental suami terhadap imunisasi bayi, meliputi penyediaan materi dan pelayanan. Hasilnya menunjukkan mayoritas suami (52%) berada dalam kategori 'kurang' dalam hal dukungan ini. Banyak suami beranggapan bahwa imunisasi gratis dan pelayanannya merupakan tanggung jawab istri semata. Pemberian biaya transportasi dan biaya imunisasi lainnya juga jarang dilakukan, meski banyak suami memberikan biaya kebutuhan keluarga setiap bulannya. Pekerjaan suami yang sebagian besar sebagai pedagang/wiraswasta dengan penghasilan rendah menjadi faktor penyebab kurangnya dukungan instrumental. Kesulitan untuk mendampingi istri saat imunisasi karena kesibukan kerja dan jadwal imunisasi yang jatuh di pagi hari (09.00-14.00 WIB) juga menjadi faktor yang signifikan. Meskipun pemahaman yang baik tentang program imunisasi dapat mengurangi hambatan ini, dukungan instrumental berupa materi (uang, barang, makanan) dan pelayanan langsung dapat mengurangi kecemasan dan membantu keluarga dalam mengatasi masalah terkait imunisasi.

2. Dukungan Informasional Suami Informasi dan Pengetahuan

Dukungan informasional suami, berupa pemberian informasi dan pengetahuan tentang imunisasi, juga diteliti. Hasil menunjukkan bahwa tingkat dukungan informasional berada pada kategori sedang. Kesalahpahaman tentang imunisasi masih banyak terjadi, dimana banyak suami tidak setuju dengan pemberian vaksin karena meragukan keamanannya dan khawatir akan efek samping. Sebanyak 70% responden hanya memberikan informasi jadwal imunisasi kepada istri, sementara 68% tidak pernah memberikan penjelasan tentang imunisasi itu sendiri. Sebagian besar suami (96%) memahami bahwa imunisasi bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi masih ada miskonsepsi tentang efek samping yang menyebabkan keraguan. Peneliti menyarankan pendekatan penyuluhan yang lebih intensif, misalnya pada acara-acara komunitas, untuk meningkatkan wawasan suami tentang imunisasi dasar bayi dan mengurangi anggapan negatif tentang efek samping vaksin.

3. Dukungan Emosional Suami Rasa Empati dan Diperhatikan

Penelitian juga mengevaluasi dukungan emosional suami, meliputi rasa empati dan perhatian dalam mendukung imunisasi bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (64%) suami berada dalam kategori 'sedang', sementara 16% dalam kategori 'kurang' dan 20% dalam kategori 'baik' dalam memberikan dukungan emosional. Dukungan emosional suami sangat penting karena berpengaruh pada kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi. Kurangnya dukungan emosional suami dapat menyebabkan ibu ragu dan tidak patuh dalam memberikan imunisasi. Jika suami tidak mendukung, program imunisasi mungkin tidak akan terlaksana dengan baik karena ibu akan merasa takut pada suami. Contohnya, jika bayi sakit setelah imunisasi, suami yang memiliki pengetahuan rendah dan sikap kurang mendukung akan marah, sehingga tindakan dukungannya menjadi sangat rendah. Dukungan emosional melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran, atau umpan balik, yang membantu ibu mengatasi masalah dan kecemasan terkait imunisasi.

4. Hasil Penelitian terhadap Kelengkapan Imunisasi Bayi

Berdasarkan hasil penelitian, 68% responden dikategorikan 'sedang' dan 32% dikategorikan 'baik' dalam hal kelengkapan imunisasi bayi mereka. Angka ini menunjukkan bahwa masih ada kekurangan dalam tindakan membawa bayi ke layanan kesehatan untuk imunisasi. Beberapa alasan suami tidak mendukung imunisasi diantaranya kurangnya pengetahuan tentang imunisasi sehingga mereka menganggapnya tidak penting dan meyakini bahwa imunisasi akan menyebabkan bayi demam. Observasi dan wawancara di Puskesmas Pagar Jati juga mengkonfirmasi kurangnya dukungan suami terhadap pemberian imunisasi, yang berdampak pada rendahnya cakupan imunisasi. Kurangnya kepedulian suami terhadap kesehatan keluarga, khususnya bayi, menyebabkan kurangnya empati dan perhatian, serta keyakinan yang kurang maksimal terhadap manfaat, dampak, dan tujuan imunisasi.

IV.Kesimpulan dan Saran

Kesimpulannya, dukungan suami sangat krusial dalam keberhasilan program imunisasi. Kurangnya pengetahuan dan sikap positif suami, serta faktor-faktor sosial ekonomi, menjadi kendala utama. Saran penelitian adalah mengaktifkan petugas kesehatan dan kader untuk kunjungan rumah, memberikan penyuluhan kepada suami (misalnya melalui leaflet) untuk meningkatkan pemahaman tentang imunisasi, mengurangi ketakutan akan efek samping, dan menekankan manfaat imunisasi untuk meningkatkan cakupan imunisasi di Puskesmas Pagar Jati dan sekitarnya.

1. Kesimpulan Penelitian

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan suami terhadap imunisasi bayi di Puskesmas Pagar Jati, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang tahun 2015 masih kurang. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat dukungan instrumental, informasional, dan emosional dari para suami. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman suami tentang manfaat imunisasi, kekhawatiran terhadap efek samping vaksin, serta faktor-faktor sosial ekonomi seperti pekerjaan dan pendapatan yang rendah, berkontribusi signifikan terhadap rendahnya cakupan imunisasi dasar bayi. Meskipun sebagian responden (32%) menunjukkan kelengkapan imunisasi yang baik, mayoritas (68%) masih berada pada kategori sedang. Rendahnya dukungan suami secara langsung mempengaruhi tindakan ibu dalam membawa bayi untuk diimunisasi. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya peran suami dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan bayi, mengingat struktur sosial budaya patrilineal yang masih dominan di Indonesia. Keberhasilan program imunisasi tidak hanya bergantung pada ketersediaan vaksin dan layanan kesehatan, tetapi juga pada dukungan aktif dari keluarga, khususnya suami.

2. Saran untuk Meningkatkan Cakupan Imunisasi

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran diajukan untuk meningkatkan cakupan imunisasi bayi. Pertama, Kepala Puskesmas Pagar Jati disarankan untuk mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah ke bayi yang belum diimunisasi. Penyuluhan langsung kepada orang tua, terutama suami sebagai kepala rumah tangga, sangat penting untuk mengklarifikasi kesalahpahaman tentang imunisasi. Pembagian leaflet juga dapat menjadi media edukasi yang efektif. Kedua, peningkatan penyuluhan dan pendekatan yang lebih baik kepada suami diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran tentang efek samping vaksin dan meningkatkan keyakinan mereka terhadap manfaat imunisasi. Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan pada acara-acara komunitas seperti perwiritan atau partamiangan untuk menjangkau suami secara lebih efektif. Pendekatan edukatif dan komunikatif yang tepat dapat membantu mengubah persepsi dan sikap suami sehingga mereka menjadi lebih mendukung program imunisasi bayi. Petugas kesehatan juga perlu secara aktif menginformasikan manfaat, dampak, dan tujuan imunisasi kepada suami untuk meningkatkan kepedulian mereka terhadap kesehatan keluarga.