Analisis Kebijakan Standar Ganda Amerika Serikat dalam Global War on Terrorism di Timur Tengah

Analisis Kebijakan Standar Ganda Amerika Serikat dalam Global War on Terrorism di Timur Tengah

Informasi dokumen

Penulis

Agus Andriansyah

instructor Tonny Dian Effendi, M.Si
Sekolah

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Jenis dokumen Skripsi
Tempat Malang
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 303.92 KB
  • Kebijakan Luar Negeri
  • Standar Ganda
  • Global War on Terrorism

Ringkasan

I. Bush

Skripsi ini meneliti kebijakan standar ganda Amerika Serikat (AS) dalam Perang Melawan Terorisme (Global War on Terrorism) di Timur Tengah selama pemerintahan George W. Bush. Serangan 11 September 2001 menjadi pemicu utama kebijakan ini. AS, yang mendeklarasikan diri sebagai 'polisi dunia', menerapkan doktrin 'preemptive strike', menyerang Irak dan Afghanistan dengan dalih memerangi Al-Qaeda dan rezim Saddam Hussein. Namun, kebijakan ini dianggap inkonsisten (standar ganda), karena AS menunjukkan sikap berbeda terhadap terorisme yang dilakukan oleh sekutunya dan mereka yang menentang hegemoni AS. Penulis akan menganalisis aktor-aktor yang mempengaruhi kebijakan ini.

1. Visi George W. Bush dan Polisi Dunia

Pada pidato kemenangan pemilu 2001, George W. Bush menyatakan visi AS untuk mewujudkan perdamaian dunia, menjadikan AS sebagai 'polisi dunia'. Pernyataan ini menjadi landasan politik luar negeri AS di masa pemerintahannya. Bush menekankan bahwa hanya kekuatan kebebasan manusia yang mampu melawan tirani dan teror, menggantikan kebencian dengan harapan. Hal ini menunjukkan ambisi AS untuk berperan sebagai pencipta perdamaian (peace maker) global, mengakhiri tirani dan teror di seluruh dunia. Visi ini kemudian menjadi dasar justifikasi berbagai tindakan kebijakan luar negeri AS, terutama dalam konteks 'Perang Melawan Terorisme' yang akan dibahas lebih lanjut.

2. Serangan 11 September 2001 dan Reaksi AS

Serangan terhadap World Trade Center (WTC) dan Pentagon pada 11 September 2001, atau yang dikenal sebagai 'September Kelabu', menjadi momentum penting bagi kebijakan luar negeri AS di bawah George W. Bush. Serangan yang diduga dilakukan oleh Al-Qaeda ini memicu reaksi keras dari pemerintah AS. Pada September 2002, AS mengeluarkan Nation Security Strategy of The United State of America, yang berisi kebijakan untuk memerangi terorisme secara domestik dan internasional. Sebagai respons langsung terhadap serangan tersebut, pemerintahan Bush mendapat dukungan Senat untuk menggunakan kekuatan militer melawan Al-Qaeda dan pemerintahan Taliban di Afghanistan pada tahun 2001, yang diduga melindungi jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Serangan serupa dilancarkan terhadap rezim Saddam Hussein di Irak pada Maret 2003, didorong oleh dugaan keterkaitan Saddam dengan Al-Qaeda dan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB.

3. Doktrin Preemptive Strike dan Perubahan Paradigma Keamanan Nasional

Peristiwa 9/11 mengubah paradigma keamanan dan ancaman nasional bagi AS dan sekutunya. Presiden George W. Bush kemudian menerapkan doktrin 'preemptive strike', yang memberi legitimasi bagi AS untuk menghancurkan pihak mana pun yang berpotensi mengancam keamanan nasionalnya. Penerapan doktrin ini mengakibatkan ketidakjelasan batasan pengertian terorisme itu sendiri. Bagi AS, teroris didefinisikan sebagai mereka yang menentang hegemoni AS, seringkali termasuk mereka yang melawan penjajahan dan perampasan hak, seperti perlawanan terhadap Zionis Israel di Palestina. Hal ini menjadi salah satu akar dari kebijakan standar ganda yang diterapkan AS dalam perang melawan terorisme.

4. Kebijakan Standar Ganda AS dalam Konteks War on Terrorism

Pemerintahan George W. Bush dalam memerangi terorisme di Timur Tengah menunjukkan sikap inkonsistensi atau standar ganda. Penulis mengutip Noam Chomsky yang menjelaskan bagaimana AS mengendalikan pikiran manusia melalui penggunaan kata-kata dan pemaknaan tertentu. Chomsky mencontohkan bagaimana istilah 'proses perdamaian' hanya merujuk pada usulan perdamaian dari AS, sementara usulan dari negara Arab atau Palestina dianggap sebagai penolakan. Begitu pula dengan istilah 'terorisme', yang seringkali digunakan secara selektif untuk menunjuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang dianggap lemah, sementara tindakan kekerasan yang jauh lebih besar dari pihak yang kuat tidak dikategorikan sebagai terorisme. Penulis kemudian memberikan definisi terorisme yang lebih netral, sebagai ancaman atau penggunaan kekerasan untuk memaksa, yang dilakukan baik oleh pihak yang kuat maupun lemah, untuk menunjukan adanya standar ganda AS dalam 'War on Terrorism'.

5. Alasan Pemilihan Topik Penelitian

Adanya kebijakan standar ganda AS dalam memerangi terorisme di Timur Tengah selama pemerintahan George W. Bush mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam. Penelitian ini akan fokus pada identifikasi aktor-aktor yang mempengaruhi kebijakan standar ganda tersebut. Penulis ingin menganalisis lebih lanjut siapa saja aktor domestik yang berperan dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan yang dianggap inkonsisten ini, terutama di kawasan Timur Tengah yang penuh konflik.

II.Tujuan Penelitian Mengungkap Aktor yang Mempengaruhi Kebijakan Standar Ganda AS

Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi aktor-aktor yang berpengaruh terhadap kebijakan standar ganda AS dalam Perang Melawan Terorisme di Timur Tengah. Penelitian ini akan memberikan kontribusi akademis dengan menambah wacana keilmuan tentang politik luar negeri AS dan terorisme, serta manfaat praktis dengan memberikan gambaran yang jelas tentang kebijakan standar ganda AS dan aktor-aktor di belakangnya. Penelitian sebelumnya oleh Fajrin Elsaputra membandingkan pengaruh neokonservatif pada masa Bill Clinton dan George W. Bush, menunjukkan pengaruh yang jauh lebih besar di era Bush. Penelitian ini akan berbeda dengan fokus pada aktor-aktor yang menyebabkan kebijakan standar ganda.

1. Tujuan Umum dan Spesifik Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan, mengembangkan, mengoreksi, atau menguji kebenaran ilmu pengetahuan yang sudah ada. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktor-aktor yang mempengaruhi kebijakan standar ganda Amerika Serikat (AS) dalam Global War on Terrorism di Timur Tengah masa pemerintahan George W. Bush. Penelitian ini ingin menjelaskan secara detail siapa saja aktor-aktor tersebut dan bagaimana peran mereka dalam membentuk kebijakan luar negeri AS yang dianggap kontroversial ini. Dengan mengungkap aktor-aktor kunci, penelitian ini berharap dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika politik luar negeri AS di kawasan Timur Tengah.

2. Manfaat Akademis dan Praktis Penelitian

Secara akademis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berarti bagi dunia akademisi, menambah wacana dan memperkaya khazanah keilmuan tentang aktor-aktor yang mempengaruhi kebijakan standar ganda AS selama pemerintahan George W. Bush. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya yang membahas isu serupa. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas kepada pembaca tentang bagaimana standar ganda AS dalam 'War on Terrorism' di Timur Tengah dan siapa saja aktor yang mempengaruhinya. Dengan memahami aktor-aktor tersebut, diharapkan pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai kompleksitas politik internasional dan implikasinya bagi kawasan Timur Tengah.

3. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Fajrin Elsaputra tentang pengaruh neokonservatif dalam kebijakan luar negeri AS pada masa pemerintahan Bill Clinton dan George W. Bush terkait konflik Israel-Palestina, memberikan konteks penting. Elsaputra menyimpulkan bahwa pengaruh neokonservatif lebih kuat pada era Bush. Penelitian ini berbeda karena berfokus pada aktor-aktor yang mempengaruhi kebijakan standar ganda AS dalam 'War on Terrorism', bukan hanya pengaruh neokonservatif. Penelitian ini akan memberikan analisis yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aktor, bukan hanya satu kelompok kepentingan tertentu. Dengan demikian, penelitian ini akan menambah dimensi baru dalam pemahaman isu kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah.

III.Kerangka Teori Policy Influencer System

Penelitian ini menggunakan kerangka Policy Influencer System karya Coplin untuk menganalisis aktor-aktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS. Empat tipe aktor diidentifikasi: bureaucratic influencers, partisan influencers, interest influencers, dan mass influencers. Semua tipe ini memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan AS di bawah George W. Bush, termasuk dalam konteks Perang Melawan Terorisme dan kebijakan standar ganda di Timur Tengah. Kelompok kepentingan (interest influencers) yang mendukung atau menentang kebijakan tersebut akan dikaji lebih lanjut.

1. Policy Influencer System sebagai Kerangka Analisis

Skripsi ini menggunakan 'Policy Influencer System' karya Coplin sebagai kerangka analisis utama. Teori ini dianggap sebagai kunci untuk memahami bagaimana perilaku aktor politik domestik memengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri. Coplin menganalisis hubungan timbal balik antara pengambil keputusan dan 'policy influencers'. Pengambil keputusan membutuhkan dukungan dari 'policy influencers', sementara 'policy influencers' membutuhkan pengambil keputusan untuk merealisasikan tuntutan mereka. Meskipun pengambil keputusan tidak selalu menanggapi tuntutan secara positif, mereka biasanya mengakomodasi tuntutan tersebut sampai batas tertentu untuk mempertahankan dukungan.

2. Empat Tipe Policy Influencers

Coplin mengklasifikasikan 'policy influencers' menjadi empat tipe: Pertama, 'bureaucratic influencers', yaitu individu atau organisasi dalam lembaga pemerintah yang membantu pengambil keputusan dalam menyusun dan menjalankan kebijakan luar negeri. Mereka memiliki akses langsung dan pengaruh besar. Kedua, 'partisan influencers', kelompok yang menerjemahkan tuntutan masyarakat menjadi tuntutan politik, seringkali terkait dengan partai politik. Ketiga, 'interest influencers', kelompok individu dengan kepentingan sama yang menggunakan berbagai metode, termasuk kampanye dan ancaman, untuk memengaruhi kebijakan. Keempat, 'mass influencers', yang meliputi opini publik yang dibentuk oleh media massa, yang digunakan oleh pengambil keputusan untuk merasionalisasi kebijakan, bukan membentuknya. Keempat tipe ini memiliki pandangan yang berbeda dan berperan signifikan dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.

3. Peran Policy Influencers dalam Kebijakan Luar Negeri AS Masa George W. Bush

Keempat tipe 'policy influencers' memiliki peran krusial dalam memengaruhi kebijakan luar negeri AS masa pemerintahan George W. Bush. 'Bureaucratic influencers' meliputi organisasi-organisasi besar dalam lembaga eksekutif yang menangani kebijakan ekonomi, politik luar negeri, dan kesejahteraan. 'Partisan influencers' mencerminkan dominasi kebijakan luar negeri Bush yang sesuai dengan kepentingan Partai Republik. 'Interest influencers' terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang memengaruhi kebijakan 'Global War on Terrorism' di Timur Tengah. Opini publik ('mass influencers'), yang dibentuk oleh media massa, juga menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan luar negeri. Perbedaan pandangan antara keempat tipe 'policy influencers' dan pengambil keputusan juga menjadi faktor penting dalam analisis.

IV.Konsep Kunci Terorisme Global War on Terrorism dan Standar Ganda

Skripsi ini mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan kekerasan untuk tujuan politik, baik oleh pihak yang kuat maupun lemah. Global War on Terrorism merupakan kebijakan AS pasca 11 September 2001 yang bertujuan memerangi terorisme secara global. Standar ganda AS dalam konteks ini merujuk pada inkonsistensi dalam merespon tindakan terorisme, dimana tindakan yang dianggap terorisme jika dilakukan oleh musuh, tetapi dibenarkan jika dilakukan oleh sekutu. Penulis akan menganalisis bagaimana pemaknaan terorisme dimanipulasi untuk mendukung kebijakan standar ganda AS.

1. Definisi Terorisme

Skripsi ini mendefinisikan terorisme sebagai tindakan penggunaan kekerasan yang disertai dengan tujuan politik, baik yang dilakukan oleh pihak yang kuat (penguasa) maupun pihak yang lemah. Definisi ini berbeda dengan pemahaman terorisme yang cenderung bias dalam 'kamus adikuasa', di mana terorisme seringkali dikaitkan hanya dengan tindakan protes dari kelompok kecil atau negara yang menentang kekuatan besar. Penulis menolak definisi terorisme yang bias ini, dan memilih definisi yang lebih netral dan komprehensif untuk menganalisis kebijakan AS yang dituduh menerapkan standar ganda dalam perang melawan terorisme. Pemahaman yang komprehensif ini penting untuk menghindari bias dalam menganalisis kebijakan standar ganda AS dalam konteks 'War on Terrorism'.

2. Global War on Terrorism GWOT

Konsep 'Global War on Terrorism' (GWOT) menjadi fokus utama skripsi ini. Meskipun terminologi terorisme telah dikenal lama oleh pemerintah Amerika, peristiwa 11 September 2001 menjadi titik balik yang mengukuhkan GWOT sebagai kebijakan utama AS. Sebelum peristiwa tersebut, isu terorisme telah dibahas, tetapi tidak dengan skala dan intensitas seperti pasca 9/11. Reaksi AS terhadap serangan 9/11 menunjukkan keterkejutan dan kurangnya kesiapan menghadapi terorisme berskala besar. Kemakmuran ekonomi AS yang tinggi dan kebijakan luar negeri yang sering dianggap mementingkan diri sendiri membuat AS menjadi target empuk bagi kelompok teroris. GWOT kemudian dijalankan dengan pendekatan yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai standar ganda, yang menjadi fokus utama penelitian ini.

3. Standar Ganda AS dalam Perang Melawan Terorisme

Skripsi ini mengkritik kebijakan AS yang dianggap menerapkan 'standar ganda' dalam perang melawan terorisme, khususnya di Timur Tengah. Standar ganda di sini mengacu pada inkonsistensi AS dalam merespons tindakan terorisme, di mana tindakan terorisme yang dilakukan oleh musuh dikecam keras, sementara tindakan serupa atau bahkan lebih buruk yang dilakukan oleh sekutu atau yang sejalan dengan kepentingan AS cenderung diabaikan atau dibenarkan. Ilustrasi dari Noam Chomsky tentang perampok dan kaisar menggambarkan dengan tepat bagaimana AS dapat menerapkan standar ganda dalam menilai terorisme, di mana tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang kuat tidak dianggap sebagai terorisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap aktor-aktor yang terlibat dalam menciptakan dan mempertahankan standar ganda tersebut dalam konteks GWOT di Timur Tengah.

V.Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data. Sumber data berupa buku, jurnal, artikel, dan dokumen resmi akan dianalisis untuk memahami kebijakan standar ganda AS dan aktor-aktor yang terlibat. Analisis data dilakukan secara kualitatif, menelaah informasi deskriptif untuk mengungkap penyebab dan dasar kebijakan AS di Timur Tengah.

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data. Studi pustaka melibatkan pengolahan data yang telah diolah sebelumnya oleh orang lain, yang tersedia dalam berbagai bentuk dokumen seperti buku, jurnal, artikel, koran, majalah, dan publikasi lainnya. Data-data ini akan digunakan untuk menganalisis kebijakan standar ganda AS dalam 'War on Terrorism' di Timur Tengah. Penelitian ini berfokus pada data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah ada, bukan melalui pengumpulan data primer langsung dari lapangan. Pilihan metode ini dirasa tepat karena penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan aktor-aktor yang terlibat dalam kebijakan tersebut, yang sebagian besar informasinya telah terdokumentasikan.

2. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena data yang dikumpulkan berupa informasi deskriptif, baik berupa kata-kata tertulis maupun terucapkan. Analisis kualitatif akan digunakan untuk menelaah data-data yang telah dikumpulkan melalui studi pustaka, untuk kemudian diinterpretasi dan disimpulkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menggali makna dan pemahaman yang lebih mendalam terkait kebijakan standar ganda AS dan aktor-aktor yang berpengaruh. Analisis kualitatif akan fokus pada interpretasi data untuk menjelaskan fenomena kebijakan standar ganda AS dalam perang melawan terorisme di Timur Tengah.